![]() Bertempat di kantor Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) Pontianak, Jurnal Perempuan (JP) menyelenggarakan SJP Gathering, pertemuan para Sahabat Jurnal Perempuan pada Kamis (30/3). Acara yang bertujuan sebagai ajang bertukar pengalaman dan pengetahuan diantara Sahabat Jurnal Perempuan serta menggali masukan dari SJP ini dibuka oleh Direktur YKSPK Ansila Twiseda Mecer selaku puan rumah. Gadis Arivia, Direktur Yayasan Jurnal Perempuan mengungkapkan setiap kali Jurnal Perempuan menyelenggarakan kegiatan pendidikan publik di daerah, maka diupayakan untuk menemui para Sahabat Jurnal Perempuan dan mendengarkan masukan terkait hal-hal yang perlu dilakukan JP untuk membantu permasalahan perempuan yang ada di daerah. Rosita Nengsih dari LKBH Peka Pontianak membagi pengalamannya menangani dan mendampingi kasus pengantin pesanan yang melibatkan perempuan Amoy dari daerah Singkawang. Ia menuturkan praktik pengantin pesanan biasanya terjadi setelah perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Rosita juga banyak menangani kasus trafficking. Selain pendampingan hukum, ia juga menyediakan shelter bagi para korban dan beberapa dari korban datang dalam kondisi hamil. Para korban trafficking dari Malaysia banyak yang mengalami stres dan depresi. Rosita menjalin kerja sama dengan klinik dan rumah sakit untuk menangani korban yang membutuhkan perawatan medis atau melahirkan. Ia berharap persoalan pengantin pesanan dapat dibahas Jurnal Perempuan karena isu tersebut belum pernah diangkat. Sementara Mira Wahyuningtias dan Andreas Fredi dari Link-AR Borneo menceritakan kondisi petani dan buruh petani sawit termasuk perempuan yang berada dalam situasi kerja yang buruk. Mira menuturkan lembaganya mengadakan kegiatan untuk buruh perempuan, namun yang datang hanya sedikit. Setelah ditelusuri ternyata mereka merasa ketakutan, karena jika aktivitas mereka diketahui oleh mandor, mereka bisa dipecat. Di sisi lain sistem plasma-inti yang diberlakukan antara perusahaan dengan petani tidak berjalan. Ganti rugi tanah yang diserahkan ke perusahaan harganya tidak pantas. Alat keselamatan kerja bagi buruh perempuan juga tidak layak sehingga ada diantara mereka yang mengalami gangguan kesehatan. Untuk itu Mira mengungkapkan lembaganya melakukan pendekatan pada masyarakat dan mendorong serta menumbuhkan kepercayaan diri mereka juga membuka pemahaman mereka tentang hak-hak tenaga kerja juga hak perempuan. Hadir juga dalam pertemuan tersebut anggota DPRD Kabupaten Sambas Uray Farida yang menceritakan pengalamannya hingga terpilih menjadi anggota DPRD. Farida awalnya seorang ibu rumah tangga dengan dua anak yang kemudian melanjutkan kuliah. Ia kemudian aktif berorganisasi dengan bergabung di Kosgoro berkat ibu Rosita. Farida juga aktif di PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarkat) yang membuatnya dikenal masyarakat. Ketika mencalonkan diri Farida mengaku tidak memiliki uang karena itu ketika berkampanye ia tidak pernah menjanjikan apapun. Menurutnya perempuan sulit masuk di lembaga legislatif karena perempuan tidak percaya pada perempuan yang lain. Sementara itu, Wakil Bupati Sambas Hairiah yang juga merupakan Sahabat Jurnal Perempuan mengungkapkan pengalamannya sebagai aktivis perempuan menjadi bagian yang tak terpisahkan ketika menjabat sebagai eksekutif. Pengalaman tersebut sangat membantu dirinya dalam menangani persoalan perempuan dan anak. Hairiah mengutarakan pembagian posisi dan peran antara bupati dan wakil bupati yang belum diatur secara jelas membuat peran wakil bupati menjadi kurang optimal karena kewenangannya sangat terbatas. Karena itu Hairiah berharap JP dapat mengangkat masalah pelimpahan wewenang antara bupati dan wakil dalam undang-undang, karena persoalan ini bisa menimbulkan gap jika pembagian peran diantara keduanya tidak jelas. Sehingga pemerintahan yang berkeadilan, menjunjung kesetaraan dan proporsional dapat berjalan. Ia juga mengutarakan perlunya melihat posisi perempuan dalam pemerintahan setelah terpilih, terkait komitmen dan keberpihakannya pada perempuan. Direktur YKSPK Ansila mengaku mulai membaca JP sejak tahun 2005 dan JP ikut membentuk perspektifnya. Ia menuturkan sejak 1,5 tahun terakhir lembaganya fokus melakukan pendampingan di Sanggau. Banyak permasalahan yang dihadapi perempuan di Sanggau yang merupakan masyarakat Dayak Iban dan Dayak Banuaka. Mereka menjadi buruh perkebunan sawit, baik laki-laki maupun perempuan. Perempuan mengalami kondisi paling berat karena selain menjadi buruh di perkebunan sawit, mereka juga berladang dan mengurusi pekerjaan rumah. Kondisi air terbatas dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) belum ada. Selain hak kelola tanah yang menjadi persoalan, masalah pernikahan anak juga tinggi. Faktor ekonomi ikut memengaruhi pendidikan mengingat fasilitas sekolah yang tersedia di sana hanya sampai sekolah dasar. Untuk melanjutkan ke SMP harus keluar daerah. Ansila mengungkapkan persoalan tanah belum pernah dibahas JP untuk itu ia berharap ke depan isu tersebut dapat diangkat. Dari proses pendampingan yang dilakukannya selama satu tahun, ia merasa perlu membuat kurikulum yang lebih terstruktur agar akses perempuan pada pengambilan keputusan dan keterlibatan dalam musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) dapat meningkat. Ia juga berencana menerjemahkan JP ke dalam format yang lebih sederhana dalam bentuk modul. Paparan Ansila menutup acara dan kegiatan pada sore hari itu diakhiri dengan makan malam bersama. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
February 2025
Categories |