Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Penghilangan Paksa: Suara Keluarga Korban dan Perkembangan Kebijakan Pemerintah Indonesia

31/8/2022

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Bertepatan dengan diperingatinya Hari Internasional Orang Hilang atau Hari Penghilangan Paksa, telah diadakan Diskusi Publik Penghilangan Paksa dan Dampaknya pada Perempuan di hari Selasa (30/8). Diskusi publik ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk membahas dan mengingat pengalaman, serta melihat perkembangan yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan bantuan kepada korban dan keluarga korban penghilangan paksa.

     Diskusi publik dibuka dengan sambutan dari Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan, dan juga dihadiri oleh empat narasumber; Fitri Nganthi Wani (putri sulung Wiji Thukul), Galuh Wandita (Direktur Asia Justice and Rights – AJAR), Betni H. Purba (Direktur Instrumen Hak Asasi Manusia Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia – Kemenkumham), Theresia Iswarini (Komisiner Komnas Perempuan), dan dimoderatori oleh Anton Prajasto Hardojo.

     Bagi Fitri Nganthi Wani, biasa dipanggil Wani, dan keluarganya, sampai sekarang masih menjadi hal yang sensitif untuk membicarakan permasalahan Wiji Thukul. Kasus ini sangat berdampak bagi kesehatan mental dan fisik Wani beserta keluarganya. Bahkan, ia menjadi narasumber di diskusi dmini ini tanpa diketahui oleh ibu dan adiknya. Dengan kasus Wiji Thukul yang sudah memasuki puluhan tahun, Wani merasa semakin sulit untuk menghabiskan energi dan berharap agar kasus ini mendapat penyelesaian. Menurut Wani dan keluarganya, kasus Wiji Thukul sebenarnya sangat transparan, semua orang tahu. Mereka juga mencurigai adanya benang merah antara kasus Wiji Thukul dan Munir, karena beban dan karakteristik pelaku yang sama. Tidak hanya pelaku yang masih berkeliaran, Wani dan keluarga juga menerima banyak stigma dari masyarakat, dan harus berusaha menyelamatkan diri sendiri serta satu sama lain. Terdapat juga perjuangan Wani menghadapi permasalahan administratif yang menghalanginya untuk menikah, karena tidak adanya surat resmi korban penghilangan paksa yang membuat tidak ada ayah. Meski begitu, dengan kesigapan dan bantuan Komisi Nasional Has Asasi Manusia (Komnas HAM) akhirnya Wani bisa menikah.

     Galuh Wandita dari Asia Justice and Rights (AJAR) memulai pemaparan tentang sejarah perjuangan panjang ibu-ibu Argentina yang kehilangan anak-anaknya dan memulai protes sejak tahun 1977. Sejak saat itu, mulai muncul hak-hak seperti the right to know and the right to truth. Di Indonesia sendiri, terdapat janji untuk adanya komisi kebenaran yang telah diusung sejak masa reformasi. Namun, kenyataannya janji ini belum ditepati. Selain itu, harusnya ada Keputusan Presiden (Keppres) Non-Judisial untuk memberikan bantuan pada korban. Sayangnya, prosesnya sangat tidak transparan dan tidak ada korban yang dilibatkan. Birokrasi Indonesia pada dasarnya belum mengakui status orang hilang. Ini berbeda dengan Sri Lanka yang sudah memiliki sertifikat orang hilang. Indonesia juga sebenarnya memiliki ‘hutang’ untuk Timor Leste. Militer, polisi, dan pembantu pasukan Indonesia pernah mengambil paksa anak-anak Timor Leste, dan Timor Leste telah melakukan pencarian sejak 2013. Selain itu, perempuan-perempuan yang diambil paksa banyak dijadikan budak dan mengalami kekerasan seksual.

     Betni H. Purba hadir menggantikan Direktur Jenderal HAM Kemenkumham untuk memaparkan angkah pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (International Convention for The Protection of All Person from Enforced Disappearance – CPED). Betni mengatakan bahwa Indonesia telah menjadi negara yang mendukung konvensi tersebut dan Indonesia sebagai negara wajib memberi tahu nasib korban, memenuhi hak para korban, serta memberi hak bagi korban untuk mengetahui kebenaran, mendapat keadilan, dan pemulihan. Negara juga harus mengkriminalisasi tindakan yang diatur dalam CPED, menyelesaikan kasus penghilangan paksa, dan menjamin perlindungan hukum terhadap korban. Perkembangan upaya pemerintah dibatasi oleh beberapa hal, seperti sempatnya terhenti rapat karena butuh memilih kembali Kementerian yang menjadi pemrakarsa. Kemudian, Betni juga menyampaikan kabar paling baru, yaitu Fraksi Partai Nasional Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (NasDem DPR RI) pada hari Selasa, 29 Agustus 2022 telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bersama para pakar untuk mendorong pembahasan ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa yang dimandatkan oleh Badan Musyawarah (BAMUS) DPR RI kepada Komisi 1 DPR RI. Semua fraksi sepakat akan segera dibahas.

     Narasumber terakhir, Theresia Iswarini, menyampaikan apa saja yang telah dilakukan oleh Komnas Perempuan. Komnas Perempuan sangat fokus dalam memberikan perhatian kepada korban dan keluarga penghilangan paksa. Melalui pendokumentasian, pelaporan nasional dan internasional, advokasi kebijakan, pendidikan publik untuk perdamaian dan bebas kekerasan, dan pengembangan konsep serta pengetahuan untuk pencegahan penghilangan paksa. Menurut Theresia, ketidakpastian tentang situasi penghilangan paksa berdampak jangka panjang hingga saat ini. Konsekuensinya termasuk sulit mengakses kependudukan, lebih lanjut ada pada bantuan sosial, pemiskinan, dan persoalan kekerasan. Kerentanan perempuan juga disebabkan oleh faktor kebijakan yang tidak ramah perempuan, internalisasi budaya kekerasan, yang mana kekerasan dianggap sebagai penyelesaian masalah, dan juga faktor budaya. Menurutnya, meski menurut Betni sudah ada progress, negara harus menjamin alokasi anggaran dalam melakukan analisis berperspektif gender. Negara juga perlu memberikan pemulihan mendesak, tanpa menunggu prosedur hukum atau administrasi yang berpotensi untuk membatasinya.

     Akhir kata, kita semua harus terus mendorong komitmen negara Indonesia untuk menghapuskan segala bentuk jenis diskriminasi, termasuk penghilangan paksa, ratifikasi konvensi penghilangan paksa, dan juga agar negara dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berperspektif dan berintegrasi gender. (Bianca Swasono)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024