Dalam diskusi bertema "Politik dan Status Perempuan sebagai Liyan", di Galeri Cemara, Minggu (24/8), peneliti CSIS Philips J. Vermonte memaparkan data terkait representasi perempuan dalam dunia politik. Dari hasil telaahnya, ia membuat kesimpulan bahwa penambahan jumlah politisi perempuan meningkatkan keaktifan orang dalam berpolitik. Data di sejumlah negara Eropa menujukkan korelasi kenaikan jumlah perempuan di parlemen dengan tingkat keterlibatan perempuan lain dalam politik. Misalnya menambah diskusi politik antara perempuan, menyurati anggota parlemen, berpartisipasi dalam aksi demo, serta mendorong pengesahan kebijakan publik. Peningkatan keterlibatan perempuan juga ternyata memancing makin tingginya keterlibatan laki-laki. Fenomena yang sama tidak terjadi jika jumlah politisi laki-laki meningkat. Bagaimana representasi perempuan dalam politik di Indonesia? Demokrasi di negara kita ternyata masih menghadapi problem representasi yang cukup serius di mata Philips. Ada tiga persoalan representasi: pertama, hubungan perempuan dan partai sendiri timpang sehingga demokrasi berlangsung tidak sehat. Kedua, kualitas internal partai berpengaruh terhadap kondisi persoalan rekrutmen, seleksi dan regenerasi politisi. Ketiga, kualitas individu politisi masih rendah. Dari proses pemilu legislatif 2014, dihasilkan anggota parlemen perempuan periode mendatang sebanyak 18,2%. Kualitas politisi perempuan sendiri belum teruji, apalagi jika menakar latar belakang sebagian politisi yang berasal dari dinasti politik daerah. Menyikapi rendahnya representasi politisi perempuan di DPR sekarang, Philips menyarankan 3 agenda ke depan, yaitu: agenda riset, mempertimbangan ulang sistem pemilu, serta mengadvokasi partai politik diantaranya penguatan sistem rekrutmen dan kaderisasi. (Nataresmi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |