Rabu (19/1) World Bank bersama dengan Binus University mengadakan webinar yang berjudul “Peran Teknologi Digital Menuju Penguatan UMKM di Indonesia dalam Upaya Percepatan Pemulihan Ekonomi Pasca COVID-19”. Acara yang diadakan daring via Zoom ini dihadiri oleh 3 panelis yaitu Virgi Agitasari (World Bank), Ikhsan Mojo (Dosen Finance International Program, Binus University), dan Dini Widiastuti (Yayasan Plan Internasional Indonesia). Acara yang dimoderatori oleh Maulyati Slamet (World Bank) ini dibuka dengan pidato dari Ririn Purnamasari (World Bank) dan Gatot Soepriyanto (Dekan Fakultas Ekonomi Binus University). Ririn menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 memberi pukulan keras pada masyarakat Indonesia dengan penurunan ekonomi secara besar-besaran. Namun melalui pandemi COVID-19 terdapat keuntungan seperti pemaksimalan teknologi digital. Ririn menekankan bahwa itu adalah hal baik yang terjadi selama pandemi. Akan tetapi, pada saat yang sama pandemi kembali mengingatkan kita semua tentang ketimpangan dan perbedaan akses internet yang tidak merata pada setiap wilayah di Indonesia. Sementara itu, Gatot Soepriyanto membuka pidatonya dengan penjelasan bahwa Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah sektor paling terdampak dari COVID-19 . “Binus University mendidik dan memberdayakan masyarakat Indonesia agar menjadi lebih baik. Semoga kita bisa mengambil lebih banyak manfaat pada webinar ini dalam rangka memaksimalkan upaya percepatan pemulihan ekonomi” tutur Gatot.
Virgi Agitasari (World Bank) menyampaikan tentang penelitian yang dilakukan oleh World Bank. Dari kurun waktu 2011-2019 World Bank mencatat di Indonesia terdapat kenaikan penggunaan internet yang cukup signifikan. Dari kenaikan tersebut masih banyak ketimpangan seperti gender, ekonomi, dan demografi. Konsumsi internet lebih tinggi pada kota-kota besar seperti DKI Jakarta dan Bandung. Namun kota-kota di wilayah timur masih memiliki beberapa masalah seperti jauh dari akses internet dan rendahnya kepemilikan gawai maupun komputer. Dari tingginya aktivitas penggunaan internet, penduduk Indonesia perlu mulai beralih dari konsumen menjadi produsen dari aplikasi-aplikasi yang menarik ataupun menjadi pembuat konten. Dari temuan World Bank, penggunaan internet di Indonesia lebih besar diperuntukkan pada aplikasi hobi seperti YouTube, media sosial, dan games. Selain itu, dari keseluruhan jumlah pengakses internet angkanya didominasi oleh laki-laki dengan total 40% dan perempuan 32%. Isu pada gender gap dalam pengguna internet juga sejalan dengan isu digital security yang pada dasarnya tidak dipahami oleh banyak pengguna internet. Pada 2018 World Bank mencatat terdapat 1,2 miliyar digital attack dari berbagai jenis kekerasan. Mengingat persoalan tersebut, pengguna internet perlu mengetahui tentang digital security dengan paling tidak membaca syarat dan ketentuan pada setiap pembuatan media sosial atau akun pada platform yang digunakan. Ikhsan Mojo (Finance International Program) memaparkan tentang paradoks ekonomi digital. Dalam pemaparannya Ikhsan menjelaskan bagaimana e-commerce seperti Gojek dan Grab membuat seseorang memiliki penghasilan. Namun di sisi lain para driver atau mitra Gojek dan Grab sebenarnya tidak diberikan tunjangan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam lingkup pekerjaan mereka. Pandemi COVID-19 membuat setiap individu memaksimalkan kemampuannya untuk menggunakan perangkat teknologi informasi seperti pedagang yang saat ini membuka toko online. Saran tentang membuka toko online nampaknya tidak diindahkan oleh banyak orang karena pada dasarnya pengusaha besar juga membuka toko pada e-commerce seperti Tokopedia dan Shoppe sehingga menyulitkan pedagang dengan skala kecil. “Saya punya kenalan sebut saja bapak B dia penjual di toko kelontong saya menyarankan agar dia buka online ternyata dia bilang sudah buka online namun tetap tidak laku,” tutur Ikhsan. Hal seperti ini yang disebut oleh Ikhsan sebagai paradoks ekonomi digital di mana orang-orang semakin mudah untuk melakukan sesuatu namun belum tentu terjamin kesejahteraannya. Dini Widiastuti (Yayasan Plan Internasional Indonesia) memaparkan tentang bagaimana ketimpangan di Indonesia sebenarnya sudah ada namun diperparah dengan pandemi COVID-19. Dini menjelaskan bahwa saat ini fokus kerja Plan Indonesia adalah daerah-daerah yang terletak di wilayah timur Indonesia. Yayasan Plan menemukan banyak ketimpangan di sana, “waktu kami bekerja di daerah timur kami melihat bahwa satu keluarga di sana hanya memiliki satu gawai, jika satu keluarga ada tiga orang yang bersekolah maka mereka menggunakan itu secara bergantian” tutur Dini. Dini juga menjelaskan tentang fakta yang paling menyedihkan yaitu para pelajar di Indonesia Timur yang memiliki fokus studi Teknologi Informasi namun tidak memiliki perangkat yang dibutuhkan. Sehingga mereka mempelajarinya melalui teori saja. Yayasan Plan Internasional Indonesia mencoba untuk memfasilitasi anak muda yang memiliki UMKM untuk memaksimalkan upaya mereka dalam menggunakan internet. Dari kerja-kerja yang telah dilakukan, Plan menemukan bahwa perempuan lebih leluasa dan cekatan dalam memaksimalkan UMKMnya secara online. Namun persoalan yang kemudian terjadi adalah beban ganda yang dimiliki perempuan. Khususnya yang sudah menikah sehingga memiliki beban yang banyak dalam mengurus rumah tangga, anak, dan keluarga. Hal ini diperburuk dengan beban perempuan yang harus berjualan online demi meningkatkan kondisi finansialnya. (Iqraa Runi Aprilia) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |