Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Peluncuran dan Diskusi Publik JP109: Urgensi  Pengesahan RUU Pencegahan Kekerasan Seksual bagi Korban dan Bagi Warga Negara

5/10/2021

 
PictureDokumentasi Jurnal Perempuan
Kekerasan seksual bukanlah suatu peristiwa yang normal. Kekerasan seksual marak terjadi karena adanya kecacatan sistemik dan paradigma patriarki dalam masyarakat. Pemerintah, sebagai institusi sosial terbesar dalam suatu negara, wajib hadir dan mengakomodasi payung hukum yang memadai, agar kekerasan seksual tidak menjadi momok bagi masyarakat.


Pengesahan RUU PKS menjadi salah satu hal yang dapat menyediakan payung hukum bagi korban—agar korban dapat mengakses keadilan dan pemulihan yang berhak diterimanya.

Pada Kamis (30/9) lalu, Yayasan Jurnal Perempuan mengadakan diskusi publik peluncuran Jurnal Perempuan (JP) edisi 109 bertajuk: “Kekerasan Seksual dan Ketimpangan Gender”. Diskusi publik ini dilaksanakan secara daring dan utamanya membahas artikel-artikel dalam JP 109. Salah satu tujuan peluncuran JP 109 adalah menunjukkan komitmen dan dukungan terhadap pengesahan RUU PKS.

Diskusi publik ini menghadirkan Titiek Kartika (Dosen FISIP Universitas Bengkulu), Atnike Sigiro (Direktur Yayasan Jurnal Perempuan), Ikhaputri Widiantini (Dosen Filsafat FIB UI). Turut menanggapi paparan materi, Mariana Amiruddin (Komnas Perempuan), Baihajar Tualeka (LAPPAN Maluku), dan Rina Prasarani (HWDI). Abby Gina (Acting Director Jurnal Perempuan)—berperan sebagai moderator diskusi.

Abby Gina membuka diskusi publik dengan menyampaikan data mengenai tingginya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Selain masih tinggi, kasus kekerasan seksual juga sangat beragam dan kompleks, sehingga sulit ditangani. Diketahui bahwa Indonesia sudah memiliki beberapa perangkat hukum yang mengatur pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual. Namun, perangkat hukum tersebut belum mampu menyediakan pemenuhan hak dan pemulihan korban. “Undang-udang yang ada belum mengakomodasi kebutuhan korban dan hak konstitusional warga negara, maka dibutuhkan payung hukum yang membahas kekerasan seksual secara komprehensif—yaitu RUU PKS,” ujar Abby.
Saras Dewi (Ketua Pengurus Kurawal Foundation) membuka diskusi publik ini dengan menyampaikan dukungan bagi penyintas kekerasan seksual. Ia juga mendorong negara turut hadir dan berperan dalam pengentasan kekerasan seksual. “Kita harus memaksa negara untuk hadir dan menghadirkan keadilan bagi para penyintas kekerasan seksual,” ujarnya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi dari para narasumber. Titiek Kartika memaparkan temuannya dalam artikel “Narasi Pengingkaran dari Kasus Lima Ayah Pelaku Inses” yang juga dimuat dalam JP 109. Titiek menunjukkan bagaimana praktik maskulinitas dalam keluarga mendominasi kasus kekerasan seksual dan perkosaan sedarah atau inses. Dalam hal ini, kasus inses menjadi sulit ditangani karena banyaknya rasionalisasi terhadap perilaku tersebut.

Selanjutnya, Ikhaputri Widiantini memaparkan tulisannya yang berjudul “Kekerasan Seksual di Tingkat Perguruan Tinggi: Sebuah Tinjauan Feminisme Filosofis”. Berdasarkan riset pribadinya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, dengan pendekatan konseptual dari  feminis Dianne Herman (1989) tentang rape culture—menurut Ikhaputri praktik kekerasan seksual kerap dilakukan oleh sesama mahasiswa maupun tenaga pengajar, tidak diakomodasinya standpoint feminis dalam penanganan kasus kekerasan seksual di kampus membuat korban sulit mengakses keadilan. Demikian, penanganan kasus kekerasan seksual di kampus sering mengabaikan perspektif korban.

Atnike Sigiro memaparkan risetnya yang bertajuk “Mengenali Kebutuhan dan Tantangan Penanganan Korban Kekerasan Seksual: Belajar dari Pengalaman ‘Forum Pengada Layanan’ (FPL). Atnike menunjukkan berbagai tantangan dan kebutuhan dalam penanganan korban kekerasan seksual dari sudut pandang FPL yang tersebar di Indonesia. Berdasarkan penelitian tersebut, seluruh organisasi yang tergabung dalam FPL pernah menangani lima belas jenis kekerasan seksual yang diidentifikasi oleh Komnas Perempuan. Namun sayangnya sistem hukum yang ada belum mengenali kompleksitas tersebut.  Riset Jurnal Perempuan menunjukkan bahwa salah satu bentuk dukungan yang dibutuhkan oleh lembaga FPL adalah payung hukum, seperti Peraturan Perundang-Undangan, prosedur yang berperspektif korban, dan perubahan cara pandang hukum.

Selain pentingnya payung hukum berperspektif korban, para narasumber menyatakan pentingnya revitalisasi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sebab perubahan kultur kekerasan seksual tidak bisa hanya direspons lewat aturan hukum tanpa menyentuh kesadaran individu dan juga kelompok.  Artinya pendidikan memiliki peran penting dalam menanamkan nilai kesetaraan gender dan  membuka ruang dialog mengenai seksualitas secara terbuka dan juga rasional.

Para narasumber dalam paparannya menyatakan bahwa aturan hukum tentang kekerasan seksual dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat, sebab dia tidak hanya melindungi hak dan kepentingan perempuan, tetapi juga melindungi anak, kelompok difabel, laki-laki—seluruh warga negara Indonesia dari tindak kekerasan seksual.  Ketiadaan payung hukum yang mengatur kekerasan seksual secara komprehensif membuat banyak kasus kekerasan seksual mengalami jalan buntu. Sehingga, diperlukan pembaruan terhadap instrumen hukum tersebut. “Ketika kita mengajukan desain daripada RUU PKS, di dalamnya perlulah memasukkan definisi dan pemahaman kekerasan seksual yang komprehensif,” tutur Titiek.

Sebagai penutup, Ikhaputri menegaskan pentingnya pengesahan RUU PKS tanpa adanya pemotongan substansi, sebagai pendorong adanya peraturan-peraturan penanganan kekerasan seksual di instansi lainnya. “Kalau kita berhasil menggolkan RUU PKS menjadi UU PKS—tanpa perlu ada perubahan-perubahan demi kepentingan tertentu, tetap pada substansi yang memang berpihak pada kepedulian terhadap isu-isu kekerasan seksual—ini akan sangat membantu, karena (upaya penghapusan kekerasan seksual—red) bisa dilanjutkan dengan membuat payung hukum di setiap kampus,” tutupnya. (Nada Salsabila).


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024