Jurnal Perempuan
  • HOME
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • DEMO SUARA IBU PEDULI
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa

Mengenang Maria Ulfah Subadio: Pejuang Kesetaraan dalam Konstitusi Indonesia

20/7/2022

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Banyak sekali tokoh perempuan Indonesia yang berkontribusi pada negara. Namun, namanya tidak diingat selayaknya tokoh pejuang laki-laki. Kurangnya kepekaan dan simpati terhadap kontribusi tokoh perempuan semakin mengubur keberadaan mereka. Salah satunya adalah Maria Ulfa Subadio, perempuan asal Banten yang karya dan jasanya sangat penting. Beliau adalah perempuan pertama di Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum dan menjadi menteri, menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Selama tahun keaktifannya, ia dikenal gencar memperjuangkan hak perempuan dalam mengakses hukum.

     Membahas Maria secara lebih dalam, Komunitas Relawan TurunTangan Jakarta menggelar diskusi Polittalks berjudul “Refleksi Pemikiran Maria Ulfah Subadio dalam Memperjuangkan Hak-hak Perempuan”. Polittalks dilaksanakan pada Sabtu, 16 Juli 2022 lalu. Diskusi ini diselenggarakan secara tatap muka di Rumah Relawan TurunTangan Jakarta dan juga disiarkan secara virtual melalui Instagram @turuntangan. Narasumber dalam kegiatan ini adalah Retno Daru Dewi G.S. Putri (Redaksi Yayasan Jurnal Perempuan) dan Nur Janti (jurnalis dan penulis), dipandu Siti Wahyatun sebagai moderator.

     Retno Daru Dewi G.S. Putri yang akrab disapa Daru membuka materi dengan mengenalkan profil dan kontribusi Maria Ulfah. Selain menjadi sarjana hukum dan menteri perempuan pertama di Indonesia, aktivisme Maria Ulfah juga dibuktikan oleh usahanya memberantas buta huruf di kalangan perempuan sebagai guru. Kepakarannya dalam bidang hukum membuat Maria Ulfah menaruh perhatian khusus pada isu perempuan dan hukum. Beliau melihat bahwa perempuan Indonesia kurang terfasilitasi dalam hukum, seperti pada pernikahan dan perceraian. Perempuan pada masa itu kesulitan mengakses hukum terkait, karena adanya keberpihakan hukum terhadap laki-laki.

     Sebagai perpanjangan dari perhatiannya akan isu perempuan dalam hukum, Maria Ulfah mencetuskan Pasal 27 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengenai kesetaraan masyarakat. Sebagai anggota BPUPKI, ia menekankan pentingnya kesetaraan hukum bagi seluruh masyarakat—laki-laki maupun perempuan. Daru juga menjelaskan keikutsertaan Maria dalam Kongres Perempuan Indonesia. Sayangnya, Orde Baru mensimplifikasi hari Kongres Perempuan Indonesia menjadi Hari Ibu semata.

     Daru mempersoalkan simplifikasi tersebut. Gejolak politik di Orde Baru berusaha mendomestifikasi perempuan—menjauhkan perempuan dari ruang publik dan politik. Bentuknya adalah ibuisme negara, yaitu ketika perempuan disubordinasi hanya sebagai ‘pembangun keluarga’ maupun ‘pendukung suami’. Bukan sebagai individu yang memiliki agensi dalam bernegara. Atas simplifikasi Hari Ibu juga, adanya Kongres Perempuan Indonesia jadi terlupakan.

     Daru juga memaparkan banyaknya tokoh perempuan di Indonesia yang jauh dari sorotan. Tokoh perempuan yang memiliki hari khusus hanyalah Raden Ajeng Kartini. Tokoh lain yang cukup dikenal adalah Dewi Sartika. Keduanya merupakan perempuan dengan darah ningrat. Tokoh lain yang tidak memiliki identitas ningrat, sepert Siti Rohana, jarang terdengar. Meskipun hal ini tidak menisbikan pergerakan dari tokoh yang dikenal, adanya favoritisme terhadap tokoh ningrat tetaplah disayangkan.
Maria sendiri merupakan tokoh dari kalangan ningrat yang berprivilese. Demikian, ia memanfaatkan privilesenya untuk bersekolah dan berjuang demi hak-hak perempuan. Daru berpesan, hendaknya kita juga melakukan hal yang sama dengan privilese yang kita miliki.

     Beranjak ke masa kini, Daru menyoroti dua pelanggaran hukum yang kerap menjegal perempuan: Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan kekerasan seksual. Kedua bentuk kekerasan ini sering terjadi pada kelompok marjinal. Nilai dan norma patriarki dalam masyarakat telah mengakar secara struktural dan kultural. Hal ini membuat banyak perempuan kesulitan mengakses keadilan lewat hukum. Akan ada banyak sekali rintangan dalam memperjuangkan kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti reviktimisasi, stigmatisasi, ketidakpercayaan, hingga kriminalisasi terhadap korban.

     Melihat hal tersebut, Daru berpendapat bahwa pemikiran dan perjuangan Maria Ulfah harus dilakukan dengan mendekonstruksi pemikiran masyarakat yang masih patriarkis. Terutama dalam memperjuangkan hak dan keadilan bagi perempuan Indonesia. Demikian, hal ini dapat menyetarakan kedudukan semua masyarakat di mata hukum, sesuai amanat Pasal 27 UUD 1945 hasil perjuangan Maria Ulfah.

     Nur Janti melengkapi paparan Daru soal Maria Ulfah. Berdasarkan penuturannya, ditegaskan bahwa karier Maria Ulfah didukung oleh latar belakang keluarganya yang berprivilese. Misalnya, paman Maria Ulfah adalah murid Snouck Hurgronje. Maria Ulfah memilih studi hukum sebab pengalamannya melihat perceraian bibinya. Setelah bercerai, hidup bibinya menjadi sulit, dengan absennya hak yang terpenuhi. Hal ini semakin diperparah oleh tiadanya sistem pencatatan pernikahan di masa lampau. Hal tersebut meniadakan perlindungan hukum yang dapat mengamankan posisi perempuan dalam pernikahan.

     Selain itu, Nur Janti juga melengkapi penjelasan Daru soal Kongres Perempuan Indonesia. Pada Kongres Pertama, isu poligami sebenarnya sudah ada, tapi terpecah ke dalam dua pandangan: 1) bahwa poligami adalah aturan agama, dan 2) bahwa agama tidak seharusnya dijadikan pembenaran poligami. Maria Ulfah berperan menengahi perdebatan dua kelompok tersebut.

     Sebagai refleksi, Nur Janti mengingatkan audiens akan peran Maria Ulfah dalam perumusan UUD 1945. Kerasnya perjuangan Maria Ulfah dalam mencetuskan kesetaraan bagi semua warga negara adalah capaian yang penting bagi Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak perempuan di Indonesia. Adanya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) mengancam hal tersebut. Hal ini sebab RKUHP membahayakan hak ketubuhan dan hak seksualitas perempuan. Demikian, dengan semangat perjuangan kesetaraan Maria Ulfah, hendaknya RKUHP ditolak dan dibatalkan.

     Peran perempuan dalam membangun negara ini sangatlah besar. Perempuan menopang berbagai sektor penting, tapi jasanya kerap kali disimplifikasikan. Sama halnya dengan simplifikasi terhadap Kongres Perempuan Indonesia, dimana Maria Ulfah berjasa menyelenggarakannya. Semangat Maria Ulfah dalam memperjuangkan hak perempuan dalam hukum harus terus dilestarikan oleh seluruh perempuan dan laki-laki di Indonesia. (Nada Salsabila)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • HOME
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • DEMO SUARA IBU PEDULI
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa