Femina bersama P&G mengadakan acara Indonesian Women’s Forum pada 8-9 November 2018 yang bertempat di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Acara tersebut memiliki beberapa agenda seperti konferensi, kelas master, dan pameran. Pada hari Jumat (9/11) terselenggara konferensi yang berjudul “Siapa Bilang Gak bisa” yang menghadirkan Anggun Cipta Sasmi (Penyanyi), Silvia Halim (Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta), Najwa Shihab (Jurnalis dan Pendiri Narasi TV), Devi Asmarani (Co-Founder Magdalene) sebagai pembicara dan Petty S. Fatimah (Pemimpin Redaksi Majalah Femina) sebagai moderator. Pada acara tersebut Anggun Cipta Sasmi mengungkapkan bahwa perempuan perlu memiliki keberanian. Ia merasa beruntung memilih mengejar cita-citanya di usia yang masih belia yakni 20 tahun. “Usia 20 tahun ego saya masih tinggi, tetapi saya mempergunakan itu untuk mengejar cita-cita saya dan jika diingat saya merasa beruntung karena saat itu saya membuat keputusan”, tutur Anggun. Namun menurut Anggun ada yang berbeda ketika ia sudah memiliki anak. Baginya, perempuan yang mengejar cita-cita memang harus mengorbankan waktu untuk keluarga. Anggun mengaku bahwa selama 11 tahun anaknya lahir, Anggun empat kali absen pada ulang tahun anaknya. “Uniknya, mengapa jika seorang ayah absen pada ulang tahun anaknya itu menjadi hal biasa, sedangkan jika ibunya yang absen itu menjadi hal yang luar biasa buruk”, tegas Anggun. Selain itu Silvia Halim menyampaikan pendapatnya tentang peran perempuan pekerja. Silvia mengakui bahwa perempuan khususnya di dunia teknik mengalami diskriminasi kerja. Diskriminasi tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa teknik adalah zona yang sangat maskulin, sehingga ada anggapan perempuan tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut. Silvia mengaku awalnya ia bekerja di Singapura untuk bidang infrastruktur, pekerjaan cukup menjanjikan dari segi materi. Akan tetapi, penawaran datang dari Basuki Tjahaja Purnama (Mantan Gubernur DKI Jakarta) untuk membangun Jakarta. “Desember 2015 pak Basuki menemui profesional muda Indonesia, ia memberikan dialog dan mengajak kami para profesional muda untuk pulang dan membangun Indonesia”, tutur Silvia. Bagi Silvia tak mudah menjadi perempuan yang bekerja di dunia teknik. Akan tetapi, ia selalu memiliki tekat bahwa perempuan juga harus duduk di depan meja bersama para petinggi yang kebanyakan laki-laki. Sementara itu Najwa Shihab ikut serta menceritakan kegelisahannya dalam menentukan masa depan untuk dirinya sendiri. Bagi Najwa tidak mudah melepaskan perusahaan yang selama 17 tahun sudah ia tinggali. “Kadang saya menangis di depan suami saya sambil bertanya apakah pantas saya membuang semua yang sudah saya bangun sampai sejauh ini, tetapi saya mencoba pahami bahwa keputusan tidak akan menemukan waktu yang tepat, jadi saya hanya memutuskan dengan keberanian untuk membangun Narasi TV dan saya senang melakukan hal itu”, tutur Najwa. Kemudian, Devi Asmarani juga menyampaikan pengalamannya sebagai jurnalis. Menurut Devi pengalamannya sebagai jurnalis di The Jakarta Post membawanya berkeinginan untuk membangun perusahaan berita. Namun keterbatasan dana membuatnya membangun perusahaan berita berbasis web. “Saat itu saya tidak punya modal yang besar, akhirnya kami membuat Magdalene berbasis web yang simple”, Devi menjelaskan. Ia mengakui bahwa belum banyak media yang secara khusus membahas perempuan. Oleh karena itu, Magdalene berupaya membangun media yang ramah terhadap narasi dan perspektif perempuan. Sebab media mainstream seringkali membisukan narasi perempuan. (Iqraa Runi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |