Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Rapat Pleno Penetapan Draf Awal RUU PKS: Baleg DPR RI Mengusulkan Perubahan Nama jadi RUU TPKS

1/9/2021

 
Picture
​Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah bergulir sejak tahun 2016 silam, tapi belum menemui titik terang. Di tahun 2021 ini, akhirnya RUU PKS termasuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional) prioritas. Oleh karena itu, pembahasan untuk menetapkan draf finalnya masih terus berjalan.
Badan Legislatif  Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) menyelenggarakan rapat pleno penyusunan RUU PKS pada Senin (30/8).  Agenda utama kegiatan ini adalah mendengar paparan tim ahli terkait draf awal RUU PKS, yang terdiri dari 11 bab dan 40 pasal. Sebelumnya, DPR RI telah melakukan lima kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas draf awal tersebut.  Rapat tersebut terbuka untuk umum dan dapat diakses di kanal YouTube resmi DPR .
​
​
Rapat pleno dipimpin oleh Willy Aditya selaku Wakil Ketua Baleg DPR RI. Sementara paparan draf dilakukan oleh Sabari Barus selaku perwakilan tim ahli Baleg DPR RI. Barus menuturkan RUU PKS penting untuk segera disahkan alasannya karena kekerasan seksual mengganggu rasa aman serta menyebabkan penderitaan fisik dan psikis yang luar biasa bagi korban. Setelah dilakukan pengkajian mendalam, ia bersama tim ahli Baleg DPR RI mengajukan pergantian nama dari RUU PKS menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Hal tersebut dilakukan karena penggunaan terminologi “penghapusan” dinilai terlalu abstrak dan mutlak.

“Kata ‘penghapusan’ terkesan abstrak dan mutlak, karena penghapusan berarti hilang sama sekali—ini yang mustahil tercapai di dunia. Kami menggunakan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” jelas Barus.

Barus melanjutkan, tim ahli DPR RI menggunakan pendekatan berperspektif korban dalam menyusun draf RUU PKS. Dia menjelaskan bahwa tindak kekerasan seksual dikelompokkan menjadi tindak pidana khusus. Atas dasar pertimbangan tersebut kemudian tim ahli Baleg DPR RI menyarankan pergantian nama. Selain pergantian nama, terdapat pula revisi atas beberapa pasal dalam draf. Contohnya, dalam Bab II yang berisikan bentuk-bentuk kekerasan seksual, hanya dicantumkan 5 jenis kekerasan seksual. Pada pada draf lama, terdapat 9 jenis kekerasan seksual. Penyortiran dilakukan untuk menghindari adanya tumpang tindih dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Rancangan KUHP. Bab II juga mengatur pemberian rehabilitasi pada terpidana, mencakup rehabilitasi medis, psikologis, psikiatris, dan sosial.

Lebih lanjut Barus menyatakan ada penambahan pada Bab III yaitu penambahan mengenai pemberian hukuman terhadap pihak-pihak yang dianggap merintangi penyelidikan dan penyidikan dan pada Bab IV, diatur bahwa penyidikan harus berorientasi pada perspektif korban. Untuk mencapai tujuan tersebut maka penegak hukum yang terlibat harus pernah mengikuti pelatihan mengenai penanganan kekerasan seksual. Pada bab-bab selanjutnya, revisi yang dilakukan tidak terlalu banyak.

Pada sesi tanggapan, terdapat beberapa anggota dewan yang memberi pertanyaan maupun masukan. Penanggap pertama, Luluk Nur Hamidah dari Fraksi PKB, mempertanyakan soal pemaksaan perkawinan yang pada draf sebelumnya dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Ia menggarisbawahi perihal apakah pemaksaan perkawinan sudah diakomodasi oleh regulasi lainnya, atau tidak lagi dikategorikan sebagai kekerasan seksual.

Tanggapan lain datang dari Riezky Aprilia, anggota dari Fraksi PDI-P. Ia mempertegas agar draf RUU PKS ini tidak sampai tumpang tindih dengan aturan hukum lainnya yang sudah ada. Hal ini terkait juga dengan penghapusan dan penyesuaian pada beberapa terminologi dan pasal. “Munculnya undang-undang ini (diharapkan dapat—red) membuat batasan, memperjuangkan sesuatu yang mungkin selama ini tidak dianggap maksimal dalam melakukan penegakan hukumnya,” tambahnya.

Sementara itu, Desy Ratnasari dari Fraksi PAN, mengulas soal rehabilitasi dalam draf terbaru ini. Ia melihat bahwa rehabilitasi pada draf RUU PKS baru terkesan fokus pada pelaku saja, sehingga ia belum melihat bagaimana rehabilitasi terhadap korban—di luar pendampingan bagi korban serta saksi saat pembuktian di pengadilan.
​
Rapat pleno kemudian ditutup kembali oleh Willy Aditya, dengan catatan bahwa masukan dari para penanggap akan dicatat dan dipertimbangkan kembali. Proses pengawalan RUU PKS hingga disahkan masih panjang, karena hingga saat ini draf final RUU PKS belum mencapai kesepakatan. Pun begitu, masuknya RUU PKS ke dalam Prolegnas prioritas tahun 2021 merupakan sinyal baik bagi perlindungan korban. Dibutuhkan perhatian dari khalayak luas untuk terus mengawal pengesahan RUU ini (Nada Salsabila).

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa