Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Mengarusutamakan Keadilan Sosial Feminis untuk Transformasi Sosial Berperspektif Gender

9/2/2022

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Keadilan merupakan salah satu topik yang sering sekali dibahas dalam diskursus lintas disiplin. Konsep keadilan arus utama kerap dijadikan basis intelektual untuk menetapkan berbagai regulasi. Sayangnya, dari banyaknya teori keadilan, hanya segelintir konsep keadilan arus utama yang dijadikan basis regulasi-regulasi yang ada. Selain itu, beberapa keadilan arus utama tersebut tidak sensitif gender.

     Membahas hal ini, pada Sabtu (5/2/2022) telah dilaksanakan bincang-bincang Loka Series yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Lokahita. Pada kesempatan tersebut, Abby Gina Boang Manalu selaku Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan hadir sebagai pembicara dipandu Meike sebagai host. Bincang-bincang berjudul ‘Kekerasan Seksual dan Keadilan Sosial Feminis’ tersebut diselenggarakan pada platform Live Instagram.

     Abby Gina membuka paparannya dengan menjelaskan kondisi perempuan yang kerap luput dari perbincangan keadilan. Akibatnya, beberapa teori keadilan arus utama tidak mengedepankan isu-isu partikular yang terjadi pada perempuan, melainkan menganut asas universalisme yang tidak terlalu memerhatikan kebutuhan perempuan. Lebih dari itu, pada ruang publik perempuan kerap diletakkan pada posisi yang tidak berkuasa. Posisi tersebut membuat kepentingan perempuan selalu dijauhkan dari publik dan dianggap tidak valid. Hal ini jugalah yang membuat penanganan kekerasan seksual sering kali tidak tepat sasaran.

     Pemikir-pemikir feminis menyatakan, hal yang paling utama dari keadilan sosial feminis berangkat dari pengalaman konkrit perempuan. Cara untuk mengintegrasikan pengalaman konkrit perempuan adalah berdialog. Feminisme tak pernah memaksakan suatu pengetahuan, pengetahuan feminisme dibangun atas dialog. Pengalaman tiap perempuan sendiri pasti berbeda satu sama lain, sehingga dibutuhkan pemahaman bahwa tidak semua perempuan mengalami tantangan dan kesulitan yang sama.

     Dalam menangani kasus kekerasan seksual, keadilan sosial feminis juga menekankan perspektif dan pengalaman korban. Pada hukum yang tersedia sekarang, banyak sekali celah hukum yang membuat korban tak dapat mengakses keadilan. Pada hukum Indonesia pun, keadilan sering dilihat dari perspektif laki-laki saja. Hal ini juga menghambat penanganan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual, juga kurang akomodatif bagi korban. Abby menjelaskan, adanya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi suatu langkah konkrit untuk mengakomodasi kebutuhan perempuan akan hukum yang berkeadilan.

     Dalam RUU TPKS, terdapat kategorisasi yang lebih spesifik terhadap jenis-jenis kekerasan seksual—yang membuat penanganan terhadap tiap kasus juga menjadi spesifik. Contohnya, penanganan kekerasan seksual pada anak berbeda dengan penanganan kekerasan seksual pada difabel, dan sebagainya.
“RUU TPKS mencoba mengenali kelompok-kelompok berbeda dalam kekerasan seksual dan mencoba mewadahinya,” jelas Abby.

     Kembali membahas keadilan sosial feminis, Abby menyatakan ada anggapan awam bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada perempuan, termasuk kekerasan, adalah masalah privat. Hal ini menghambat perempuan dalam mengakses keadilan. Meskipun terdapat berbagai konsep keadilan feminis, tapi garis besar antara seluruh teori yang ada adalah melihat kondisi ketidakadilan berbeda antara tiap perempuan. Selain itu, adanya yang liyan (the other) juga menjadi salah satu gagasan utama dari keadilan sosial feminis.
    
     Demikian, keadilan sosial feminis melihat bahwa keadilan yang berperspektif gender tidak hanya harus diwujudkan dalam regulasi, tapi juga dapat mentransformasikan masyarakat. Artinya, perubahan yang terjadi juga dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap persoalan ketidakadilan gender. Namun, Abby menyampaikan bahwa ini merupakan tantangan dalam mengusahakan keadilan sosial feminis. Adanya resistensi terhadap gagasan gender atau feminisme yang muncul dari nilai-nilai patriarki kerap menyulitkan perempuan serta kelompok liyan lainnya dalam menyuarakan pengalaman mereka.

     Atas hal ini, Abby menekankan pentingnya pendidikan keadilan gender sebagai langkah awal mentransformasi keluarga. Langkah ini dapat dimulai dengan mendidik anak perempuan dan laki-laki dengan setara. Beberapa praktik dalam masyarakat masih melanggengkan pembedaan pendidikan antara perempuan dan laki-laki, hal inilah yang harus sedikit demi sedikit dihentikan.

     Sebagai penutup, Abby menyampaikan urgensi penerapan keadilan sosial feminis dalam kehidupan sehari-hari. Utamanya, untuk mendorong transformasi sosial yang memandang setara perempuan dan laki-laki. “Keadilan sosial feminis harus berangkat dari rasa kepedulian, tanggung jawab, terbuka pada perbedaan, dan siapapun yang ingin terlibat harus memeriksa ketidakadilan di sekelilingnya. Setiap orang mendorong aktivisme atau transformasi yang nyata,” tukasnya. (Nada Salsabila)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa