Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Saifuddin Hafiz: Sebagai Seorang Pelaku, Dewi Mampu Menghidupkan Lukisannya

26/3/2015

 
PictureDok. Astuti Parengkuh
Kesenian apapun bentuk perannya mampu menyelesaikan makna. Keterlibatan Dewi Candraningrum dalam seni rupa adalah kebetulan. Tidak  ada aturan “saklek” seseorang untuk berkesenian, jika bisa dikatakan 1persen adalah konsistensi dan 99 persen  ada dalam banyak pendidikan, persoalannya berbeda ketika kita menoleh pada peran Dewi Candraningrum, Hal itu yang menjadi perhatian perupa Solo Saifuddin Hafiz.  “Satu sisi dia adalah seorang ibu, dan satu sisi dia seorang pelaku. Dari lelaku dia mendapat pengalaman ide yang merupakan bukti empiris. Keterlibatan Dewi sebagai aktivis adalah sumber gagasan”, tutur perupa yang juga dikenal sebagai aktivis saat menjadi pembicara dalam diskusi dalam acara “Artist Talk” Womb Document Dewi Candranigrum. Acara yang dipandu oleh Shinta Maharani dihadiri sekitar 50 peserta terdiri dari akademisi, perupa, aktivis dan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta berlangsung pada Selasa (24/3/2015) di Sangkring Art Space, Bantul Yogyakarta.   

Saifuddin Hafiz juga menambahkan jika dirinya lebih cenderung memerhatiakan kepada esensi karya. “Ibaratkan seperti Wiji Thukul dalam karya-karyanya, karya Dewi berupa kegelisahan dan kemarahan. Contoh penggambaran tokoh Gerwani dalam lukisannya bukan sebentuk perjuangan, tetapi apa yang ada dibalik guratan-guratan. Ini adalah catatan hidup” jelas Saifuddin Hafiz.

BJD Gayatri, seorang feminis yang juga menjadi pembicara menganalisis tentang warna yang dipilih dalam lukisan-lukisan Dewi Candraningrum. “Warna-warna yang saya lihat identik dengan sifat extrovert dan warna menggambarkan emosi. Lukisan bisa juga dipakai sebagai terapi. Saya melihat bagaimana Dewi bisa meraba survivor terhadap perasaan yang dialaminya. Lihatlah, mereka tidak simetris. Warna ‘blontang-blonteng’ adalah ekspresi yang galak, marah tetapi kosong. Bukan sekadar sapuan, ada kadar emosi yang bisa saya tangkap melalui warna. Dan apa yang direkam oleh Dewi adalah keberpihakan”, ujarnya. Aktivis yang pernah menjadi kurator di Biennale tahun 1996 itu juga mengatakan bahwa karya-karya yang dipamerkan sejak 13 Maret lalu 2015 semacam retropeksi atas diri Dewi Candraningrum.

Ratna Noviani (Dosen UGM dan Dewan Etik AJI) menjelaskan bahwa lukisan Dewi menarasikan tentang subyek-subyek perempuan yang selama ini tidak berada dalam "space of representation", sebagai (P)erempuan. Subyek-subyek yang ada di margin narasi "the master" selama ini berada di ruang "space off" (pinggiran). Perempuan yang berada dalam "space of representation" adalah "the Woman"
--dengan W besar, yang merupakan subyek ideal yang diimajinasikan & menjadi fantasi laki-laki. Dalam lukisannya, Dewi bisa "moving back and forth", mencoba melihat di "space of representation" tersebut. Hal ini membantu melihat bagaimana perempuan diposisikan dalam wacana dominan, tetapi juga perempuan dalam wacana pinggiran untuk melihat dan mendengar suara-suara yang ada di "space off". Untuk kemudian membawa suara mereka ke dalam ruang representasi.

Dewi Candraningrum menanggapi bahwa dirinya sudah lama terjun dalam narasi verbal, sedang pada narasi visual baru saja dilakukan sejak Juli 2012. “Jika sedang melukis, karena anak saya autis mendekat itu artinya takdir melukis saya selesai. Saya tidak ingin memiliki kesanggupan untuk bertanggung jawab secara akademik. Ketika saya sedang menulis maka saya pesimis. Berbeda ketika bertemu dengan korban maka ada perasaan riang dan ini tanggung jawab estetika. Ketika saya hanya menulis itu saya kurang bertanggung jawab”, ungkap Dewi.

Guntur, seorang peserta diskusi memberi pernyataan bahwa lukisan-lukisan yang dipamerkan adalah perjalanan Dewi Candraningrum untuk keluar dari ‘penjara’. “Dewi sangat detail. Dan ini bagian dari katarsis, ungkapan yang tak tertuang dalam narasi verbal”. Putu Sutawijaya, pemilik Sangkring Art yang aktif mengikuti acara diskusi hingga selesai dan turut menanggapi bagaimana karya-karya Dewi Candraningrum bisa lolos dari perhitungannya dan bagaimana kurator Kris Budiman ‘menemukan’ Dewi Candraningrum. Dia mengatakan bahwa ruangan pameran yang sudah ada sejak 8 tahun lalu pernah diapresiasi oleh majalah TIME. Menurutnya justru media lokal tidak pernah menganggap. Pihaknya pernah menyediakan fasilitas diskusi yang bisa dikatakan sebagai kantong-kantong kebudayaan, namun kini surut. “Saya suka karena berbagi ruang”, ujar perupa yang karya-karyanya pernah dipamerkan diberbagai kota di Indonesia. (Astuti Parengkuh)



Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa