Ngopi Cakep Re.Search #18: Orkestrasi Elemen Wirausaha Sosial Demi Perubahan Berkelanjutan22/5/2024
![]() Jumat (17/05/2024) lalu, Resource Hub for Strengthening Capacity on Financial Resilience (Re.Search) telah menyelenggarakan diskusi bertemakan “Inisiatif Kewirausahaan Sosial oleh Organisasi Masyarakat Sipil”. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini dimoderatori oleh Engelina Halim (Spesialis Manajemen Pengetahuan PLUS) dan menghadirkan Nani Zulminarni (Direktur Asia Tenggara Yayasan Ashoka Indonesia) serta Emilia Tri Setyowati (Sekretaris Eksekutif Yayasan Bina Swadaya) selaku narasumber. Emilia menerangkan bahwa pada masa lalu hanya terdapat bentuk organisasi non-pemerintah atau organisasi non-profit dan usaha bisnis tradisional sebelum wirausaha sosial (social enterprise) eksis. Organisasi non-pemerintah dan organisasi non-profit berdiri atas dasar dorongan mencapai nilai-nilai sosial yang dicita-citakan, sedangkan bisnis tradisional berdiri atas dasar dorongan mencapai keuntungan finansial. Dari aspek pendanaan, organisasi non-pemerintah dan organisasi non-profit berdiri dengan memanfaatkan pendanaan amal murni dari hibah, sumbangan atau dana abadi, sementara bisnis tradisional yang berfokus pada keuntungan berdiri dengan memanfaatkan laba atau investasi.
Wirausaha sosial berdiri di antara dua kutub tersebut. Menggabungkan komponen dari dua posisi yang berbeda, wirausaha sosial merupakan proyek investasi berdampak. Maksud dari investasi berdampak adalah kerja yang ditujukan untuk mencapai dampak sosial yang terukur sekaligus meraih keuntungan finansial di saat yang bersamaan. Dalam pemaparan Nani, istilah wirausahawan sosial (social entrepreneur) pertama diajukan ke dalam kosakata bahasa Inggris oleh pendiri Ashoka, Bill Drayton. Di luar daripada definisi formalnya, Drayton menyampaikan suatu perumpamaan yang dapat mendefinisikan karakter khas wirausaha sosial. Menurutnya, wirausahawan sosial tidak puas hanya dengan memberikan ikan atau mengajarkan cara memancing, mereka takkan berhenti hingga mereka menciptakan revolusi industri perikanan. Perumpamaan ini bermakna bahwa alih-alih menuntaskan persoalan di permukaan, wirausahawan sosial bertujuan untuk menuntaskan akar permasalahan dari dasar secara berkelanjutan. Perumpamaan Drayton disampaikan Nani secara lebih rinci melalui penjelasan mengenai tiga strategi yang umumnya dilakukan oleh para pengusaha sosial di seluruh dunia. Yang pertama, seperti yang disampaikan oleh Drayton, wirausaha sosial merupakan kerja karitatif yang berupaya menjawab kebutuhan dasar alih-alih kebutuhan yang ada di permukaan masalah. Yang kedua, usaha sosial terdiri dari pemberdayaan. Upaya pemberdayaan ini diwujudkan dengan melakukan pelatihan, pengorganisasian, peningkatan kapasitas, dan berbagai macam pengembangan keterampilan lainnya. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah usaha sosial senantiasa bercita-cita untuk mewujudkan perubahan sistemik. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang sama penting untuk diterapkan. Nani lantas mengundang kita untuk bertanya perihal, apakah kerja-kerja wirausahawan sosial yang dirumuskan oleh Drayton pada tahun 80-an masih relevan dengan kebutuhan dunia pada masa kini yang sudah sangat berkembang? Berdasarkan pandangannya sebagai pegiat di bidang ini, terdapat suatu keyakinan bahwa wirausahawan sosial semakin dibutuhkan di masa kini. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, berbagai persoalan muncul akibat pesatnya perkembangan dunia. Salah satu yang patut digarisbawahi adalah isu kesenjangan sosial yang disusul dengan melemahnya keterikatan sosial di dalam masyarakat akibat perubahan yang tidak terprediksi dan terbendung. Nani dan rekan Ashoka menggunakan istilah “new inequality” atau “ketidaksetaraan yang baru” guna menjelaskan fenomena ini. Wirausaha sosial masih relevan sebab di masa inilah perubahan sosial dibutuhkan. Selaras dengan Nani, menurut Emilia, kewirausahaan sosial sejatinya merupakan upaya pembangunan sosial dan berkelanjutan melalui sarana kewirausahaan. Emilia menjelaskan bahwa pembangunan sosial meliputi pengentasan kemiskinan, peningkatan lapangan kerja produktif, dan pemberlakuan integrasi sosial antarmasyarakat. Sementara itu, pembangunan berkelanjutan meliputi perlindungan lingkungan dan pencapaian kemandirian finansial. Meskipun demikian, individu atau lembaga wirausaha acapkali menghadapi keterbatasan-keterbatasan untuk mewujudkan suatu kondisi ideal dimana mereka mampu memenuhi seluruh kebutuhannya secara mandiri. Untuk menghadapi tantangan ini, Nani menyampaikan beberapa elemen yang perlu diperkuat oleh pengusaha sosial dalam rangka meningkatkan keberlanjutan usahanya. Elemen-elemen ini terdiri dari pembangunan kepemimpinan intergenerasional, pembaruan gagasan yang relevan dengan konteks zaman yang senantiasa berubah, orientasi kerja sistemik untuk menghasilkan dampak yang luas, dan kode etik yang solid sebagai penunjuk arah supaya usaha yang dilakukan memberikan manfaat baik bagi semua pihak. Emilia melengkapi pemaparan ini dengan contoh kerja yang telah dilakukan oleh Yayasan Bina Swadaya. Dengan fokus memberikan dukungan pada para petani, Yayasan Bina Swadaya menghadirkan penyediaan sumber pengetahuan berupa penerbitan majalah dan buku mengenai pertanian, penyediaan fasilitas berupa toko pertanian, dan penyediaan bantuan finansial berupa Bank Perkreditan Rakyat. Sebagai penutup, Nani memberikan rekomendasi terhadap para wirausahawan sosial dalam mempertahankan usahanya. Menurutnya, selama ketidakadilan masih terjadi di dalam proses kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, maka sudah dipastikan wirausaha sosial akan dibutuhkan. Begitu pula dengan ekosistemnya. Setelah membangun usaha dari ide kuat yang berdasar pada pengalaman, hal yang selanjutnya perlu dilakukan adalah upaya perawatan ekosistem secara berkelanjutan. Hal ini dapat diwujudkan dengan menjalin kemitraan dengan individu atau lembaga yang memiliki pendekatan yang berbeda tetapi berbagi visi yang sama. Demikian, diperlukan orkestrasi dari berbagai elemen agar secara sistemik dapat membangun perubahan yang adil dan merata. (Nurma Yulia Lailatusyarifah) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
February 2025
Categories |