Sabtu, 3 Desember 2016, Yayasan Jurnal Perempuan bekerjasama dengan Pusat Studi Wanita Universitas Sumatra Utara (USU) menyelenggarakan Pendidikan Publik JP 91 Status Perempuan dalam STEM (Sains, Teknologi, Engineering & Matematika). Pendidikan publik yang diselenggarakan di Gedung Pusat Penelitian USU menghadirkan Ir. Seri Maulina, M.Si., Ph.D. (Dekan Fakultas Teknik USU), Ambarwati, ST (Guru SMKN 1 Jepara), Andi Misbahul Pratiwi, ST (Redaksi Jurnal Perempuan) sebagai pembicara dan dimoderatori oleh Anita Dhewy (Sekretaris Redaksi Jurnal Perempuan). Acara ini dihadiri oleh sekitar 60 orang peserta yang terdiri atas dosen, mahasiswa, siswa SMK, aktivis perempuan di Sumatra Utara. Dalam sambutannya Dr. Nurbani selaku Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) USU menyampaikan bahwa rendahnya persentase penguasaan perempuan terhadap sains dan teknologi memperlihatkan betapa tajamnya ketidaksetaraan perempuan dan laki-laki khususnya dalam hal akses dan penguasaan teknologi dan sains. Beberapa hasil penelitian dan statistik juga menunjukkan bahwa laki-laki memegang kendali dalam sains dan teknologi. Di sisi lain budaya dan lingkungan membiasakan anak perempuan sejak kecil telah jauh dari akses dan penguasaan terhadap sains dan teknologi. Akibatnya remaja perempuan maupun perempuan dewasa belajar bahwa teknologi dan sains adalah area milik laki-laki. Ditambah pula adanya stereotip yang menganggap bahwa perempuan tidak mampu memahami sains dan teknologi. Hal tersebut tentu sangat merugikan perempuan salah satunya dalam hal kesempatan lapangan pekerjaan yang pada saat ini semakin menuntut penguasaan sains dan teknologi. Karena itu menurut Nurbani sangat mendesak untuk memberikan pencerahan kepada publik akan pentingnya penguasaan terhadap sains dan teknologi bagi perempuan. Mengingat kemampuan untuk menguasai sains dan teknologi berpotensi menjadi instrumen yang akan mendorong terwujudnya kesetaraan gender. Setelah itu acara disambung dengan sambutan dari Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan Dewi Candraningrum yang dibacakan oleh Anita Dhewy. Dalam sambutannya Dewi Candraningrum menyebutkan bahwa setidaknya 90% pekerjaan sekarang membutuhkan keterampilan ICT (Information Communication and Technology). The Commission on the Status of Women (2011, 2014) dan 20 tahun perjalanan Beijing Platform for Action (2015) merekomendasikan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengadvokasi rendahnya perempuan dan remaja perempuan dalam ICT dan STI. Maka dari itu dibutuhkan investasi dan jalan akses untuk diberikan pada anak-anak dan remaja perempuan untuk menutup jurang penguasaannya. Dalam sektor formal, hanya 10% perempuan berada dalam sektor STI. Ini amat kecil sekali dan merugikan perempuan secara global. Salah satu cara untuk mereduksi gap tersebut adalah mengadvokasi sekolah-sekolah kejuruan untuk membuka peluang lebih banyak pada anak dan remaja perempuan. Data Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menarasikan bahwa di Indonesia setidaknya ada 6.800 SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).STEM di Indonesia, selain diperkenalkan di sekolah tingkat dasar, menengah dan universitas; secara khusus ada di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Dalam film dokumenter GIZ berjudul Indonesian Women in Science and Technology perihal sosialisasi SMK bagi anak perempuan menarasikan bahwa siswi di SMK yang berbasis STEM (Teknik Pendingin & Tata Udara; Pemesinan; Teknik Kendara Ringan) hanya 2% dibandingkan siswa laki-laki yang hampir 98% untuk kelas X, XI, XII dan XIII, menurut data PDSP Kemdikbud tahun 2015. Defisit anak perempuan dalam SMK dengan basis STEM menegaskan kembali disparitas gender secara nasional. Promosi dan langkah afirmatif untuk memperkenalkan ini pada anak dan remaja perempuan amat penting untuk menutup disparitas ini. Dewi menjelaskan bahwa Pendidikan Publik JP91 kali ini akan membedah pelbagai matra atas gap perempuan dalam ICT, STI, dan STEM. Ia juga mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan keterlibatannya yang luar biasa kepada seluruh pihak yang telah hadir dan mendukung acara ini. Usai pembacaan sambutan dari Pemred Jurnal Perempuan, acara dilanjutkan dengan pemutaran film dokumenter produksi GIZ. Film dokumenter tersebut mendokumentasikan aktivitas siswa perempuan yang menempuh pendidikan di bidang STEMsebagai role-model serta memuat testimoni dari guru pengajar sebagai motivasi bagi perempuan untuk masuk dalam bidang STEM. Dalam film dokumenter tersebut terlihat bahwa partisipasi perempuan dalam pendidikan STEM sangat minim di SMK. Di bidang teknik kendarangan ringan dan teknik pendingin udara perempuan sangat sedikit. Dokumentasi tersebut sangat penting disosialisasikan untuk menarik minat perempuan di bidang STEM. Setelah pemutaran film dokumenter acara dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh Anita Dhewy sebagai moderator. Anita memperkenalkan profil para pembicara kemudian mempersilakan Seri Maulina memberikan paparan yang pertama. Seri Maulina menyebutkan bahwa ada perempuan hebat Indonesia yang telah menorehkan prestasi di bidang STEM dengan menduduki jabatan penting di perusahaan ternama, yaitu Betti Alisjahbana adalah perempuan pertama yang menjadi pimpinan perusahaan IBM di kawasan Asia Pasifik, Karen Agustiawan perempuan pertama yang pernah memimpin PT Pertamina, dan Audist Subekti yang kini memimpin departemen teknis perusahaan 3M Indonesia dan juga Leader Technical Champion untuk Indonesian Chapter Woman Leader Forum. Beliau memiliki keahlian di bidang keselamatan untuk industri perminyakan dan gas.Prestasi yang tersebut menurut Dekan Fakultas Teknik USU ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk berkontribusi besar dalam pengembangan sains dan teknologi. Kemampuan mereka tidak perlu diragukan lagi karena telah mendapat pengakuan bahkan untuk tingkat internasional. Meskipun demikian Seri Maulina mengakui bahwa perempuan masih minim yang menempuh pendidikan di bidang STEM. Ia menyebutkan secara keseluruhan Fakultas Teknik USU memiliki jumlah mashasiswa dengan komposisi 28,93% perempuan dan 71,07% laki-laki dalam kurun waktu 10 tahun (2007-2016).Namun jika dilihat untuk masing-masing program studi (Prodi) yang diikuti, terdapat tiga program studi dimana jumlah perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu di Prodi Teknik Sipil, Teknik Mesin, dan Teknik Elektro. Persentase jumlah mahasiswi di Teknik Mesin adalah yang terendah yaitu rata-rata hanya 1,98% dengan persentase maksimal 6,67% pada tahun 2013. Namun untuk prodi lain seperti Teknik Industri dan Teknik Kimia, perbedaannya tidaklah begitu signifikan dengan persentase jumlah mahasiswi pada kedua prodi adalah 40,96% dan 44,03%. Sedangkan di prodi Arsitektur dan Teknik Lingkungan, persentase jumlah mahasiswinya adalah sedikit lebih tinggi dibanding jumlah mahasiswa yakni masing-masing 53,14% dan 56,44%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat bidang-bidang tertentu di bagian ilmu teknik yang lebih diminati ataupun terasa lebih soft untuk perempuan. Menurutnya perempuan memiliki potensi besar untuk menguasai bidang STEM. “Dukungan penuh dari keluarga sangat berperan besar untuk mendukung kiprah perempuan dalam pengembangan STEM”, ungkapnya. Setelah paparan dari Seri Maulina, diskusi dilanjutkan dengan paparan dari Ambarwati, Guru SMKN 1 Jepara di Jurusan Nautika Kapal. Ambar mengungkapkan bahwa di SMKN 1 Jepara sangat sedikit perempuan yang menempuh pendidikan STEM. Di Jurusan Nautika Kapal sama sekali tidak ada siswa perempuan, baru pada tahun 2016 ini ia mendapat informasi bahwa ada perempuan yang mau mendaftar di Jurusan tersebut. Hal yang sama juga terjadi di jurusan Teknik Kendaran Ringan, 0% perempuan. Menurutnya banyak faktor yang menyebabkan perempun memiliki jarak dengan bidang STEM. Ia menjelaskan bahwa pembedaan pengasuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan sejak kecil menjadi salah satu faktornya. Anak perempuan sejak kecil telah dibiasakan diberikan mainan boneka dan anak laki-laki diberikan mainan robot. “Sejak kecil kita sudah memberikan pembedaan terhadap anak laki-laki dan perempuan, sejak kecil mereka dididik untuk mengenal bahwa teknik adalah dunia anak laki-laki, itu juga yang terjadi pada kita semua hari ini”, ungkap Ambar. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa keputusan anak dalam memilih jurusan di SMK sangat dipengaruhi besar oleh dukungan orang tua kemudian guru dan teman-teman. Ini menunjukkan bahwa untuk mendorong perempuan dalam pendidikan STEM semua harus terlibat bukan hanya guru namun orang tua juga penting. Kemudian paparan dari pembicara ketiga, Andi Misbahul Pratiwi yang menulis tentang perempuan programmer dalam karier dan pendidikan dengan pendekatan teknofeminisme dalam JP 91 Status Perempuan dalam STEM. Andi memulai paparannya dengan menjelaskan bahwa ada diskursus tentang teknologi pada gerakan perempuan. Feminis Liberal berpendapat bahwa rendahnya partisipasi perempuan dalam sains dan teknologi bisa diselesaikan dengan memberikan akses pendidikan yang sama bagi perempuan. Namun menurut Andi Feminis Liberal tidak merumuskan secara lebih luas apakah atau bagaimana teknologi dan institusi teknologi dapat direkonstruksi untuk mengakomodir perempuan. Kemudian menurut Andi terdapat juga pandangan yang berbeda mengenai teknologi dari Feminis Sosialis yang berfokus pada persoalan teknologi dan mesin produksi. Feminis sosialis beranggapan bahwa teknologi produksi membawa dampak negatif untuk pekerja perempuan dan ini menjadi awal mula bagaimana perempuan anti terhadap teknologi. Teknologi industri didesain untuk laki-laki dan didefinisikan maskulin. Dengan demikian memang ada jarak yang dibangun sejak lama antara perempuan dan teknologi. Andi menjelaskan mengenai kondep teknofeminisme yang juga ada di dalam tulisannya, teknofeminisme beranggapan bahwa teknologi adalah sesuatu yang netral gender sehingga penting bagi perempuan juga menguasai teknologi. “Minimnya partisipasi perempuan dalam teknologi akan berdampak bagi ekonomi perempuan, karena hampir 90% pekerjaan memerlukan skill teknologi”, ungkap Andi. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa hanya ada 48 perempuan pemenang Nobel sejak 1901, ini sangat sedikit sekali menurutnya. Andi menjelaskan bahwa untuk menarik perempuan ke dalam pendidikan khususnya pendidikan teknologi diperlukan dorongan dari guru dan keluarga serta partisipas laki-laki sehingga kesetaraan gender bisa terwujud. Menurutnya anak perempuan yang masuk dalam jurusan STEM di SMK seringkali mendapatkan stigma perempuan tomboy dan stereotip negatif, hal inilah yang menurut Andi perlu dibongkar. “Membongkar mitos tentang teknologi perlu dilakukan sehingga perempuan juga dapat mengakses pendidikan teknologi tanpa diberikan stereotip”, tutur Andi. Pendidikan Publik JP 91 ini sangat menarik sekali karena banyak siswi SMK di Medan yang hadir. Para peserta juga aktif mengajukan pertanyaan. Anita Dhewy selaku moderator memberikan 3 sesi pertanyaan karena peserta sangat antusias tentang isu perempuan dan STEM khususnya dalam konteks Sumatra Utara. Setelah itu Anita Dhewy memberikan kesempatan Dani Sofina Sibuea, perempuan satu-satunya di level manajerial PT Bintang Cosmos Indonesia, agen pemegang merek (APM) Mercedes Benz, untuk menanggapi beberapa respons dari peserta mewakili dari pihak swasta. Dani menjelaskan bahwa informasi yang didapatkan oleh masyarakat sangat kurang. Ia mengungkapkan bahwa perusahaan sangat membutuhkan tenaga terampil perempuan di bidang STEM. “Dengan hadirnya perempuan di perusahaan akan menambah ide dan inovasi baru serta membantu dalam problem solving”, ungkapnya. Menurutnya peluang kerja bagi perempuan di bidang STEM sangat banyak dan perusahan sangat membutuhkan tenaga terampil perempuan. Ia menambahkan bahwa penting bagi Indonesia untuk melibatkan perempuan dalam segala bidang termasuk bidang STEM karena Indonesia memiliki jumlah penduduk perempuan yang lebih besar daripada laki-laki—yang merupakan bonus demografi—sehingga pemberdayaan ekonomi perempuan akan berdampak pada peningkatan ekonomi negara. Setelah sesi diskusi dan tanya jawab, Anita Dhewy sebagai moderator memberikan kesimpulan singkat terkait diskusi. Pertama, ia menyebutkan bahwa pembongkaran terhadap mitos teknologi yang maskulin penting dilakukan untuk menarik partisipasi perempuan dalam bidang STEM. Kedua, dukungan dari orang tua sangat penting bagi anak untuk menempuh pendidikan di bidang STEM. Ketiga, sosialisasi pentingnya perempuan masuk dalam bidang STEM perlu melibatkan banyak pihak, pemerintah, swasta serta institusi pendidikan dan perlu diperkenalkan sejak tingkat SMP.Setelah itu, Anita Dhewy menutup diskusi dan dilanjutkan dengan foto bersama. (Andi Misbahul Pratiwi & Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |