Yayasan Jurnal Perempuan bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Lampung menyelenggarakan Pendidikan Publik Jurnal Perempuan edisi 94 dengan tema Pekerja Rumah Tangga Domestik dan Migran pada Jumat, 29 Agustus 2017 di Gedung Rektorat Universitas Lampung. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 140 peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, LSM, pegawai pemerintahan dan media. Dr. Yusnani Hasyimzum, dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan tersebut. Ia menyoroti persoalan sistem hukum Indonesia dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap PRT (Pekerja Rumah Tangga). Yusnani mengungkapkan meskipun 14 tahun telah berlalu tapi hingga sekarang RUU Perlindungan PRT belum juga disahkan. Menurutnya kehadiran UU Perlindungan PRT amat dibutuhkan dalam upaya memberikan definisi sekaligus sebagai bentuk pengakuan bahwa PRT adalah pekerja. Sehingga menjadi penting bagi pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT karena jika tidak, PRT akan selalu berada pada posisi yang rentan terhadap diskriminasi, berbagai tindak kekerasan dan bahkan terjerat dalam sebuah sistem perbudakan modern. Yusnani melihat bahwa para PRT mengerjakan berbagai pekerjaan domestik yang sangat penting. Kerja-kerja mereka mendukung kerja para majikan namun ironisnya hak-hak mereka sebagai seorang pekerja sering tidak diperhatikan. Sejumlah persoalan seperti jam kerja yang tidak menentu, kerja melebihi waktu kerja para pekerja pada umumnya, ketidakjelasan waktu cuti, kerja lembur yang tidak berbayar, dan berbagai tindak kekerasan adalah kondisi-kondisi yang sering ditemui dalam profesi PRT. Menurut data Pusat Penelitian dan Pengembangan Informasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Provinsi Lampung merupakan penyumbang PRT terbesar ke-4 pada tahun 2016. Oleh karena itu, persoalan PRT seharusnya menjadi perhatian bersama, khususnya oleh Pemerintah Daerah Lampung. Yusnani melihat bahwa mayoritas PRT adalah perempuan dan tidak sedikit di antara mereka adalah PRTA (Pekerja Rumah Tangga Anak). Baginya PRTA sangatlah rentan, karena tidak jarang mereka bekerja pada situasi kerja yang tidak layak. Yusnani memaparkan bahwa pelanggaran hak yang paling umum menimpa PRT adalah dalam soal upah. Sering kali PRT dibayar dengan upah yang tidak layak. Salah satu pihak yang bertanggung jawab akan persoalan ini adalah yayasan penyalur. Ia menyatakan sering kali yayasan penyalur PRT tidak membuat kontrak kerja yang jelas dan tidak ada keseragaman antar kontrak kerja, sehingga hak dan kewajiban PRT dan majikan menjadi berbeda antara satu yayasan dengan yayasan lain. Hal ini sesungguhnya disebabkan tidak adanya aturan yang jelas yang dapat dijadikan acuan dan bersifat mengikat. Perlu ada kesamaan tujuan bahwa kontrak kerja harus menjunjung keadilan dan kesetaraan. Di sisi lain, kesadaran PRT mengenai hak-hak mereka juga perlu ditingkatkan, agar mereka menyadari saat hak-hak mereka dilanggar oleh majikan dan tidak menerimanya sebagai sebuah kewajaran. Yusnani berpendapat dalam upaya memenuhi dan menjamin hak-hak PRT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, para stakeholder harus saling bersinergi untuk menegakkan hukum atau aturan-aturan terkait hak-hak pekerja. Kementerian Ketenagakerjaan dan Aparat Penegak Hukum harus saling bekerja sama bila terjadi pelanggaran hak PRT. Kedua, harus ada UU Perlindungan PRT yang menjamin sebuah kepastian hukum. Artinya sebuah aturan yang jelas dan tidak mengandung bias. Selain itu penting juga agar substansi dari sebuah UU dipahami oleh majikan dan juga PRT. Ketiga, penting untuk mengubah persepsi masyarakat tentang kerja PRT. Budaya mengeksploitasi PRT harus dihapuskan. Dibutuhkan masyarakat yang sensitif atas pemenuhan hak-hak PRT. (Abby Gina) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |