Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Neng Dara Affiah: Adopsi Feminisme dalam Organisasi-Organisasi Perempuan Muslim

10/7/2016

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
​Islam adalah agama terbuka terhadap pelbagai kultur, ideologi dan ilmu pengetahuan, tak terkecuali feminisme. Feminisme diadopsi Islam seiring dengan keberadaan feminisme itu sendiri. Pernyataan ini disampaikan Neng Dara Affiah, aktivis perempuan yang sehari-hari aktif di Institut Pemberdayaan Perempuan dan Anak Indonesia (IPPAI) ketika mengajar di kelas Kajian Filsafat dan Feminisme (KAFFE) yang diadakan Jurnal Perempuan, Kamis (23/6). Lebih lanjut Neng menjelaskan Muhammad Abduh merupakan pemikir modernis Muslim awal yang mengadopsi gagasan feminis dalam fatwa-fatwa keagamaannya, misalnya pelarangan poligami dan pembagian warisan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Pemikiran Muhammad Abduh masuk ke Indonesia melalui para pelajar yang menuntut ilmu di al-Azhar, Mesir dan mereka yang membaca majalah al-Urwat al-Wustqo yang diasuh oleh Muhammad  Abduh. Salah satu pelajar yang terpengaruh oleh Abduh adalah KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
 
Neng Dara menjelaskan Muhammadiyah yang terpengaruh pemikiran Muhammad abduh mendirikan organisasi perempuan, yakni Aisyiah di Yogyakarta pada tahun 1917. Pendirinya adalah Nyai Dahlan, istri KH Ahmad Dahlan. Menurut De Stuers, organisasi Aisyiah mewakili kelas menengah muslim yang sebagian dari mereka memiliki nama berakhiran ningrat. Aisyiah mendeklarasikan penolakan poligami pada tahun 1930. Namun di sisi lain Aisyiah melarang perempuan berambut pendek, naik sepeda, dll. Jadi terdapat ambiguitas, karena semangat yang ditekankan adalah pengetahuan harus mengadopsi dari Barat, tetapi tidak dengan perilakunya.
 
Sementara pada tahun 1918, berdiri Sarikat Siti Fatimah di Garut yang merupakan bagian dari Kewanitaan organisasi Sarekat Islam. Pada tahun 1920, berdiri sebuah organisasi bernama Natdatoel Fataat, sebuah organisasi bercorak reformis dan dibentuk di Yogyakarta oleh organisasi Islam Walfadjri. Dalam kongres Perempuan 1928, organisasi ini mengajukan pemikiran agar Undang-undang Perkawinan Islam diamandemen untuk memperbaiki hak-hak perkawinan perempuan Islam dan menuntut kemudahan perceraian. Dalam usulan terakhirnya, organisasi ini juga mengusulkan agar pakaian perempuan diganti dengan menggunakan rok, membela perempuan berambut pendek dan naik sepeda serta mendukung organisasi pandu puteri yang pada saat itu organisasi seperti Aisyiah-Muhammadiyah menolaknya.
 
Lebih jauh Neng memaparkan pada masa Orde Baru, organisasi-organisasi perempuan Islam tergabung dengan organisasi federasi bernama Badan Musyawarah Organisasi-organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) yang dibentuk pada tanggal 2 Juli 1967. Organisasi ini beranggotakan organisasi-organisasi wanita Islam yang bersifat nasional dan mempunyai cabang di daerah-daerah. Pada masa itu wacana tentang seksualitas tidak ada. Perempuan berkelompok dengan organisasi induknya saja. Peran yang dilakukan BMOIWI adalah membahas kembali draf UU Perkawinan, memperjuangkan hakim-hakim perempuan di pengadilan-pengadilan Agama, mengusulkan agar pengurus Majelis Ulama Indonesia diisi juga oleh ulama-ulama wanita. Pada masa Orde Baru ini pula, beberapa organisasi Islam mengadopsi perspektif gender dalam kerja-kerja gerakan dan pembaruan Islam. Diawali dengan menafsir ulang isu-isu perempuan dalam Islam seperti konsep kodrat, penciptaan manusia, kepemimpinan perempuan, poligami, pembagian waris, hak menentukan pasangan hidup, dll. Organisasi yang mengadopsi perspektif gender meliputi Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Yayasan Paramadina, Yayasan Kesejahteraan Fatayat NU.
 
Sementara pada masa reformasi, organisasi-organisasi Islam yang mengadopsi perspektif gender adalah Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama, Rahima dan Fahmina Institut. Umumnya mereka menyadari bahwa banyak individu dan organisasi yang mendasarkan nilai-nilai hidupnya pada ajaran Islam dan mendasarkan kerangka kerjanya pada sumber-sumber utama ajaran Islam, yakni Alquran, Hadis dan seperangkat Hukum Islam,  tetapi mereka merasakan dan mengalami adanya diskriminasi atas ajaran tersebut. Kelompok ini pun percaya bahwa terdapat banyak nilai-nilai baik yang bisa diadopsi dari Islam bagi peradaban kontemporer yang meletakkan nilai-nilai kemerdekaan dan kemajuan untuk perempuan. Neng Dara mengungkapkan bahwa feminisme sebagai konsep atau paradigma pengetahuan tidak pernah disebut dalam organisasi Islam. Sebaliknya konsep gender sudah lebih diterima. Meskipun gender merupakan anak dari feminisme, namun feminisme itu sendiri sebagai induknya tidak pernah disebut. Neng juga mengemukakan bahwa kelompok pembaru Islam saat ini justru NU—bukan Muhammadiyah atau Persis dengan diktum kembali ke Alquran dan sunah—melainkan masuk lewat fikih, karena itu yang memungkinkan untuk diubah. (Anita Dhewy) 


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa