Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Titiek Kartika Hendrastiti: Perempuan Sumba Melawan Tambang dan Memperjuangkan Kedaulatan Pangan

29/3/2019

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
Dalam acara Peluncuran JP100 Pemikiran dan Gerakan Perempuan di Indonesia yang diselenggarakan pada 27 Maret 2018 di Hotel JS Luwansa-Jakarta, Titiek Kartika Hendrastiti (Dosen FISIP Universitas Bengkulu & Penulis JP100) memamparkan hasil risetnya yang berjudul “Tutur Perempuan Komunitas Anti Tambang di Sumba: Sebuah Narasi Gerakan Subaltern untuk Kedaulatan Pangan”.

Kawasan tambang emas di perbukitan Paleti Alira, Desa Praikaroku Jingga, Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur dipilih Titiek Kartika sebagai lokasi penelitian. Perbukitan yang memancarkan sinar saat bulan purnama, atau biasa dikenal sebagai bukit emas, merupakan wilayah konflik antara masyarakat setempat dengan korporasi tambang. Perlawanan kontra tambang ini dilakukan oleh seluruh kelompok masyarakat, termasuk kelompok perempuan, dimana peran kelompok perempuan tidak hanya sekadar menguatkan semangat untuk melindungi warisan leluhur dan lingkungan, tetapi juga merumuskan identitas atas pembebasan tubuh serta spiritnya.

Bertujuan untuk menganalisis makna tutur komunitas anti tambang emas pada desa tersebut, Titiek Kartika menggunakan metode etnografi feminis pascakolonial dengan pisau analisis feminis pascakolonial. “Metode ini dapat mengungkapkan banyak hal, mulai dari adanya kelas yang berbeda, yakni hamba dan bangsawan, hubungan kedua kelas tersebut, kekerasan seksual, dan permasalahan kesehatan reproduksi. Tulisan dalam JP100 dikhususkan mengenai kedaulatan pangan”, tutur Titiek Kartika.

Lebih jauh, Titiek megungkapkan bahwa ada keterkaitan antara tambang dan kedaulatan pangan. Ia menjelaskan bahwa keberadaan korporasi tambang di desa tersebut telah mengakibatkan kemerosotan bahan pangan lokal. Hal tersebut membuka peluang bagi pasokan pangan lain untuk memenuhi pasar dan permintaan lokal. Akibatnya keluarga yang biasa berswadaya pangan, kini bergantung pada pasokan pangan pendatang. “Pasar tidak berjalan di daerah tersebut, namun beberapa masyarakat membuka warung. Saya bertanya mengenai kapan adanya warung-warung ini, jawabannya sejak tahun 2016 dan 2017, yang berarti sejak mereka mendapat kesulitan dari aktivitas tambang", tutur Titiek Kartika.

Kemudian, hasil penelitian Titiek menunjukkan bahwa ada inisiatif lokal untuk merebut ruang kelola sumber daya alam. “Mereka tidak pernah menamakan diri sebagai gerakan, namun menggunakan kata-kata ‘protes’ atau ‘melawan’ yang dimulai atas pemikiran kritis perempuan”, jelas Titiek Kartika. Perlawanan ini dimulai atas pemikiran kritis perempuan atau ‘mama-mama’ yang menyadari bahwa korporasi tambang kian memakan ruang kehidupan, juga kesadaran bahwa uang yang dihasilkan dengan bekerja di korporat tidak setimpal dengan kerugian sumber daya alam yang mereka miliki.

Titiek menjelaskan bahwa perasaan akan situasi terpinggir  dan juga tertindas menjadi alasan penguat lain bagi perubahan inisiasi lokal gerakan perempuan. Menurut Titiek, ada beberapa kasus yang menjadi pertimbangan, diantaranya kesadaran akan keberadaan korporasi tambang yang tidak membawa dampak terhadap kehidupan masyarakatnya dimana akses layanan masyarakat seperti klinik dan sekolah tetap sulit. “Perlahan, gerakan perempuan lokal ini menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sebenarnya lebih dari sekadar mengusir korporasi tambang, namun juga mewujudkan transformasi”, jelas Titiek.

Lebih jauh Titiek menganalisa bahwa rumusan identitas masyarakat desa tersebut mirip sekali dengan apa yang disebut kelompok subaltern (Spivak 2008), yakni komunitas yang secara geografi tersembunyi, berkelas semu, “bisu” atau tidak punya akses ruang bersuara, teropresi dari kekuasaan ekonomi sosial dan politik, terlupakan dari ruang publik, dan kelompok yang tidak berkelindan dengan diskursus besar gerakan perempuan untuk isu kritis.  “Yang dimaksud semu ialah, meskipun terdapat dua kelas dalam struktur masyarakat, yakni bangsawan dan hamba, namun keduanya kurang bisa menunjukkan kelas tersebut”, jelas Titiek. Dalam proses penelitian, Titiek menemukan hal menarik lainnya terkait gerakan subaltern perempuan anti tambang, yaitu saat perempuan atau ‘mama’ bangsawan turut mengundang para hambanya dalam Forum Group Discussion (FGD), tidak ada keraguan para hamba untuk berbicara di depan tuannya, bahkan mereka tidak takut untuk berdebat.
​
Titiek menjelaskan bahwa penelitiannya menemukan adanya proses tutur gerakan perempuan yang menjadi HerStory, adanya kesadaran sebagai subyek, adanya framing insiasi lokal, pengoraganisasian, dan gerakan, adanya interkoneksi dengan kekuatan masyarakat sipil lain, kesadaran sebagai agen kemandirian pangan, hingga produksi ruang untuk memperluas akses, publik, dan kesejahteraan. Bagi Titiek pengetahuan dan pengalaman perempuan tersebut telah berkontribusi terhadap pembentukan identitas baru bagi gerakan perempuan di Indonesia. (Nadya Nariswari Nayadheyu)


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa