Solo, 2 Desember 2014. Pada Senin 1 Desember berlangsung koordinasi Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Surakarta yang terdiri dari beberapa elemen. JPPAS menyayangkan proses pemberitaan korban kekerasan seksual terduga Raja Solo yang memperlihatkan diri korban di televisi dan foto bayi korban di beberapa media. Jaringan ini mengeluarkan pernyataan sebagai berikut. (dc)
PRESS RELEASE Kami adalah Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Surakarta (JPPAS) yang terdiri dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat, Ormas dan individu (LPH YAPHI, SPEKHAM, ATMA, YKPS, Ekasita, Bina Bakat, SARI, WKRI Cab. Surakarta, Jurnal Perempuan, Jejer Wadon, PPSG UKSW) yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan perempuan dan anak di Kota Surakarta dengan ini menyatakan keprihatinan terhadap berita yang berkembang di media terkait Kasus Kekerasan Seksual yang menimpa At yang diduga dilakukan oleh Raja Solo. Keprihatinan kami tersebut berupa : 1. Tidak adanya perspektif keberpihakan kepada Korban (At) dari Tim Kuasa Hukum atau pendamping. Hal tersebut terbukti dengan adanya penyebarluasan informasi di media mengenai kelahiran korban, penyebutan dengan jelas lokasi rumah sakit tempat At melahirkan bahkan yang lebih parah adalah memuat foto anak At. Hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip perlindungan anak (terbaik untuk anak, hak tumbuh kembang, hak hidup, hak partisipasi) seperti yang tercantum dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KHA (Konvensi Hak Anak), CEDAW (Convention on the Elimination of Discriminations Against Women). Selain itu bagi korban kekerasan seksual sangatlah penting untuk mendapatkan privasi terkait dengan identitas. 2. Ketidakpedulian yang menyebabkan kesalahan fatal Tim Kuasa Hukum atau Pendamping dalam hal penandatanganan Surat Kuasa oleh Bu Kumoro yang dianggap sebagai Bude At (seperti yang disampaikan oleh Asri Purwanti kepada JPPAS dalam pertemuan pada tanggal 18 Oktober 2014 di Kantor SPEKHAM), padahal seperti kita ketahui bahwa At masih mempunyai ayah kandung. Dengan demikian surat kuasa tersebut cacat hukum. 3. Keberadaan At yang tinggal di rumah Bu Kumoro yang dianggap sebagai Bude At, padahal dari hasil investigasi yang dilakukan oleh JPPAS dan dikuatkan oleh Bapak Suparno, SH sebagai Kanit Reskrim Polres Sukoharjo dalam bedah kasus pada hari Jumat, 25 November 2014 di YKPS bahwa Rumah Bu Kumoro biasa dipakai untuk berkumpul anak-anak remaja seusia At yang diduga dieksploitasi. 4. Pernyataan dari Tim Kuasa Hukum atau Pendamping yang mewacanakan perubahan status anak yang dilahirkan At menjadi adik At. Hal tersebut sangat bertentangan dengan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terkait dengan asal-usul anak yang menjadi hak dasar bagi anak. 5. Pernyataan dari Tim Kuasa Hukum atau Pendamping yang akan meminta bantuan jaminan pendidikan, kesehatan, sembako kepada DPRD Sukoharjo. Hal tersebut perlu dikritisi sebab kebutuhan utama At sejak awal yang harus dipenuhi adalah layanan psikologi karena At sebagai korban kekerasan seksual yang masih berstatus anak. Berdasarkan hal-hal di atas maka kami meminta agar:
Hormat Kami Haryati Panca Putri, SH Koordinator JPPAS Contact Person : Fitri Junanto (081548332290) Elizabeth Yulianti Raharjo (081805841001) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |