Filsafat dan Arogansi, itulah judul kuliah umum yang diselenggarakan oleh Departemen Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia hari Kamis (18/9) yang bertempat di Auditorium Gedung I FIB UI. Dengan pembicara Rocky Gerung, dosen Filsafat FIB UI dan dimoderatori oleh Gadis Arivia, dosen Filsafat FIB UI sekaligus Pendiri Jurnal Perempuan, kuliah umum ini berusaha mencari kaitan antara wilayah filsafat dan wilayah arogansi. Rocky Gerung mengatakan bahwa filsafat tidak mungkin arogan. Sejak awal filsafat merupakan pertengkaran pikiran dengan alat dialektika dan logika. Eksploitasi dari arogansi di dalam wilayah filsafat akan menyebabkan pikiran terhenti. Filsafat yang dibicarakan di sini bukan filsafat sebagai bidang studi. Filsafat adalah intervensi manusia terhadap establishment. Musuh bebuyutan filsafat adalah finalitas. Proposisi utama filsafat adalah menghubungkan kontrafinalitas sebagai upaya membuka percakapan rasional dan sosial. Misalnya dalam hal local wisdom yang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menikmati rasionalitas karena watak perempuan adalah emosionalitas. Pikiran seperti itu kemudian dibakukan melalui code of conduct di dalam masyarakat tradisional. Arogansi yang dipelihara seolah-olah dipelihara oleh kode-kode kebudayaan yang di dalamnya tersimpan relasi kuasa. Di situlah filsafat berfungsi untuk menginterupsi. Arogansi yang dibicarakan bukan tentang watak, namun adalah kekurangan pikiran yang diasuransikan pada kekuasaan. Lebih lanjut Rocky mengatakan salah satu hal yang menyuburkan arogansi adalah conspiracy of silence. Hal itu juga ditemukan di universitas. Ukuran bagi universitas adalah memproduksi gelar sebanyak-banyaknya, bukan memproduksi pikiran. Di situlah kesalahan desain akademis kita dan filsafat menyediakan diri sebagai melting pot. Filsafat merupakan upaya sadar untuk menginterupsi arogansi ilmu pengetahuan. Pada akhirnya, selama kultur arogansi bekerja sama dengan kultur diam, maka pikiran tidak mungkin berkembang. Gadis Arivia melanjutkan pembicaraan dengan memunculkan Hannah Arendt yang pada tahun 1973 membunyikan teori serupa. Alasan terjadinya pembunuhan oleh Nazi secara besar-besaran adalah karena lack of thinking. Adanya aktivitas berpikir yang macet. Menghubungkan arogansi dan filsafat masuk kepada hal yang penting sekali, yaitu arrogance of judgment. Persoalan arogansi kemudian masuk ke wilayah etis. Kultur diam membuat kita jadi malas berpikir dan malas mengkritik. Menjadi irresponsible. (Lola Loveita) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |