![]() Berangkat dari kesadaran akan pentingnya kebudayaan dalam membentuk manusia Indonesia yang berkarakter dan beradab, dan fakta bahwa posisi kebudayaan dalam kelembagaan pemerintah hingga saat ini masih menjadi subordinat, sejumlah budayawan, seniman, cendekiawan dan tokoh adat mendesak dibentuknya sebuah kementerian baru, Kementerian Kebudayaan. Dalam pertemuan yang dihelat di Galeri Cemara 6, Jakarta pada Minggu (7/9), Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Rudana mengatakan impian atas lahirnya Kementerian Kebudayaan yang mandiri di Republik ini sebenarnya bukan hal baru, bahkan sudah diperjuangkan sejak Indonesia merdeka. Pada Kongres Kebudayaan pertama tahun 1948 usulan pembentukan kementerian kebudayaan disuarakan. Namun usul tersebut tidak juga ditanggapi, sehingga pada Kongres Kebudayaan tahun 1951, 1954, 1957, 1960, 1991, 2003, 2008 dan terakhir 2013, usul itu kembali disampaikan. Dan saat ini ketika presiden terpilih Jokowi sedang dalam proses menyusun kabinet, usul ini kembali diangkat agar pembentukan Kementerian Kebudayaan dapat terwujud. Lebih lanjut Dewan Pakar AMI dan Pemerhati kebudayaan Nunus Supardi mengatakan meskipun telah digagas sejak lama, namun keberadaan Kementerian Kebudayaan belum juga terealisasi, ini dikarenakan pertama kebudayaan belum dihayati oleh para pengambil keputusan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan diranah eksekutif maupun legislatif. Kebudayaan hanya dipahami sebatas kesenian saja. Dan kedua para budayawan belum memperjuangkan isu tersebut secara serius. Menurutnya, jangan-jangan kita (budayawan) belum benar-benar memperjuangkan hasil kongres. Nunus menambahkan usulan pembentukan Kementerian Kebudayaan pasti akan memunculkan pro dan kontra, akan tetapi menurutnya Pembukaan UUD 1945 dan pasal 32 telah menegaskan bahwa bidang kebudayaan mempunyai peran penting dalam proses membangun karakter bangsa. Di sisi lain, amanat Pembukaan UUD 1945 dan pasal 32 tersebut belum dapat berjalan secara optimum karena kelembagaan kebudayaan di pemerintahan berulang kali mengalami ganti posisi dang anti pasangan. Selain itu pasal 28C UUD 1945 juga mengamanatkan agar pemerintah meningkatkan peran dalam memenuhi hak setiap orang untuk mengembangkan diri di bidang kebudayaan. Selain itu menurutnya Indonesia lahir dari kesepakatan para pendiri bangsa yang berasal dari berbagai etnik, budaya dan agama, serta memiliki lebih dari 500 suku bangsa dan lebih dari 700 bahasa daerah sehingga diperlukan suatu pola pengasuhan kesepakatan berkelanjutan melalui pendekatan budaya. Lebih jauh Nunus mengatakan bahwa posisi kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak hanya dilihat dari sisi kebudayaan sebagai produk tetapi juga sebagai proses yang berkelanjutan. Karena itu dalam pertemuan di Galeri Cemara 6 Minggu (8/9) yang merupakan kelanjutan dari pertemuan di Museum Sumpah Pemuda pada Rabu (3/9) lalu, sejumlah tokoh dan individu atas nama perseorangan, komunitas dan lembaga kebudayaan dari berbagai macam bidang dan profesi antara lain Herawati Diah, Mooryati Sudibyo, Pia Alisjahbana, Sasmiyarsi Sasmoyo, dan lain-lain, sepakat untuk menyampaikan Pernyataan Kebudayaan sebagai berikut: (1) bahwa setelah 69 tahun Indonesia merdeka sudah saatnya bidang kebudayaan mendapatkan pengukuhan untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam berperan membangun bangsa yang memiliki kepribadian Indonesia yang kokoh; (2) bahwa untuk mewujudkan peran tersebut dalam kabinet 2014-2019 dan seterusnya, bidang kebudayaan mendapatkan prioritas untuk menjadi sebuah kementerian yang mandiri, sehingga bidang kebudayaan berada dalam posisi yang stabil dan dapat berperan secara optimum; (3) bahwa untuk mewujudkan amanat UUD 1945, diperlukan payung hukum (UU) yang mengatur lebih lanjut tentang perlindungan keanekaragaman budaya, peran, posisi dan pengurusan bidang kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
February 2025
Categories |