Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

​Samsidar: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Menjawab Kebutuhan Korban

24/5/2016

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
Sistem hukum Indonesia belum secara sistematis dan menyeluruh mampu mencegah, melindungi, memberdayakan dan memulihkan korban serta menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk menghapuskan kekerasan seksual. Pernyataan ini diungkapkan Samsidar, Ketua Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan saat menjadi pembicara dalam acara Pendidikan Publik tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diselenggarakan oleh Yayasan Jurnal Perempuan bersama Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Syiah Kuala, Fakultas Hukum bagian Humas Universitas Syiah Kuala dan Aceh Women’s for Peace Foundation (AWPF) di Gedung AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada Senin (23/5).
 
Lebih jauh Samsidar mengungkapkan fakta hukum yang ada saat ini memperlihatkan bahwa KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mengenal pemerkosaan, namun terbatas pada penetrasi penis ke vagina, dan prosedur pembuktiannya sebagaimana diatur di Kitab Hukum Acara Pidana masih membebani korban. Sementara pelecehan seksual tidak dikenali sehingga kasus diusut dengan pasal tentang perlakuan tidak menyenangkan. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, pasal ini dinyatakan tidak diberlakukan lagi. Hal lain bahwa eksploitasi seksual diatur dengan keliru dalam UU Pornografi. Dalam penjelasan tidak ada informasi lebih lanjut tentang apa yang dimaksudkan dengan eksploitasi seksual. Pada Pasal 4, eksploitasi seksual direkatkan dengan memamerkan aktivitas seksual. Pemaknaan serupa tampak pada Pasal 8 dan Pasal 10. Akibatnya, UU Pornografi tidak lagi menempatkan pornografi sebagai bentuk kejahatan eksploitasi seksual melainkan lebih pada kerangka moralitas yang berujung pada kontrol seksual perempuan.
 
Samsidar juga mengungkapkan bahwa penyiksaan dan perbudakan seksual tidak dikenal dalam hukum pidana umum, melainkan hanya dalam hukum pidana khusus dalam konteks genosida dan kejahatan kemanusiaan sesuai dengan UU Pengadilan HAM. Akibatnya, penyiksaan seksual yang berulang kali terjadi, misalnya pemerkosaan terhadap tahanan perempuan, tidak ditangani dengan serius dan sistematik. Sedang untuk level daerah sejumlah daerah mengatur tentang larangan prostitusi yang justru mengriminalkan perempuan korban eksploitasi seksual dan perdagangan orang. Sejumlah peraturan daerah juga memuat hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia dan bernuansa seksual. Aturan yang diskriminatif serupa ini belum ada yang dibatalkan. Sementara itu menurut Samsidar sejumlah regulasi yang bersifat khusus yang telah ada saat ini, seperti UU Penghapusan KDRT, UU Perlindungan Anak dan UU Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang telah mengatur tentang kekerasan seksual lebih luas dari KUHP. Akan tetapi UU tersebut tidak bisa digunakan untuk melindungi korban kekerasan seksual di luar ruang lingkup yang dimaksud oleh ketiga UU yang bersifat khusus tersebut.
 
Lebih lanjut Samsidar menjelaskan bahwa UU Hukum Pidana maupun UU Kesehatan menekankan pada larangan aborsi tanpa melihat konteks pemaksaan aborsi. Akibatnya, dalam tindak aborsi, serta-merta perempuan menjadi pihak yang dipidanakan. Ia juga menyoroti revisi Kitab Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang berjalan lambat dan seolah kehilangan arah. Situasi ini ditunjukkan dengan sejumlah diskusi yang mengarah pada penempatan isu kekerasan seksual sebagai persoalan susila/kesopanan dan dalam kerangka moralitas. Berbagai situasi tersebut menurut Samsidar menunjukkan bahwa gagasan adanya UU khusus yang mengatur tentang kekerasan seksual perlu menjadi prioritas.
 
Samsidar mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menawarkan terobosan sekaligus berpihak pada korban.  Hal ini dapat dilihat antara lain dari ruang lingkup yang diatur yang mencakup pemahaman bahwa pertama penghapusan kekerasan seksual melipui pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban serta penindakan pelaku. Kedua penghapusan kekerasan merupakan kewajiban negara dan ketiga kewajiban negara diselenggarakan dengan melibatkan keluarga, komunitas, organisasi masyarakat dan korporasi. Sementara terkait alat bukti Samsidar menyatakan bahwa keterangan seorang saksi korban harus dianggap cukup untuk membuktikan terjadinya peristiwa kekerasan yang didakwakan terhadap  terdakwa  apabila disertai dengan satu alat bukti lainnya. (Anita Dhewy)



Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024