Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

​Pembatalan SKB 3 Menteri Tentang Jilbab Oleh Mahkamah Agung Dianggap Diskriminatif dan Abaikan Keberagaman

15/8/2021

 
Picture
Eksaminasi Putusan MA, 2021
Sejumlah eksaminator dalam sidang eksaminasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan SKB 3 Menteri yang mengatur soal jilbab dalam seragam di sekolah negeri mengatakan bahwa putusan tersebut diskriminatif, mengabaikan keberagaman, dan mengaburkan peran lembaga peradilan sebagai sarana terakhir yang memberikan keadilan dan kepastian hukum kepada warga negara. 
Sidang eksaminasi tersebut diselenggarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Jakarta, Kamis (12/8/2021), dengan menghadirkan beberapa pakar hukum, pendidikan, dan aktivis hak asasi manusia. Para ahli tersebut memberikan pandangan mereka terhadap putusan MA pada 3 Mei 2021 yang mengabulkan permohonan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat untuk dilakukan uji materil terhadap SKB 3 Menteri.
 
SKB atau Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama yang dikeluarkan 3 Februari 2021 berisi sejumlah aturan, termasuk aturan bahwa sekolah negeri tidak boleh mewajibkan siswi untuk memakai seragam yang identik dengan agama tertentu seperti jilbab.
 
Pakar hukum Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan putusan tersebut mengabaikan realitas bahwa perempuan menjadi korban atas kebijakan yang diskriminatif. “Yang menjadi penting lagi dalam konteks diskriminasi berbasis gender adalah adanya prasangka buruk terhadap perempuan yang tidak pakai jilbab, dan dianggap sebagai perempuan yang tidak bermoral,” tambahnya.
SKB ini ditetapkan setelah ada sejumlah siswi non Muslim di SMK Negeri 2 Padang yang menolak aturan wajib memakai jilbab di sekolahnya dan berani menyuarakan di ruang publik.
 
Pakar pendidikan Henny Supolo mengatakan bahwa majelis hakim Mahkamah Agung telah keliru dalam keputusannya karena pemaksaan memakai seragam sekolah dengan atribut agama tertentu mengabaikan hakikat pendidikan yang mengutamakan kepentingan anak dan berpotensi intoleransi serta menjadikan anak merasa tidak nyaman. “Hal ini cenderung meniadakan sebagian dari perkembangan anak, yang justru sangat penting membiasakan murid memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya,” ujar Henny. Selain itu, Henny juga mengatakan bahwa putusan MA itu tidak sensitif dengan realitas masyarakat Indonesia beragam. Menurut Henny, pengajaran dan budaya sekolah untuk meningkatkan keimanan dan akhlak mulia harus tetap berpedoman pada prinsip demokrasi, berkeadilan, non diskriminatif, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
 
Eksaminator berikutnya, dosen hukum, Al Khanif, mengatakan pengakuan sebagian orang dari kelompok minoritas bahwa mereka tidak merasa terpaksa tidak dapat dianggap sebagai sebuah kerelaan. Menurutnya, dalam sejarah tidak pernah ada kelompok minoritas yang secara sukarela menyerahkan sebagian atau mungkin salah satu haknya, seperti hak berpakaian, karena pengakuan tersebut bisa jadi hanya sebagai sebuah “ekspresi dimana anggota kelompok minoritas itu tidak mampu menjelaskan kepada publik bahwa mereka sebenarnya terpaksa. Ini yang saya kira tidak diperhatikan oleh hakim.”
 
Kelompok advokasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) yang diwakili oleh peneliti HRW Indonesia, Andreas Harsono, juga memberikan pandangan mereka atas kewajiban memakai jilbab di sejumlah daerah di Indonesia, dengan memutarkan video pendek lima menit yang berisi kesaksian sejumlah perempuan dan anak perempuan yang trauma akibat menghadapi tekanan sosial untuk mengenakan jilbab di tempat kerja dan sekolahnya. Andreas mengatakan kesaksian tersebut didapatkan selama penelitian yang mewawancarai lebih dari 100 anak dan perempuan dewasa di 15 provinsi. Penelitian itu mengkaji setidaknya 62 peraturan aturan berpakaian yang diskriminatif bagi para siswi dan pegawai negeri perempuan di seluruh Indonesia, termasuk dua peraturan nasional untuk seragam sekolah dan seragam Pramuka. Menurut catatan HRW, saat ini ada 24 provinsi di Indonesia dimana peraturan ini wajib.
 
Eksaminator Ninik Rahayu mengatakan upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan khususnya terkait dengan pakaian harus terus didengungkan. “Hal ini termasuk juga dengan mengajak teman-teman di Mahkamah Agung untuk lebih tahu, karena mereka menjadi palang pintu terakhir untuk memberikan keadilan,” ujar Ninik. (**)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024