Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Siaran Pers HPI Jaringan Solo: "Darurat Kekerasan Seksual: Berani, Bersuara, Lawan!”

9/3/2015

 
Setiap hari, ada 20 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Dan setiap 3 jam, setidaknya ada 2 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Inilah mengapa kita sebut “Darurat Kekerasan Seksual”. Perempuan dan anak terancam, Negara lambat bertindak.

Kasus kekerasan seksual sudah ada di dekat kita, bahkan mengancam kita! Kita mendengar, melihat, menangani, bahkan ada yang sudah menjadi korban. Berderet kasus kekerasan seksual telah terjadi di bumi pertiwi. Kasus pernikahan anak di bawah umur oleh Pujiono di Semarang, kasus pernikahan siri oleh Bupati Garut, kasus pelecehan seksual oleh Gubernur Riau, kasus KDRT oleh Wakil Walikota Magelang, kasus kekerasan seksual di Jakarta International School, kasus pedofilia oleh Emon Sukabumi, kasus trafiking dan kekerasan seksual yang indikasi tersangkanya adalah Raja Solo PB XIII Hangabehi, serta sederet kasus kekerasan seksual lainnya yang tidak terekspose oleh publik. Seperti fenomena gunung es, fakta dan bentuk yang sesungguhnya jauh lebih besar dan beragam, namun banyak korban belum berani melapor. Di Negeri Indonesia tercinta ini, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak belum menjadi perhatian serius. Dari tahun ke tahun, makin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini tercermin dari fakta-fakta yang dihimpun oleh Komnas Perempuan. Komnas Perempuan mencatat bahwa dalam waktu tiga belas tahun terakhir, kasus kekerasan seksual berjumlah 93.960 kasus dari total 400.939 kasus kekerasan yang dilaporkan (Januari 2013). Artinya, setiap hari ada 20 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Disebutkan lebih lanjut bahwa pada tahun 2013 kasus kekerasan seksual bertambah menjadi 5.629 kasus dari 4.336 kasus di tahun 2012. Ini artinya setiap 3 jam setidaknya ada 2 perempuan menjadi korban kekerasan Seksual (berdasarkan data Komnas Perempuan).

Kekerasan terhadap anak juga mengalami peningkatan. Komnas Perlindungan Anak menyebut Indonesia gawat darurat. Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas PA, mengatakan meski Indonesia sudah meratifikasi konvensi hak anak dari PBB selama 24 tahun, kekerasan anak terus meningkat. Laporan soal kekerasan anak pada Januari-September 2014 mencapai 2.726 kasus.

Kasus-kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak tersebut terjadi di dalam rumah/keluarga, tempat kerja, institusi pendidikan, transportasi publik, dan dalam berbagai konteks seperti konflik, migrasi, kekerasan atas nama agama, moralitas, dan budaya. Sedangkan pelakunya adalah pihak yang memiliki hubungan darah dan kekerabatan dengan korban (ayah, kakak, adik, paman, kakek), perkawinan (suami) dan relasi intim (pacaran), maupun pejabat publik (TNI/POLRI, bupati, gubernur, bahkan raja).

Dalam kasus-kasus dimana pejabat publik menjadi pelaku kekerasan seksual, proses hukumnya menjadi lebih sulit bagi korban. Di Solo Raya, aparat penegak hukum terkesan lamban dalam menangani kasus kekerasan seksual yang indikasi pelakunya adalah Raja Solo. Polres Sukoharjo belum memiliki terobosan untuk bisa berhasil memeriksa Raja Solo. Raja Solo selalu beralasan sakit setiap ada pemanggilan pemeriksaan dari kepolisian, namun mendadak sehat dan mampu bersuara lantang saat bicara kompensasi uang untuk pasar sementara bagi para pedagang Pasar Klewer.

 Di tengah keprihatinan pada angka kekerasan seksual yang tinggi, kami menangkap kelambatan dan ketidakseriusan aparat negara dalam menyelesaikan setiap kasus kekerasan seksual yang ada. Tidak sedikit pihak aparat yang justru menyalahkan dan menghakimi perempuan korban, bahkan menjadikannya sebagai lelucon. Pernyataan dan sikap tersebut menempatkan korban kembali menjadi korban (reviktimisasi), dan menyebabkan rasa sakit tak terperihkan bagi korban, keluarga korban, komunitas, dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Perilaku ini juga menyebabkan putusan pengadilan yang beragam dan mengerdilkan rasa keadilan korban. Ketiadaan payung hukum yang mumpuni juga menyebabkan sejumlah kasus tidak diproses karena dipandang tidak memiliki bukti yang cukup. Sebaliknya, justru bermunculan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan yang berangkat dari penilaian yang menghakimi moralitas perempuan dalam persoalan kekerasan seksual.

Terkait dengan situasi darurat ini, maka dalam momentum Hari Perempuan Internasional, kami dari Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Solo Raya (JPPAS) yang terdiri dari berbagai lembaga masyarakat sipil (SPEKHAM, YAPHI, ATMA LSK Bina Bakat, YKPS, Ekasita, Gergatin, LK3, Pertuni, WKRI Cabang Surakarta, dan Jejer Wadon) beserta masyarakat dampingannya menuntut 3 hal:

1. Usut tuntas kasus kekerasan seksual yang dilakukan Raja Solo, berikan hukuman yang berat pada setiap pelaku kekerasan seksual.
2. Lindungi perempuan dan anak, berikan hak dan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
3. Segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, akhiri impunitas (kekebalan) pelaku kekerasan seksual.

Kekekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan. Hentikan kekerasan seksual sekarang juga. 
Berani, Bersuara, Lawan!
Surakarta, 7 Maret 2015

Koordinator Umum Hari Perempuan Internasional Solo Raya
Endang Listiani (Eliest - 08156720819)


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa