
Sementara itu, Abu Jahid, Staf Ahli Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) menjelaskan bahwa kawin anak merupakan masalah yang terjadi akibat dari masalah lain seperti ekonomi, pendidikan dan juga ketidakpahaman masyarakat dalam memahami langkah administrasi. Jahid menyatakan bahwa banyak pasangan di daerah tertentu yang tidak mendaftarkan pernikahannya di pengadilan agama, sehingga saat pasangan tersebut memiliki anak akan berdampak pada akta kelahiran anak yang tidak dapat diurus. Dengan begitu terjadilah penuaan usia seorang anak yang kemudian dianggap telah cukup umur untuk menikah, padahal statusnya masih anak-anak. Bagi Jahid penting untuk melihat masalah kawin anak dari berbagai perspektif, karena kawin anak terjadi akibat adanya penumpukan masalah dari sektor lainnya. Sementara Maria Ulfah Anshor, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menjelaskan bahwa KUPI memiliki strategi yang berbeda dalam menyelesaikan masalah kawin anak. Berlandaskan pada pemahaman hak asasi manusia juga kesetaraan gender, KUPI terus memproduksi ulama perempuan yang kuat dalam mempromosikan kesetaraan gender. Promosi ulama perempuan dalam majelis taklim perlu diisi dengan pembicaraan perempuan dalam Islam yang berdaya bukan hanya sekadar pernikahan semata. Sering ditemukan bahwa pernikahan dilakukan ketika seseorang dianggap mampu, tetapi mampu dimaknai sebatas berhubungan seksual dan balig. Seharusnya mampu juga dimaknai sebagai mampu secara ekonomi, fisik, psikis dan emosional.
Di sisi lain, Lia Anggiasih, Koalisi Perempuan Indonesia, memiliki upaya yang berbeda dalam menyelesaikan persoalan kawin anak. Baginya advokasi kebijakan penting untuk upaya pencegahan perkawinan anak. Akan tetapi, pernah ada penolakan dari mahkamah konstitusi untuk menaikkan batas usia perkawinan. “Mahkamah Konstitusi menolak pencegahan kawin anak dengan argumen dorongan berahi anak dapat disalurkan dengan menikah,” tutur Lia. Ia menambahkan perlu ada upaya advokasi kebijakan agar persoalan kawin anak dapat terselesaikan dengan cepat. (Iqraa Runi)