Syarifah Ema Rahmaniah: Demokrasi Bisa Terwujud Jika Kebijakan Publik Memiliki Perspektif Gender31/3/2017
Kamis, 30 Maret 2017, Jurnal Perempuan bersama Program Studi Antropologi Sosial Universitas Tanjungpura Pontianak menyelenggarakan Pendidikan Publik JP 92 Perempuan dan Kebijakan Publik dengan dukungan dari Ford Foundation. Acara yang diselenggarakan di Aula S2 Universitas Tanjungpura ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dari berbagai kalangan, akademisi, aktivis, dan stakeholder di Kalimantan Barat. Salah satu pembicara dalam diskusi tentang perempuan dan kebijakan publik adalah Dr. Syarifah Ema Rahmaniah yang merupakan Kepala Program Studi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Tanjungpura. Pada diskusi yang dimoderatori oleh Anita Dhewy (Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan) ini, Syarifah menjelaskan mengenai status perempuan dalam parlemen, birokrasi dan pelayanan publik di Kalimantan Barat saat ini. Berdasarkan data, Syarifah menyebutkan jumlah anggota parlemen perempuan hasil pemilu 2014 di Kalimantan Barat belum mencapai 30%, Kabupaten Sekadau adalah wilayah dengan representasi perempuan di parlemen paling sedikit. Sebagai salah satu tim Pokja Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Kalimantan Barat, Syarifah menjelaskan bahwa hak untuk bebas berkeyakinan, bebas berpendapat, bebas dari diskriminasi dan partisipasi politik dalam pengambilan keputusan merupakan faktor penting dalam mengukur IDI. Hal ini sejalan dengan semangat feminisme untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Maka menurut Syarifah kebijakan publik yang diskriminatif pada perempuan akan berpengaruh besar terhadap IDI karena separuh dari penduduk Indonesia adalah perempuan. Berdasarkan data, IDI Kalimantan Barat mengalami penurunan di tahun 2015, peran partai politik dan peran birokrasi Pemda menjadi indikator IDI Kalimantan Barat mengalami penurunan drastis dari tahun sebelumnya. IDI Kalimantan Barat pada tahun 2014 kategori baik kemudian berkurang menjadi kategori sedang 76,40 (turun 4,18 poin) di tahun 2015. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dilihat sebagai ukuran yang dapat membantu untuk melakukan perbaikan-perbaikan di tiap daerah. Dalam konteks Kalimantan Barat, Syarifah menawarkan beberapa upaya untuk meningkatkan IDI Kalimantan Barat yang menurutnya tidak bisa dilepaskan dengan upaya-upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam kebijakan publik. Lembaga legislatif menjadi pintu masuk untuk meningkatkan IDI Kalimantan Barat, sehingga rekomendasi yang diajukan Syarifah terkait kebijakan adalah, 1) Memperbaiki tata kelola internal partai politik yang selama ini masih bias gender, 2) Meningkatkan keterwakilan dan peran perempuan dalam politik dan pemerintahan serta meningkatkan keberpihakan yang adil gender, 3) Memperbaiki kinerja DPRD, 4) Melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Syarifah yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Pengembangan Perdesaan dan Kawasan Perbatasan menegaskan bahwa usulan di atas belum dapat dipenuhi jika pemerintah daerah tidak memiliki strategi yang tepat. Menurutnya perbaikan secara struktural melalui kebijakan juga perlu diiringi dengan implementasi peningkatan kapasitas terhadap sumber daya manusia dan program yang berbasis perdamaian dan pemberdayaan. Pertama, penting untuk memperkuat kapasitas dan Peran kaum muda dan kaum perempuan sebagai penggerak demokrasi dalam segala bidang. Kedua, melakukan Rencana Aksi Daerah (RAD) social recovery yang berbasis perdamaian dan pemberdayaan. Ia memberikan contoh untuk kasus trauma perempuan pasca konflik selama ini respons dan penanganannya belum cukup baik karena masih pada tataran program deteksi dini saja dan belum sampai pada program pemulihan perempuan yang mengalami trauma pasca konflik tersebut. Ketiga, sinergi peran antara akademisi, aktivis, birokrat dan masyarakat. Keempat, melakukan road map/pemetaan bersama antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Meskipun pemerintah pusat telah melakukan pemetaan kemiskinan namun masih terjadi perbedaan dengan fakta di lapangan tentang situasi kemiskinan di masyarakat. Salah satu usulan yang diajukan untuk peningkatan IDI di atas adalah meningkatkan keterwakilan dan peran perempuan dalam politik dan pemerintahan serta meningkatkan keberpihakan yang adil gender. Menurut Syarifah hal ini bisa diwujudkan dengan memberikan pendidikan politik pada perempuan yang bersifat top-down dari tingkat pusat ke daerah. Syarifah menjelaskan bahwa selama ini perempuan masih menganggap politik sebagai sesuatu yang jauh dan tidak penting, karena politik selama ini diidentikkan sebagai wilayah laki-laki, penuh dengan perseteruan dan kekerasan. Padahal menurutnya politik bukan hanya bicara tentang keterwakilan saja, namun segala aspek kehidupan dan bertujuan untuk melakukan pembaharuan di masyarakat. Target dari adanya model pendidikan politik yang berperspektif gender menurutnya bukan hanya menghasilkan wakil rakyat namun juga melahirkan pemilih cerdas dan pemilu berkualitas. Dengan adanya pendidikan politik untuk perempuan ini, diharapkan perempuan dapat berada di posisi pengambilan keputusan di tingkat pusat hingga tingkat desa. Lebih jauh Syarifah mengungkapkan bahwa Gender Analysis Pathway (GAP) dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan publik atau regulasi pemerintah agar dapat memberikan akses, kontrol dan manfaat yang sama bagi perempuan, laki-laki, anak, difabel dll. Melalui lembaga yang didirikannya, Pusat Studi Pengembangan Perdesaan dan Kawasan Perbatasan, Syarifah bersama para mahasiswa membuat program pemberdayaan, yang menurutnya meskipun yang ia lakukan adalah langkah kecil tapi ia berharap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Kalimantan Barat. Beberapa program yang telah dilaksanakan oleh Pusat Studi Pengembangan Perdesaan dan Kawasan Perbatasan antara lain, sekolah kepemimpinan desa, sekolah politik perempuan, sekolah pemilu untuk jurnalis, pelatihan literasi digital dengan gerakan menolak berita bohong dan siar kebencian, dan pelatihan sociopreneur for peace untuk peningkatan ekonomi pemuda yang berbasis perdamaian. Pada bagian terakhir paparannya, Kaprodi Sosiologi Universitas Tanjungpura ini memetakan berbagai persoalan di Kota Pontianak ini terkait isu keterwakilan perempuan dalam politik. Permasalahannya antara lain, masih rendahnya keterlibatan perempuan dalam politik dan pemerintahan bahkan di tingkat desa, masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang politik yang berintegritas, masih rendahnya keberpihakan yang responsif gender, dan peran partai politik yang belum optimal dalam meningkatkan keterwakilan dan keberpihakan yang responsif gender. Persoalan-persoalan di atas menurutnya memengaruhi kebijakan publik yang dihasilkan, sehingga otomatis memengaruhi Indeks Demokrasi Indonesia. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |