Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Diskusi Publik Kekerasan Perempuan Berbasis SOGIEB

27/4/2015

 
PictureDok. Indah Darmastuti
Persepsi masyarakat terhadap homoseksual bukan pada orientasi seksualnya, tetapi seperti kaum Nabi Luth. Homoseksual bukan sodom. Orang heteroseksual bisa melakukan sodomi. Isu ini ada sepanjang sejarah manusia, termasuk dalam sejarah islam.  Homoseksual adalah orientasi seksual , kehendak seksual. Bukan hanya urusan tubuh, namun ketertarikan sesama jenis. Istilah homoseksual ada di dalam Al-Qur’an. Demikian penuturan K.H. Husein Muhammad dari Institut Studi Islam Fahmina Cirebon, anggota komisioner Komnas Perempuan (2007-2014) dalam diskusi publik “Membedah tabu perempuan seksualitas non-mainstream dalam perspektif agama”  yang dihelat Talita Kum, Program Studi S2 Sosiologi Pascasarjana UNS Sebelas Maret, Himasos dan didukung oleh HIVOS, Kamis (23/4/2015). Acara yang berlangsung di aula FISIP UNS Sebelas Maret dipenuhi hampir seluruh kapasitas gedung, setelah sebelumnya panitia sempat mendapat ancaman pembubaran acara oleh Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS).

Reny Kistiyanti, direktur eksekutif Talita Kum Solo menjelaskan tentang sejarah terbentuknya komunitas yang didirikannya bersama teman-teman pada tahun 2009. Talita Kum adalah organisasi perempuan muda yang memiliki keberpihakan terhadap pencegahan dan pembelaan terhadap perempuan, terutama perempuan dengan seksualitas non-mainstream atau Lesbian, Biseksual, Transgender (LBT). Reny juga memaparkan tentang Sexual Orientation, Gender Identity, Expression, And Body atau disebut dengan SOGIEB.  Mengutip Deklarasi PBB tentang Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, tahun 1983, “Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk kekerasan berbasis gender yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan kepada perempuan secara fisik, seksual, atau psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan, secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.”

Sementara itu Pdt. Hendri Wijayatsih dosen dan Ketua Pusat Studi Theologi Feminis Universitas Kristen Duta Wacana menyatakan bahwa tidak ada teologi yang “mandek”. Teologi harus terus berubah. “Ke-kristen-an ikut andil dalam mendiskriminasi orang dengan orientasi seksual berbeda”, jelasnya sambil menyitir Alkitab Kejadian 1:27. Senada dengan Husein Muhammmad, Hendri Wijayatsih mengatakan hal yang sama bahwa homoseksual, orang dengan orientasi seksual berbeda bukanlah suatu penyakit. “Kita mengenal Dorce sebagai transgender. Jika ada pernyataan  dari peserta diskusi bahwa perlu reorientasi pada orang dengan orientasi seksual berbeda, apa yang diorientasi? Saya sependapat bahwa orang yang melakukan kejahatanlah yang memerlukan orientasi”,  jawab Hendri Wijayatsih dalam sesi diskusi.

Diskusi  ini juga menyinggung tentang homoseksual dan kaitannya dengan orientasi seksual yang berbeda, apakah itu sebagai kodrat, terberi (given) atau sebuah konstruksi sosial. Satu per satu para narasumber menjawab pertanyaan dari peserta diskusi  tentang kasus seorang homoseksual, bahwa tidak ada standar, patron, ukuran yang pasti untuk menentukan apakah seseorang dengan orientasi seksual berbeda itu given atau bukan. Namun penekanan ada pada proses kemanusiaan yang paling penting yaitu mencari jati diri atau penerimaan. Sedangkan tindakan justifikasi, menghukum, dan stigma negatif tanpa paham adalah sesat, karena kita harus memahami persoalan terlebih dahulu.

Menutup diskusi publik yang dimoderatori oleh Rahayu Purwaningsih, para pembicara sepakat bahwa untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan seksual non-mainstream adalah membangun jaringan dan menghadapi konseling secara bersama-sama dengan cara memahami, tekun mendengarkan korban stigmatisasi. (Astuti Parengkuh)


Lembar Fakta Terpidana Hukuman Mati, Mary Jane Fiesta Veloso

24/4/2015

 
Picture
"Mary Jane" (Dewi Candraningrum: charcoal on paper)
                Latar Belakang, Kemiskinan dan KDRT
  1. Mary Jane Fiesta Veloso (selanjutnya disebut MJV) lahir pada 10 Januari 1985. Berasal dari keluarga miskin di propinsi Nueva Ecija, Filipina. Latar belakang keluarga miskin. Ayah dan ibunya bekerja sebagai penjual minuman keliling dan pengumpul barang-barang bekas.
  2. MJV anak bungsu dari 5 bersaudara. 3 kakak perempuannya mengenyam pendidikan sampai SMA & SMP, seorang kakak lak-laki tidak bersekolah sama sekali. MJV menempuh pendidikan hanya sampai kelas 1 SMP.
  3. Pada tahun 2000, menikah di usia 16 dan memiliki 2 orang anak. Kemudian berpisah dari suaminya karena suami tidak bekerja, senang berjudi dan mabuk-mabukan. Lantaran perilakunya ini, suami MJV pernah dua kali mendekam di penjara.
  4. Untuk memenuhi kebutuhannya MJV pernah menjalani berbagai pekerjaan, antara lain penjual es lilin, pisang goreng dan telur ballot. Namun tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

    Menjadi Pekerja Migran di Dubai


  5. Pada 2009 MJV bekerja di Dubai sebagai pekerja rumah tangga. Namun, ia hanya bekerja selama 10 bulan karena mengalami percobaan pemerkosaan yang dilakukan sesama pekerja yang bekerja dalam satu rumah majikan.
  6. Selama Bekerja MJV sempat mengirimkan uang pada suaminya.
  7. MJV mengalami Percobaan pemerkosaan yang berakibat luka di tangan karena pembelaan diri dan trauma berat yang membuatnya sulit bicara. Akibat persitiwa tersebut MJV dirawat selama 1 bulan di rumah sakit.
  8. Desember 2009 MJV kembali ke daerah asalnya.

    Korban Perekrutan Ilegal
    , Perdagangan Orang, dan Penipuan menjadi Kurir Narkoba

  9. MJV April 2010 MJV Veloso direkrut oleh teman mantan suaminya bernama Maria Kristina P. Sergio untuk bekerja ke Malaysia sebagai pekerja rumah tangga. MJV menyerahkan motor dan telepon genggam kepada Kristina sebagai biaya keberangkatan. Motor dan HP bernilai 7000 Peso. Uang tersebut  belum cukup untuk membeli tiket. Kristina dan MJV membuat perjanjian lisan bahwa kekurangan biaya keberangkatan akan dibayar dengan memotong 3 bulan gaji MJV saat bekerja nanti.
  10. Pada 22 April 2015, MJV terbang menuju Malaysia dan masuk negara tersebut dengan Visa turis. Kristina dan MJV menginap di hotel. MJV tidak langsung bekerja alasannya karena calon majikan sedang berada di luar negeri.
  11. MJV menginap selama di hotel selama 3 hari. Kristina membelikan beberapa potong pakaian karena MJV dilarang membawa pakaian ganti saat berangkat. Pakaian yang dibelikan Kristina bukan pakaian baru tapi bekas.
  12. MJV meminta Kristina membelikan tas untuk tempat pakaian tersebut.
  13. 24 April 2015, MJV diajak Kristina menemui temannya yang membelikan tas di sebuah tempat parkir. Mereka menemui teman Kristin tersebut di dalam sebuah mobil berwarna putih. MJV mendengar pembicaraan mereka dalam bahasa Inggris namun ia tidak mengerti. Saat tas diberikan, Kristin yang membawa tas tersebut dari tempat parkir ke hotel.
  14. Tas diberikan ke MJV ketika di hotel. MJV sempat bertanya mengapa tas berat?  Kristin mengatakan tas koper yang baru memang berat. MJV langsung percaya karena baru kali ini dia memiliki tas koper yang berroda.
  15. MJV menyusun pakaian yang dia punya ke dalam tas tersebut tanpa curiga sedikit pun.
  16. Kristina meminta MJV untuk ke Indonesia menemui temannya. Kristina menjanjikan setelah seminggu di Indonesia MJV kembali ke Malaysia dapat  langsung mulai bekerja di tempat majikan baru.
  17. MJV akhirnya pergi ke Indonesia. Kristina berpesan setiba di Bandara langsung mencari sim card telpon dan hotel terdekat. Sesampai di hotel langsung menghubungi teman Kristina. Tidak ada pesan terkait tas sama sekali. Kristin memberikan uang 500 USD kepada MJV untuk biaya hotel dan perjalanan selama 1 minggu di Indonesia.
  18. 25 April 2010, MJV tertangkap tangan di Bandara Internasional Adi Sucipto Yogyakarta, di dalam tasnya ditemukan heroin seberat 2,6 kg.

    Proses Hukum 


  19. MJV secara formal didampingi penasehat hukum pro-bono yang disediakan oleh Polda DIY, surat kuasa tertanggal 25 April 2010. Namun hanya bertemu saat persidangan.
  20. Selama proses pemeriksaan penyidikan dan proses pengadilan MJV didampingi penterjemah bahasa Inggris yang ditunjuk penasehat hukum. Namun, sepanjang proses tersebut MJV hampir tidak memahami apa yang dituduhkan padanya karena dia tidak menguasai berbahasa Inggris. Bahasa yang dikuasai dengan baik adalah Tagalog.
  21. Penterjemah yang ditunjuk belakangan diketahui bukan penerjemah tersumpah dan masih berstatus mahasiswa Sekolah Tinggi Bahasa Asing di Yogyakarta.
  22. MJV beberapa kali diminta untuk mengakui perbuatannya. Namun ia menolak.
  23. Pada tahap akhir persidangan, Majelis hakim bertanya pada MJV, “are you regret?”, ia langsung menjawab “no”. Lantaran keterbatasan bahasa Inggrisnya,  MJV mengira hakim bertanya “apakah kamu mengakui perbuatanmu?”, maka dia langsung menjawab tidak.

    Upaya Hukum yang Dilakukan


  24. Pada pengadilan tingkat pertama, jaksa penuntut umum menuntut hukuman seumur hidup pada MJV. Majelis Hakim PN Sleman tanggal 11 Oktober 2010 memvonis MJV hukuman mati.
  25. Pemerintah Filipina menunjuk kuasa hukum baru untuk mengambil langkah hukum lanjutan.
  26. 10 Februari 2011, Pengadilan tinggi Yogyakarta menolak Banding yang diajukan dan tetap menghukum mati MJV.
  27. 31 Mei 2011, Mahkamah Agung menolak Kasasi dan tetap menghukum mati MJV.
  28. 30 Desember 2014, Presiden Joko Widodo menolak grasi yang diajukan oleh MJV melalui Keputusan Presiden No 31/G – 2014.
  29. 16 Januari 2015, Penasehat hukum mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dengan bukti baru soal penyediaan juru bahasa/penterjemah tidak sesuai dengan kebutuhan MJV.
  30. Pada 25 Maret 2015, Mahkamah Agung menolak permohonan PK dan tetap menghukum mati MJV.











Dewi Candraningrum: Secara Genetik dan Psikologis Perempuan adalah The Winner of Love

19/4/2015

 
Picture"Wajah Timah Kartini" (Dewi Candraningrum: Acrylic on 50x60cm Canvas)
Pada Jumat malam (17/4/2015) bertempat di Jl. Mawar 221 Badran Surakarta diselenggarakan pemutaran dan diskusi film R.A Kartini yang dibintangi Yenny Rahman besutan sutradara Sjumandjaja dan diproduksi tahun 1984. Acara yang diselenggarakan oleh Sinemain dan Jejer Wadon ini dihadiri oleh puluhan aktivis dan mahasiswa. Vera Kartika Giantari, narasumber diskusi mengatakan bahwa Kartini mampu mengungkapkan, mengejawantahkan apa yang menjadi keinginannya dan di usia 12 tahun sudah mulai bergerak. “Kartini secara lahir adalah genuine alami.  Kartini bekerja bukan untuk mencari pangkat dan kedudukan”, tutur Vera Kartika Giantari.

Sedangkan dalam sesi diskusi Haryati Panca Putri mengatakan bahwa Kartini memiliki kepedulian terhadap ketidakadilan dan kaum marginal. Proses perlawanannya terhadap budaya dan etika digambarkan dalam satu adegan ketika dia mengetahui suaminya dipijit oleh ketiga garwa selir, sampai kemudian ada tekanan psikologis. “Kartini menyampaikan kritikan dengan sangat etis. Dia memiliki jiwa pemberontak, tetapi masih pada jalur sebagai perempuan Jawa”, ujar Haryati Panca Putri.

Dini, seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)  menyatakan kesamaan pendapat bahwa Kartini adalah genuine. Sesuatu yang muncul darinya membuatnya bergerak. “Hal itu berbanding terbalik dengan keadaan saya sebagai mahasiswa. Saya hari ini berpikir besok saya akan bisa melakukan apa kepada masyarakat. Kita dijauhkan dari masyarakat apalagi kampus saya tidak ada Kuliah Kerja Nyata (KKN). Artinya hari ini pemikiran mahasiswa adaptif. Zaman sekarang dengan dulu berbeda karena media sedikit cuma dengan mata telinga. Media sekarang banyak dan kita terlalu reaktif”, ungkap Dini. Dia menambahkan bahwa di zaman dulu Kartini memperjuangkan bagaimana rakyat berjuang di ruang formal.

Peserta diskusi lain Indah Darmastuti membuat perbandingan dengan novel roman  yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Jejak Langkah dan Gadis Pantai, “Di film ini ditekankan bahwa Kartini menikah karena tindakan politis. Bahkan di Jejak Langkah disebut Minke susah mencari taksi untuk di sewa karena pernikahan Kartini banyak memerlukan sewa mobil”, jelas Indah.  Dan yang perlu dicatat menurutnya adalah Kartini menafikan kultur stelsel dan feodalisme.

Dewi Candraningrum memberi kalimat penegasan sebagai penutup diskusi bahwa dilihat dari kekinian perempuan pintar itu penting. Perempuan harus pintar dalam segi apapun.  Dalam teori Leadership The Winner of Love, banyak sekali perempuan memenangkan cinta sesungguhnya. Pemimpin perempuan dianggap berbahaya, karena kalau dia cinta rakyatnya maka dia lebih ditakuti. Kedua, perempuan secara ginekologi sosial pantai utara Jawa: Rembang dan Jepara sekarang ini ada Sukinah. Ini membuktikan bahwa kepemimpinan itu kuat. “Belum pernah Sukinah kita kenal sampai kasus pegunungan Kendeng merebak. Inilah secara genetik dan psikologi perempuan sanggup menyandang The Winner of Love”, pungkas Dewi Candraningrum. (Astuti Parengkuh)


    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa