Kamis, 8 Maret 2018, Yayasan Jurnal Perempuan bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyelenggarakan Pendidikan Publik JP 96 Feminisme dan Cinta sekaligus Perayaan Hari Perempuan Internasional 2018 dengan dukungan Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor-Leste dan Ford Foundation di Gedung Dewi Sartika, UNJ. Acara ini merupakan rangkaian Perayaan Hari Perempuan Internasional 2018 Jurnal Perempuan—yang sebelumnya telah diselenggarakan pada tanggal 1 Maret di Universitas Hasanuddin Makassar. Pada pendidikan Publik acara ini, panitia menghadirkan Robertus Robet (Dosen Sosiologi UNJ) sebagai salah satu pembicara. Robet memaparkan perihal cinta dalam perspektif sosiologi yang feminis. Robet mengawali paparannya dengan menjelaskan tiga jenis cinta dalam tradisi Yunani Klasik yaitu eros, phillia dan agape. “Eros adalah cinta yang berbasis pada ego, ia diarahkan pada orang lain, namun diperuntukkan bagi kepuasaan diri, philia adalah cinta persahabatan, cinta yang tumbuh dari relasi antar manusia satu sama lain, agape adalah wujud cinta yang paling tinggi, cinta yang hanya memberi tanpa berharap kembali”, tutur Robet. Robet menjelaskan bahwa cinta adalah gejala yang bersifat universal namun dialami secara partikular, artinya semua orang mengalami cinta namun pengalaman cinta setiap orang bersifat singular, khusus. “Cinta menjadi umum karena dialami banyak orang, tapi bagi orang yang mengalami cinta, itulah keunikan cinta, ia universal sekaligus partikular”, tutur Robet. Lebih jauh Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta ini menjelaskan pemikiran Freud tentang cinta yaitu sebagai insting libidinal dan menghasilkan daya kreasi kehidupan. Ada dua jenis daya dorong dalam hidup manusia yaitu eros dan panatos. Cinta berada dalam eros, daya dorong kehidupan yang memungkinkan manusia mengkreasikan diri sehingga dengan demikian ia melihat kebersamaannya dengan orang lain sebagai kesatuan. Sedangkan panatos adalah kehendak untuk mati yang terwujud dalam berbagai bentuk seperti kekerasan, kengerian, horor, agresi dan lainnya. Robet menjelaskan bahwa hidup manusia adalah getaran antara eros dan panatos, antara cinta dan kematian. “Cinta memiliki insting libidinal namun ia juga memiliki fungsi kreasi kehidupan”, ungkap Robet. Merujuk pada pemikiran Jacques Lacan, Robet menjelaskan bahwa ada gejala lain dari cinta yaitu narsistik, yang artinya individu mencintai dirinya dalam diri orang lain. Maka cinta dalam definisi Lacan adalah lambang miss recognition karena menunjukkan bahwa ada lackness dalam diri individu yang harus ditutupinya dengan orang lain, dengan orang yang dicintainya. “Itulah mengapa cinta dalam relasi romantik identik denganjatuh hati, patah hati, galau, gelisah, resah, bunuh diri, putus cinta, bahkan untuk cinta kita sebut jatuh cinta, maka cinta ada peristiwa kejatuhan eksistensial bukan kebebasan eksistensial" jelas Robet. Menurutnya dalam definisi Lacan yang demikian, individu yang sedang mengalami cinta adalah individu yang sedang menjadikan orang yang dicintainya sebagai objek pengharapan rasa dan pada saat itulah mekanisme lackness being bekerja. Lebih jauh, Robet menjelaskan bahwa menurut Lacan cinta bisa hadir sebagai cinta yang narsistik jika ia muncul dalam bahasa. Cinta yang awalnya fantasi imajiner tidak cukup sehingga cinta perlu masuk dalam registrasi bahasa. “Cinta tumbuh dalam rezim bahasa, tanpa rezim bahasa tak mungkin ada cinta”, tutur Robet. Menurut Robet, Freud dan Lacan tidak mampu menjelaskan jenis “cinta yang lain” yang berasal dari kebaikan, yaitu cinta di mana individu rela mengorbankan diri tanpa keinginan dan hasrat diri. Untuk menjawab hal tersebut, Robet kemudian menjelaskan pemikiran Julia Kristeva tentang tubuh ibu (maternal body) yang tidak pernah disebut Freud dan Lacan. Julia Kristeva mengajukan satu konsep yaitu abjeksi sebagai syarat individu menjadi “individu”. Abjeksi adalah ketika individu (seorang anak) melihat tubuhnya terpisah dari tubuh ibu, maka abjeksi adalah syarat otonomi diri. Menurut Robet dari pemikiran Kristeva ada nuansa baru yang hadir yaitu peran tubuh ibu dalam pembentukan individu. Namun menurut Robet Kristeva luput menjelaskan muasal individu mengenal cinta. Robet menyimpulkan bahwa abjeksi hanya mungkin terjadi apabila ada kehendak dari ibu—yang tak pernah disebut dalam psikoanalisa Freud, Lacan, dan Kristeva. “Individu hanya bisa menjadi individu, anak akan menjadi anak, apabila ada kehendak ibu untuk memelihara kehidupan, will to live, cinta primordial agape berasal dari sini”, tutur Robet. Sehingga menurutnya pada mulanya adalah cinta ibu. “Cinta hanya mungkin disebut sebagai cinta apabila didahului secara primordial dengan kehendak hidup dari tubuh ibu, abjeksi menendang dari tubuh ibu hanya mungkin terjadi apabila ada kehendak hidup, yang pertama-tama menendang bukanlah si bayi, yang menendang kita keluar sebagai subjek adalah maternal body”, tutup Robet. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |