Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Siti Musdah Mulia: Dalam Institusi Agama Perempuan Diabaikan

6/3/2015

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
“Agama dan perempuan tidak pernah bersahabat meskipun perempuan adalah pihak yang seringkali paling menjaga kemurnian dan perintah agama”. Kalimat ini membuka paparan Siti Musdah Mulia dalam Konferensi “Agama, Tradisi dan Hak & Status Perempuan di Indonesia” yang diadakan Jurnal Perempuan dan Kedutaan Kanada pada Kamis, 5 Maret 2015 di Jakarta. Musdah yang merupakan ketua Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menambahkan Islam membawa perubahan dalam masyarakat yaitu memperkenalkan perayaan kelahiran bagi anak perempuan. Tradisi ini yang dikenal dengan hukum Akikah (perayaan sebagai bentuk ungkapan syukur dan kebahagiaan atas lahirnya hidup baru di dunia), awalnya hanya dijalankan untuk anak lelaki pada masa pra-Islam (jahiliyah). Ketika Islam masuk, tradisi Akikah kemudian dilaksanakan bagi bayi-bayi perempuan yang awalnya dianggap sebagai beban bagi sebuah keluarga. Sayangnya patriarki bertumbuh dengan sangat kuat. Anggapan bahwa perempuan adalah beban masih sering melekat dalam keluarga-keluarga yang melestarikan nilai-nilai tradisi yang salah. Oleh karena itulah pernikahan anak, salah satu akibat dari anggapan tersebut, banyak dilaksanakan untuk “membebaskan” keluarga yang bersangkutan dari anak perempuannya. Padahal perkawinan anak ini yang menyebabkan traffiking, AKI, HIV/AIDS, dan sebagainya.

Musdah menceritakan bahwa salah satu anak didiknya pernah dinikahkan oleh orang tuanya walaupun saat ijab kabul dilakukan, yang bersangkutan tidak berada di lokasi ijab kabul. Ketika ia pulang ke kampung, ia mendapati ada lelaki asing di dalam kamarnya yang dinyatakan oleh ayahnya sebagai suami dari mahasisiwi tersebut. Di sinilah ijab kabul dimaknai secara keliru. Dalam prosesnya, ijab kabul biasanya dilaksanakan oleh penghulu dan wali sebagai partisipan aktif. Kedua posisi ini diisi oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Di sisi lain, perempuan hanyalah berperan pasif. Padahal ijab kabul sebenarnya adalah sebuah kontrak yang seharusnya diikuti dan disepakati oleh hanya kedua pihak yang akan mengikatkan diri pada satu sama lain yakni mempelai perempuan dan mempelai laki-laki. Sayangnya persoalan ini tak diatur dalam agama Islam. Posisi perempuan dalam pernikahan bahkan diatur dalam undang-undang sebagai posisi subordinat. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga, yang seringkali diartikan sebagai penguasa ataupun yang memiliki hak untuk memerintah sementara perempuan sebagai ibu rumah tangga. Hal lain dalam prosesi pernikahan yang timpang secara gender adalah ketika perempuan seringkali di-setting terlihat “mengenaskan”, bersimbah air mata sembari memohon ampun pada orang tua sementara pihak mempelai lelaki hanya berperan seadanya, tidak turut dalam adegan dramatis semacam itu. Jadi, seharusnya kita mulai memisahkan antara agama dan tradisi dalam suatu prosesi pernikahan meskipun pada kenyataannya nilai-nilai tradisi masih lebih kuat ketimbang agama.

Menurut perempuan yang menjadi dosen pascasarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, selama ia mendalami Alquran, ia tidak pernah menemukan ayat yang memerintahkan perempuan untuk taat kepada suami mereka. Kata “taat” dilanggengkan oleh masyarakat dalam prosesi pernikahan yang pada akhirnya dimaksudkan untuk menanamkan pada pihak istri bahwa istri harus patuh sepenuhnya pada suami mereka. Musdah menyatakan bahwa ia hanya menemukan perintah bagi lelaki dan perempuan untuk menaati Allah dalam Alquran. Dengan menaati Allah berarti sudah sepantasnya seorang istri menghormati suaminya dan begitu pula sebaliknya. Lembaga pernikahan di Indonesia yang sarat akan nilai-nilai patriarki dapat terlihat melalui contoh sederhana. Para perempuan yang sudah menikah umumnya disibukkan dengan tanggung jawab akan segala kebutuhan suami dan anak-anak mereka sementara seringkali kebutuhannya sebagai perempuan sekaligus manusia terlupakan. Tekanan pada perempuan tak hanya berhenti dalam lingkup keluarga. Masyarakat seolah turut berperan aktif menekan perempuan. Seringkali perempuan harus bertahan dalam suatu pernikahan meskipun pernikahan tersebut tidak membawa kebahagiaan baginya. Persepsi masyarakatlah yang membuat mereka harus mengambil keputusan tersebut. Kita semua sebagai manusia dilimpahi sebuah tanggung jawab untuk bertransformasi, memeriksa diri, tidak statis dan memanusiakan manusia. Dalam Islam, visi dan misi kita seharusnya sudah jelas. Ketidakadilan adalah hal yang harus dilawan. Inilah jihad. (Johanna G.S.D. Poerba)


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa