Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Pasal 1, Perhutanan Sosial (PS) merupakan sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial. PS menjadi pogram Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia yang kini mendapat perhatian besar dari negara. Namun, dalam pelaksanaan program ini perspektif gender belum dimaksimalkan, meskipun banyak perempuan Indonesia menggantungkan hidupnya dari akses dan pengelolaan hutan. Membahas tema tersebut, Jurnal Perempuan bersama The Asia Foundation berkolaborasi dalam menyusun riset di Jurnal Perempuan Edisi 111: Perempuan dan Perhutanan Sosial. Di dalamnya, terdapat berbagai riset yang menghadirkan tantangan serta capaian keadilan gender dalam PS. Guna menyebarkan muatan dan pengetahuan yang terdapat dalam JP 111, telah digelar Pendidikan Publik JP 111 pada Senin (30/05/2022) silam. Pendidikan Publik dilaksanakan secara online melalui siaran Zoom dan YouTube.
Pendidikan Publik ini menghadirkan tiga pembicara yang juga menulis riset untuk JP 111, yaitu Sukma Taroniarta (Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Madya – Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Sulawesi), Abby Gina Boang Manalu (Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan), Sartika Nur Shalati (Tim Kerja Perempuan dan Tambang – TKPT), dimoderatori oleh Retno Daru Dewi G. S. Putri (Redaksi Jurnal Perempuan). Pada sambutannya, Abby Gina menyebutkan terdapat enam tulisan dalam JP 111. Tulisan tersebut dipublikasikan dari para aktivis, pekerja Kementerian Kehutanan, dan juga peneliti. Riset-riset dalam JP 111 masih memperlihatkan hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan dalam berpartisipasi dalam program PS. Sambutan selanjutnya, dari Hana A. Satriyo (The Asia Foundation), kembali menyinggung hambatan dan tantangan perempuan tersebut. Namun, di sisi lain PS juga dapat menjadi pengantar bagi keterlibatan perempuan dalam pengelolaan hutan dan pemajuan ekonomi komunitasnya. Sambutan terakhir dari Apik Karyana (Kepala Biro Perencanaan dan Ketua Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender – POKJA PUG – KLHK) menyinggung peran penting perempuan dalam memaksimalkan program PS. Menurutnya, kesuksesan PS tidak bisa dipisahkan dari kesuksesan perempuan dalam mengelola hutan. Sukma Taroniarta menjadi penutur pertama yang mempresentasikan risetnya bertajuk Perempuan Pejuang Sutra di Kabupaten Wajo: Aktor Tunggal dan Tantangan Akses Program Perhutanan Sosial. Dalam risetnya, ditemukan peran penting perempuan dalam membangun usaha budidaya sutra dan murbei, sebab secara tradisional perempuan memiliki peran untuk mengolah hasil murbei dan ulat sutra sebagai pemasukan tambahan keluarga. Sutra juga menjadi komoditas penting dalam sistem adat masyarakat Wajo. Sementara itu, laki-laki berperan dalam mengolah tanaman palawija yang menjadi penghasilan utama keluarga. Meskipun perempuan menjadi ‘aktor tunggal’ dalam pengolahan sutra, dari sembilan Kelola Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) sutra yang ada, hanya dua kelompok yang dipimpin oleh perempuan. Selain itu, terdapat banyak hambatan dalam mengembangkan usaha perempuan di bidang tersebut, termasuk kurangnya sumber daya manusia dan adanya stereotip negatif bagi perempuan yang bekerja. Selanjutnya, Abby Gina memaparkan riset berjudul Partisipasi Perempuan dalam Perhutanan Sosial: Studi Kasus di Lima Provinsi. Meskipun perempuan banyak dilibatkan dalam berbagai program PS, tapi peran yang diberikan masih sebatas pekerja, bukan pengambil keputusan. Bahkan suara perempuan cenderung dinihilkan dalam forum-forum desa. Hal tersebut karena konstruksi patriarki yang menempatkan perempuan bukan sebagai subjek atau pemimpin keluarga, tapi hanya pelengkap saja. Namun begitu, sebenarnya perempuan memiliki agensi penting dalam PS, misalnya pada kasus di Desa Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, Nanggroe Aceh Darussalam, dimana kelompok perempuan mampu menghentikan konflik antara masyarakat pengelola PS dengan pembalak liar yang menebang pohon-pohon di wilayah pemanfaatan. Dengan usaha dari berbagai pihak, terutama dari pendamping PS dan kelompok perempuan binaan, partisipasi perempuan mulai menuai capaian atau praktik baik. Misalnya pada bidang kepengurusan, dimana perempuan sudah dapat mulai masuk sebagai pengurus kelompok PS. Selain itu, perempuan juga mulai mendapat tugas tertentu, seperti dalam bidang pengolahan atau pemasaran hasil hutan. Pemaparan terakhir dilakukan oleh Sartika Nur Shalati dengan riset berjudul Analisis Ekonomi Politik Agraria atas Akses Perempuan Terhadap Hutan di Wilayah Perhutani Melalui Program Perhutanan Sosial. Riset ini membahas praktik PS di Desa Harumansari dalam menyetarakan akses pengolahan PS bagi perempuan. Dalam riset ini, ditemukan adanya ketimpangan penguasaan lahan, eksklusi masyarakat desa dari program PS, hingga ketidakadilan gender dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHMB). Dalam PHMB, perempuan terlibat pada hampir semua proses pertanian, mulai dari pembersihan lahan, penyemaian bibit, penanaman, panen, juga perawatan. Namun, upah yang diberikan pada perempuan justru lebih rendah dibanding upah laki-laki. Hal tersebut kembali pada anggapan bahwa perempuan hanya menjadi pencari nafkah tambahan, bukan utama. Selain itu, perempuan juga kesulitan memperoleh akses PHMB. Atas hal tersebut, beberapa perempuan akhirnya memilih bekerja sebagai buruh. Sebagai rekomendasi, Sartika menyarankan upaya mendorong dan memastikan keterlibatan perempuan dalam mengelola PS, sehingga tidak ada jurang pemisah raksasa antara laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut, dalam melaksanakan program, praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) harus dihentikan, agar kebermanfaatan program PS dapat merata pada warga desa, bukan hanya pada elit desa. Program PS masih jauh dari kata sempurna. Dibutuhkan usaha dari seluruh pihak untuk memastikan kebermanfaatan dan keberlanjutan program ini. PS sendiri menjadi program yang sangat berguna dalam memajukan ekonomi komunitas warga desa. Selain itu, PS juga dapat menjadi sarana penyetaraan gender yang sesuai dengan kearifan warga desa, di mana peran perempuan dapat dipandang serius di tengah kondisi desa yang cenderung masih patriarki. (Nada Salsabila) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |