Naskah-naskah kuno tidak hanya perlu dijaga fisiknya namun juga terutama isi atau muatan di dalamnya, dan tidak ada cara lain untuk menjaga konten kecuali dengan mengkajinya. Demikian kalimat pembuka dari Oman Fathurahman, filolog yang sehari-hari aktif di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatulah saat menjadi pengajar di kuliah Kajian Filsafat dan Feminisme (Kaffe) yang diselenggarakan Jurnal Perempuan. Pada Kamis (9/6) lalu Oman membahas tema Sufi Perempuan Indonesia dalam Teks-Teks Kuno. Dari hasil penelitiannya atas naskah silsilah Sattariyah yang terdapat dalam 976 manuskrip yang dibacanya, ia menemukan nama sufi perempuan dalam silsilah tersebut. Tarekat Satariyah merupakan salah satu tarekat tertua yang ada di nusantara. Sebelum abad ke-12 para sufi tidak mengorganisasi diri di dalam tarekat, hanya tasawuf saja. Tarekat Sattariyah masuk ke Indonesia pada abad ke-17 melalui Syekh Abdurrauf Singkel. Adanya nama perempuan sufi di dalam tarekat menjadi penting karena ada proses yang harus dilalui seseorang untuk masuk dalam daftar silsilah tarekat, pertama ada proses baiat dan kedua ada proses otorisasi. Oman menemukan lima perempuan sufi Indonesia. Di Sumatra, MS 16767 koleksi the British Library mencatat Hamidah binti Sulaiman dalam silsilah tarekat Sattariyah murid Tengku Abdul Wahab Tanoh Abee, Aceh Besar. Di Cirebon, naskah Jawa 211_BMB029 koleksi drh. Bambang Irianto menyebut Ratu Raja Fatimah sebagai murid Sattariyah Kyai Arjain, Penghulu di Kraton Cirebon dan naskah 211_KCR028 juga mencatat nama Nyimas Ayu Alimah sebagai sufi perempuan murid Kyai Bagus Kasyfiah, Wanantara Cirebon, tetapi belum ada data lanjut. Di Jawa, naskah Jav.83 koleksi the British Library mencatat Raden Ayu Kilen, istri Hamengkubuwana II sebagai sufi perempuan murid Sattariyah. Oman mengaku awalnya ia sempat kesulitan untuk mengidentifikasi Raden Ayu Kilen karena di Yogyakarta dan Surakarta ketika itu nama tersebut cukup banyak digunakan. Naskah koleksi the British Library lainnya (Jav.69) bahkan menyebutkan bahwa Ratu Kadospaten/Kadipaten adalah murid sufi bagi 4 mursyid sekaligus. Ratu Kadospaten adalah perempuan penting Jawa, istri Raja Muslim Jawa terbesar setelah Sultan Agung, Pangeran Mangkubumi/Hamengkubuwana I. Ratu Kadospaten juga sufi perempuan yang berjasa memengaruhi spiritualitas Pangeran Diponegoro, saat menjadi pengasuhnya hingga wafatnya pada 1803. Selain kelima nama tersebut berdasarkan penelitian Ricklefs terdapat juga Ratu Pakubuwana (d. 1732), seorang sufi perempuan saleh paling berpengaruh pada masa cucunya, Sultan Pakubuwana III. Menurut Oman, Ratu Pakubuwana juga mungkin satu-satunya sufi perempuan Indonesia yang diketahui menulis dan menyalin karya-karya sufistis Jawa, seperti sufi lainnya. Ketiga karyanya yakni Carita Iskandar, Serat Yusuf, dan Kitab Usulbiyah niscaya lahir berkat pengetahuan Ratu Pakubuwana yang luas tentang Sufisme Jawa. Lebih lanjut Oman mengatakan bahwa dalam sejarah ada pemimpin-pemimpin perempuan, namun konstruk budaya dan sejarah telah menyembunyikan peran-peran perempuan. Kesultanan Aceh misalnya, pernah dipimpin oleh 4 orang Sultanah dalam rentang waktu sekitar 60 tahun. Bahkan ketika Sultanah Safiatuddin berkuasa pada pertengahan abad ke-17, merupakan masa ketika tradisi intelektual Islam mengalami kejayaan. Nama Sultanah Safiatuddin tidak hanya diabadikan pada tugu dan prasasti namun juga dalam teks-teks yang ditulis pada abad ke-17. Ia diabadikan sebagai seorang pemimpin yang menjadi patron untuk ilmuwan bagi ulama-ulama istana pada saat itu. Oman juga menjelaskan bahwa Aceh dikenal sebagai gudang manuskrip terbesar di Asia Tenggara sejak abad ke-16, terdapat sekitar 2 ribu manuskrip. Dalam sejarah Islam Nusantara juga ada penulis perempuan, tetapi sering tidak dimunculkan. Sebagai contoh di Banjarmasin terdapat satu teks tasawuf yang berdasarkan penelitian filologi dan historis bukan ditulis oleh Syekh Arsyad Al Banjari tetapi ditulis oleh seorang perempuan. Namun karena perempuan dipandang tidak mungkin menulis, maka penulis teks tersebut kemudian diganti. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |