Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan 2024 telah dilaksanakan pada tanggal 26—27 Maret 2024 silam. Kegiatan ini dilaksanakan secara bauran, baik secara tatap muka dan secara daring via Zoom dan livestream YouTube. Musyawarah Perempuan Nasional (Munas Perempuan) ini merupakan aksi kolektif yang diinisiasi oleh organisasi pengampu program INKLUSI bersama Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), dan didukung oleh Bappenas, khususnya Direktorat Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga (KPAPO). Dalam sambutan dan laporan penyelenggaraan yang diwakili oleh Misiyah, Ketua Dewan Eksekutif KAPAL Perempuan, tujuan utama Munas ini adalah untuk mewadahi partisipasi aktif dan bermakna dari perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal lainnya dalam agenda pembangunan. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 2.000 peserta yang hadir secara daring, ditambah sekitar 50-100 peserta yang berpartisipasi secara berkelompok di beberapa titik kumpul, seperti kantor kelurahan/desa atau kantor dinas kabupaten/kota. Secara total, jumlah peserta Munas ini mencapai hampir 4.000 partisipan yang tersebar di 35 provinsi, 163 kabupaten, dan 477 desa di seluruh Indonesia. Menurut Misiyah, peserta musyawarah ini 90% merupakan perempuan, 8,3% merupakan penyandang disabilitas, dengan berbagai latar belakang. Sebagian besar merupakan perwakilan perempuan dan organisasi perempuan akar rumput, seperti nelayan, petani, pekerja migran, penyintas kekerasan berbasis gender, perempuan kepala keluarga, masyarakat adat, dan sebagainya. Munas Perempuan 2024 ini merupakan Munas kedua yang diselenggarakan. Munas Perempuan tahun 2023 lalu merupakan Munas yang pertama kali dilakukan dan menghasilkan 9 agenda prioritas yang kemudian dibahas dalam agenda Munas tahun 2024 ini. Adapun rangkaian acara Munas Perempuan 2024 akan dilakukan sebanyak lima tahap, yaitu 1) Musyawarah daerah, yang telah dilaksanakan pada minggu ke-2 dan ke-3 Maret 2024, 2) Munas Perempuan tanggal 26-27 Maret 2024, 3) Penyusunan rumusan berdasarkan masukan dan rekomendasi pada tanggal 28 Maret—15 April 2024, 4) Puncak Munas Perempuan 2024 pada tanggal 20 April 2024, dan 5) Penyusunan dan diseminasi ringkasan kebijakan dan penyusunan Rencana Aksi Nasional pada Mei 2024. Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Sekretaris Menteri KPPPA, Titi Eko Rahayu. Ia menyampaikan bahwa dilaksanakannya Munas Perempuan ini bertujuan untuk mendorong upaya pencapaian kesetaraan gender dan kesempatan yang setara bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan, program, dan anggaran yang lebih representatif dan inklusif.
Sayangnya, Titi menambahkan, masih banyak pihak yang belum memahami secara menyeluruh soal partisipasi perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam pengambilan keputusan. Rata-rata dari mereka masih banyak yang berfokus pada representasi perempuan di lembaga legislatif. Padahal, cukup banyak forum-forum musyawarah seperti Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) dan forum-forum tematik lainnya untuk menampung aspirasi dan kepentingan kelompok perempuan. Namun, Titi juga menyayangkan masih minimnya partisipasi bermakna perempuan dan kelompok marginal lainnya dalam forum-forum serupa karena fakta terkait ketimpangan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat masih sangat nyata. Ini bisa terlihat dari data-data kesenjangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Ketiganya menunjukkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam berbagai sektor pembangunan. Kegiatan selanjutnya merupakan pemaparan rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 oleh Raden Rara Rita Erawati selaku Direktur KPAPO Bappenas. Menurutnya, saat ini Bappenas sedang menyusun tiga buah dokumen perencanaan penting, yaitu RPJMN 2025—2029, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025—2045, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dalam rancangan RPJMN 2025—2029, Rita menjelaskan bahwa ada 17 arah tujuan pembangunan Indonesia Emas. Ketujuh belas arah pembangunan tersebut dibagi ke dalam beberapa agenda, yaitu agenda transformasi sosial, transformasi ekonomi, transformasi tatakelola, supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia, dan ketahanan sosial, budaya, dan ekologi. Dalam agenda transformasi sosial, Bappenas telah merancang program inklusi sosial untuk kesejahteraan penyandang disabilitas, lanjut usia dan kelompok rentan lainnya. Bappenas juga merencanakan pengembangan ekonomi perawatan (care economy) untuk perluasan perlindungan sosial dan kesejahteraan. Rita berpesan bahwa dalam Munas Perempuan ini, diharapkan terjadinya partisipasi aktif dan bermakna dari para peserta Munas. Ia juga berharap bahwa isu-isu yang diidentifikasi dapat menjadi prioritas bersama, untuk ke depannya dapat dikonsolidasikan untuk perumusan rekomendasi. Rita juga berharap bahwa adanya partisipasi aktif dari kelompok masyarakat sipil dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, termasuk dalam monitoring dan evaluasi. Setelah paparan dari Bappenas, sesi selanjutnya merupakan sesi Focus Group Discussion (FGD) yang dibagi ke dalam beberapa breakout room. Adapun 9 agenda prioritas yang dibahas dalam Munas Perempuan ini adalah: 1) Kemiskinan perempuan (perlindungan sosial), 2) Perempuan pekerja (pekerja migran Indonesia, pekerja rumah tangga, korban tindak pidana perdagangan orang, kerja layak, dan pekerja dengan disabilitas), 3) Penghapusan perkawinan anak, 4) Ekonomi perempuan berperspektif gender, 5) Kepemimpinan perempuan, 6) Kesehatan perempuan (termasuk kesehatan mental dan kesehatan reproduksi), 7) Perempuan dan lingkungan hidup, 8) Kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan 9) Perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. Agenda 1—5 dibahas pada hari pertama, sementara agenda 6—9 dibahas pada hari kedua Munas. Jurnal Perempuan berkesempatan untuk turut mengikuti sesi FGD, dan kami mengikuti di salah satu sesi pada hari pertama, yaitu Penghapusan Perkawinan Anak. Sesi ini difasilitasi oleh Tanty Herida dari Universitas Andalas. Sebelum memasuki sesi diskusi, Tanty sedikit memberikan gambaran terkait data-data perkawinan anak. Menurutnya, angka perkawinan anak mengalami penurunan, dari 11,21 di tahun 2017 ke 10,82% di tahun 2019. Akan tetapi, angka ini mengalami peningkatan terutama pada masa pandemi Covid-19. Tanty juga memaparkan bahwa perkawinan anak erat kaitannya dengan minimnya pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di sekolah maupun di rumah. Faktor lainnya seperti kemiskinan dan pemiskinan, kurangnya akses pada pendidikan, dan kehamilan tidak dikehendaki juga turut menyumbang praktik perkawinan anak di Indonesia. Beberapa usulan yang didiskusikan dalam FGD adalah perluasan akses pendidikan. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui pemberian beasiswa bagi murid perempuan, menggalakkan program wajib belajar 12 tahun, dan mewajibkan sekolah untuk menerima kembali siswa yang putus sekolah akibat perkawinan. Usulan lainnya berupa penyediaan layanan untuk pemenuhan HKSR, yang dapat dilakukan melalui fasilitas layanan dan konseling HKSR bagi remaja. Upaya-upaya tersebut juga perlu didukung melalui kebijakan yang mumpuni, misalnya dengan mengimplementasikan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan anak (Stranas PPA) dan menginstruksikan setiap daerah untuk menyusun Rencana Aksi Daerah untuk pencegahan perkawinan anak. Pada akhirnya, berbagai masukan yang ditampung dalam kesembilan diskusi tematik dalam Munas Perempuan 2024 ini diharapkan dapat menjadi usulan bagi pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan yang berpihak pada kepentingan perempuan, kelompok disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. (Fadilla D. Putri) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |