Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Pil Aborsi? Jangan Salah Dulu

2/6/2023

 
PictureDok. IPAS Indonesia
     ​Banyak isu HKSR yang masih tidak diketahui secara umum. Kalaupun diketahui, tidak sedikit yang malah dibumbui mitos dan kekeliruan. Tak terkecuali pada kontrasepsi darurat atau kondar. Apa itu kondar? Melalui Instagram LIVE pada Rabu (31/5/2023), Yayasan IPAS Indonesia berbagi informasi seputar kondar, terutama terkait hak pemulihan korban kekerasan seksual. Obrolan ini mendatangkan Mitra Kadarsih (Bidan/HSS Specialist IPAS) sebagai pembicara dan dimoderatori oleh Nur Jannah (Manajer Program IPAS).

     Pertama-tama, Mitra Kadarsih berusaha mematahkan mitos mengenai kontrasepsi darurat yang kerap dianggap pil aborsi. Ia menjelaskan bahwa kondar adalah salah satu jenis kontrasepsi, dan kontrasepsi (“kontra” dan “sepsi”) adalah pencegah kehamilan, yang berarti kehamilan belum terjadi ketika alat tersebut digunakan. Maka itu, kontrasepsi bukanlah alat aborsi, sama halnya dengan kontrasepsi darurat atau kondar. Ia melanjutkan bahwa perbedaan kondar dengan kontrasepsi lain adalah periode pemakaiannya, yaitu tidak lebih dari 5 hari setelah penetrasi. Ada riset terbaru yang juga membuktikan bahwa kondar masih bisa efektif sampai 120 jam setelah penetrasi, meskipun efektivitasnya menurun. Kekeliruan lain seputar kondar adalah bahwa ia hanya berbentuk pil. Mitra menjelaskan bahwa kondar dapat berbentuk pil dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu copper IUD.

     Mengenai akses, Mitra menjelaskan bahwa masih ada masalah yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman tenaga kesehatan mengenai jenis kondar yang lebih mudah diakses, terutama pada situasi genting seperti pemberian layanan kepada korban kekerasan seksual. Kemudian, di antara nakes sendiri masih ada kekeliruan bahwa kondar adalah pil aborsi, yang turut menghambat perempuan untuk mendapatkan bantuan darurat tersebut. Kekeliruan ini membuat mekanisme akses kondar menjadi sulit, misalnya hanya boleh didapatkan dengan resep dokter.

     Mitra menyatakan bahwa semestinya apoteker tahu bahwa isi kondar berbentuk pil adalah hormon progesteron, yang sifatnya bukan menterminasi kehamilan alias bukan alat aborsi. Ada mitos lain juga seperti kekeliruan bahwa kondar menyebabkan rahim kering. Stigma-stigma tersebut turut mempersulit perempuan, terutama korban kekerasan seksual, untuk dapat mengakses kondar. Padahal, dalam kalimat Mitra, “Jangan sampai korban sudah jatuh, tertimpa tangga pula.”

     Dialog masuk ke permasalahan aturan. Secara hukum, kontrasepsi termasuk kondar terikat oleh UU Kependudukan, yang menyatakan bahwa kontrasepsi hanya boleh diberikan kepada pasangan usia subur. Yang didefinisikan boleh mengaksesnya adalah pasangan yang menikah secara sah, sehingga yang menikah siri pun tidak masuk kategori tersebut. Mitra menjelaskan bahwa ini mempersulit pula masyarakat daerah yang seringkali menikah adat tanpa mengurus dokumentasinya secara hukum.

     Kembali ke isu kekerasan seksual, disebutkan bahwa kita butuh mengapresiasi Kementerian Kesehatan yang sudah membuat pedoman termasuk protokol pemberian kondar bagi korban KS yang mampu melapor di bawah 72 jam setelah terjadinya penetrasi. Kondar dianggap esensial untuk diberikan sesegera mungkin bagi korban KS. Mitra menjelaskan bahwa kondar dapat memiliki efek samping seperti rasa tidak nyaman. Namun itu wajar karena tubuh merespons kondar tersebut. Ia menjelaskan bahwa efek samping berbeda dengan komplikasi. Meskipun kondar tidak membutuhkan kontrol atau pendampingan terkait efek samping semacam itu, menurut Mitra berbeda lagi ketika konteksnya kasus kekerasan seksual. Dalam kasus KS, korban membutuhkan pendampingan dan penjelasan.

     Masalah seputar kondar juga berkelindan dengan isu HKSR pada anak. Untuk memberikan kondar berbentuk pil hormonal kepada anak korban KS, Mitra menginformasikan bahwa kita perlu melihat medical ability criteria sang anak. Dalam hal ini ia bercerita bahwa ada mitos-mitos lain soal kontrasepsi dalam konteks anak dan remaja, yaitu korban yang merupakan anak justru distigmatisasi sebagai pelaku “seks bebas”.

     ​Dalam satu jam dan hanya mengenai satu topik saja, banyak hal yang dapat dikupas mengenai situasi HKSR di Indonesia. Memang miris mengetahui bahwa masih banyak mitos seputar HKSR yang perlu dipatahkan, terutama di kalangan pihak terkait seperti tenaga kesehatan yang semestinya memberikan layanan kepada mereka yang membutuhkan. Maka itulah kita perlu tetap semangat dan terus menyebarkan wawasan mengenai isu HKSR. Kita tidak tahu kapan orang terdekat kita membutuhkannya. (Asri Pratiwi Wulandari)
​

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024