Sabtu (27/8) lalu, Jurnal Perempuan mengadakan gathering Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) Talks ke-1. Kesempatan ini menjadi sebuah forum pertemuan antar keluarga Sahabat Jurnal Perempuan yang turut mendukung gerilya pencerahan untuk kesejahterahan. Di antaranya adalah dukungan teori, afeksi, hingga material kepada Jurnal Perempuan (JP) beserta komunitas pemberdayaan yang dihimpun. SJP Talks Gathering Sahabat Jurnal Perempuan juga merupakan kemasan baru dari SJP Gathering yang sebelumnya sempat vakum lantaran terdampak pandemi. Euforia SJP Talks Gathering terasa ceria dan memberi nuansa bersemangat di antara audiens yang hadir. Tampak pula percakapan ringan nan santai yang menampilkan kehangatan komunitas SJP. Sekadar sapaan dan pertanyaan mengenai kabar, menjadi pelipur kerinduan para peserta. Suasana hangat ini mencairkan suasana sebelum acara dimulai. Agenda utama dari acara ini adalah pembahasan tentang implementasi, transparansi, dan solidaritas dalam semangat penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus dengan Antik Bintari, S.I.P., M.T. sebagai narasumber. Acara dimulai dengan sambutan dari Iqraa Runi Aprilia selaku Redaktur Jurnal Perempuan. Setelah menyapa teman-teman yang hadir di ruang Zoom, Iqraa turut menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta yang hadir. Tidak hanya itu, Iqraa juga bertugas sebagai moderator dalam kesempatan kali ini. Kemudian, pemaparan dilanjut oleh Abby Gina Boang Manalu selaku Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan. Abby memaparkan rapor JP dalam kurun 6 bulan terakhir. Selama 6 bulan JP telah menjalankan serangkaian program, diantaranya open access Jurnal Perempuan secara online, serangkaian webinar, diskusi publik dan kolaborasi, kelas KAFFE (Kajian Feminisme dan Filsafat), hingga peluncuran dan pelaksanaan Toety Herarty Scholarship. Abby juga turut menyampaikan terima kasih kepada seluruh SJP yang telah mendukung Jurnal Perempuan dengan semangat pencerahan untuk kesetaraan.
Selanjutnya, Himah Sholihah sebagai narahubung SJP Talks memaparkan secara spesifik tentang peranan dan jangkauan SJP. Sebagai pelanggan rutin Jurnal Perempuan, Sahabat Jurnal Perempuan tidak hanya memberikan dukungan dengan membeli jurnal, tapi juga afeksi dan kekuatan kepada teman-teman dalam komunitas. Sahabat Jurnal Perempuan juga mendapatkan serangkaian keuntungan, seperti Jurnal Perempuan edisi cetak, kesempatan menulis dalam blog Jurnal Perempuan, hingga newsletter JP. Lebih lanjut, Himah memaparkan mengenai sebaran SJP di 30 provinsi di Indonesia hingga 7 negara. Sebanyak 616 SJP terdiri dari akademisi, profesional, hingga pelajar. Angka tersebut memang masih didominasi oleh perempuan sebanyak 525 orang, sedangkan laki-laki berjumlah 91 orang. Kendati demikian, angka ini patut diapresiasi karena komunitas emansipatoris SJP berkembang dalam atmosfer positif. Melalui ruang pertemuan virtual Zoom, kegiatan SJP Talks Gathering Sahabat Jurnal Perempuan menjadi kanal untuk turut memberikan perhatian kepada kasus kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Mengangkat materi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di ruang kampus, Jurnal Perempuan mengundang Antik Bintari selaku narasumber. Antik Bintari merupakan salah satu Sahabat Jurnal Perempuan sekaligus dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad). Pemaparan yang ia berikan merujuk pada fungsi perguruan tinggi berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30 tahun 2021. Berdasarkan rujukan tersebut, sudah semestinya perguruan tinggi menjadi wadah yang aman sekaligus menjadi katalisator perubahan. Kampus juga semestinya menjadi tempat tanpa intoleransi, tanpa perundungan, dan tanpa kekerasan seksual. Ruang akademik kampus seharusnya menaruh sorotanpada pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual. Ironisnya, berdasarkan survei Permendikbudristek pada tahun 2020, terdapat 77% dosen yang menyatakan adanya kejadian kekerasan seksual di lingkungan akademis. Namun sayang sekali tidak banyak yang berani melakukan pelaporan atas kasus-kasus tersebut. Antik Bintari juga menjelaskan banyaknya kewajiban kampus untuk memberikan perhatian lebih pada kasus kekerasan seksual lingkungan kampus. Termasuk dan tidak terbatas pada kekerasan berbasis gender (KBG) yang masih harus digarisbawahi dalam penghapusan kekerasan seksual. Perguruan tinggi harus membuka mata dan turut andil dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual di lingkup kampus. Antik Bintari juga turut menjelaskan kesukaran-kesukaran yang umum dialami oleh korban kekerasan dan pelecehan seksual di kampus, mulai dari penurunan capaian akademis hingga gangguan psikologis. Belum lagi ada intrik dan tekanan relasi kuasa ketika menangani dan mendampingi korban. Kurang tegasnya tindakan yang diambil oleh kampus seolah melupakan kasus kelam. Selebihnya, Antik juga menemukan adanya tindakan represif yang memojokan korban. Pelimpahan kesalahan juga masih tertuju pada korban yang dianggap tidak bisa menjaga diri. Kemudian juga banyak ditemukan penyelesaian secara kekeluargaan terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual lingkungan kampus. Antik Bintari juga berbagi sudut pandang Universitas Padjadjaran (Unpad) dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan serta pelecehan seksual. Peraturan rektor Unpad memuat substansi teknis yang berperspektif korban. Solidaritas perempuan juga terasa dalam peraturan Unpad lantaran posisi rektor diisi oleh perempuan. Perasaan senasib dan sepenanggungan terasa dalam komunitas intra kampus Unpad. Antik juga menjelaskan adanya bantuan dan pendampingan korban di Unpad dari pemangku kebijakan kampus. Setelah pemaparan, berlangsung sesi diskusi antara narasumber dengan SJP yang hadir. Diskusi berjalan dengan antusias dan eksploratif. Terdapat pertanyaan yang mengulik substansi teknis dari (Permendikbudristek) dan peraturan rektor Unpad mengenai kekerasan seksual. Pertanyaan ini disambut hangat dengan penjelasan mendetail oleh narasumber. Kemudian terdapat pula ajakan untuk saling terkoneksi dalam mewujudkan pelopor kampus anti kekerasan seksual. Pada akhirnya terdapat harapan untuk mewujudkan kampus yang responsif gender. Akhir kata, SJP Talks Gathering Sahabat Jurnal Perempuan menjadi sebuah forum yang membuka mata sekaligus mengingatkan pentingnya kekuatan solidaritas dalam pencegahan dan pemberantasan kasus kekerasan seksual dalam lingkup kampus. Solidaritas bersama menjadi faktor penting dalam mendampingi korban sekaligus melawan tekanan dan ancaman dari pihak-pihak tertentu. Tidak hanya itu, solidaritas mampu menjadi kayu bakar yang semakin menyalakan api perjuangan pemberantasan kekerasan seksual. (Rizki Alya) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |