Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Menentang Kebencian Berbasis Agama: Mengupayakan Tata Kelola Pemerintahan yang Inklusif

2/10/2023

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Pada Jumat (29/9/2023) lalu, Komnas Perempuan menggelar acara diskusi publik dalam rangka melakukan telaah atas Resolusi A/HRC/RES/53/1 tentang Menentang Kebencian Berbasis Agama yang Memuat Penghasutan untuk Melakukan Diskriminasi, Permusuhan serta Tindakan Kekerasan. Acara yang dimoderatori oleh Triana Komalasari ini dihadiri oleh lima narasumber, yaitu Febrian A. Ruddyard (Perutusan Tetap RI Geneva), Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia), Ismail Hasani (Direktur Setara Institute), Dewi Kanti (Komisioner Komnas Perempuan), dan Siti Ruhaini Dzuhayatin (Aktivis HAM).

     Acara ini Diawali dengan sambutan dari Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan). Andy menyatakan bahwa dirinya selalu memberikan salam dengan salam Nusantara yang bhineka. Salam tersebut dilakukan sebagai pengingat bahwa Indonesia adalah bhineka.

     “Masih ada banyak agama atau kepercayaan yang tidak diakui di negara kita dan salam Indonesia Bhineka dapat mewakili kemajemukan Masyarakat di Indonesia,” ujar Andy.

     Selanjutnya Andy menyampaikan bahwa sejak tahun 2005 Komnas Perempuan telah menerima banyak laporan kekerasan akibat dari tindakan intoleransi minoritas beragama dan Komnas Perempuan mengamati bahwa jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti, intoleransi akan terus menajam. “Diskusi publik tentang resolusi A/HRC/RES/53/1 kita lakukan guna melihat dampak pelaksanannya ke depan secara global maupun relevansinya di Indonesia, khususnya dampak pada hak-hak perempuan,” tegas Andy.

     Selanjutnya sebagai narasumber pertama Febrian A. Ruddyard selaku Wakil tetap RI untuk PBB menyatakan bahwa Resolusi A/HRC/RES/53/1 yang kemudian disebut Resolusi 53/1 diadopsi oleh PBB untuk merespons insiden pembakaran kitab suci Alquran di beberapa negara di belahan dunia, tetapi yang paling disoroti adalah insiden di Swedia.

     Adapun mandat Resolusi 53/1 ada tiga poin yakni: 1) Mengutuk dan menolak keras advokasi dan manifestasi kebencian agama, termasuk pembakaran AlQuran di depan Publik dan menekankan pentingnya para pelaku diproses hukum; 2) Seruan kepada negara-negara untuk mengadopsi aturan hukum dan kebijakan untuk mengatasi, mencegah, dan mengadili aksi kebencian agama yang memicu diskriminasi dan kekerasan; dan 3) Mendesak Komisioner Tinggi HAM PBB dan Special Procedures Dewan HAM untuk bersuara melawan aksi kebencian agama, termasuk pembakaran kitab suci, serta memberikan rekomendasi untuk atasi fenomena ini.

     “Dalam membuat Resolusi dan meyakinkan kami membutuhkan setidaknya 1/3 persetujuan dari seluruh anggota Dewan HAM,” pungkas Febrian. Dalam proses pemungutan suara terdapat 28 negara mendukung, 12 negara menolak, dan 7 negara abstain, dan yang mengejutkan adalah negara yang abstain hingga menolak adalah negara-negara champion dari HAM.

     Kemudian Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty International) menyampaikan bahwa dalam konteks resolusi dewan HAM 53/1 ada begitu banyak kontroversial. Negara-negara Uni Eropa banyak yang menolak resolusi tersebut karena bertentangan dengan konvensi kebebasan berekspresi di negaranya. Walaupun di sisi lain pemeriksaan pada 12 negara yang menolak dan 7 yang abstain juga perlu dilakukan. “Fenomena pembakaran Alquran ini mengkhawatirkan masa depan keselarasan kehidupan umat beragama, bahkan fenomena tersebut juga dijadikan alasan Turki untuk menolak negara Skandinavia (Swedia dan Finlandia) bergabung dengan NATO,” tegas Usman.

     Sementara itu, Ismail Hasani (Direktur Setara Institute) menyampaikan tanggapannya tentang Resolusi 53/1 bahwa Resolusi ini akan menjadi bola panas tergantung dari ekosistem yang menerimanya. Dalam konteks Indonesia yang perlu diperhatikan adalah kelompok penghayat kepercayaan sebab pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyaninan (KBB) kian meningkat. Tentu fenomena ini tidak terlepas dari menguatnya populisme baik dari kanan maupun kiri.  “Gagasan tindak lanjut untuk memerangi intoleransi kelompok beragama adalah memastikan resolusi 53/1 dijalankan secara akuntabel di tingkat global, didukung kerja monitoring, dan memastikan tata kelola pemerintahan yang inklusif di tingkat nasional,” ungkap Ismail.

     Melalui perspektif perempuan korban Dewi Kanti (Komisioner Komnas Perempuan) memaparkan keterkaitan antara kekerasan berbasis agama dengan kerentanan terhadap perempuan. Menurut Dewi, kriminalisasi pada perempuan kerap terjadi karena kerentanan berlapis yang dialami oleh perempuan. Dalam konteks kasus intoleransi terdapat beberapa kasus kriminalisasi perempuan seperti kasus Lia Eden yang dipidana dengan penodaan agama selama 2 tahun (2006) dan 2,5 tahun (2008), kasus Meliana (2018) karena mengeluhkan suara azan, kasus Suzethe Margaret (2020) perempuan yang membawa anjing ke dalam Masjid, Silfi Latifah (2022), Ayu Ariestyana (2023) sebagai pengikut Gafatar, dan masih banyak lainnya.

     “Dalam rangka memperkuat resolusi 53/1 perlu ada pendalaman akar persoalan pada kebencian terhadap agama dan juga perlu mempelajari kondisi empirik pengalaman khas perempuan minoritas agama atau kepercayaan menghadapi intoleransi untuk memerangi kriminalisasi perempuan,” pungkas Dewi.

     ​Menurut Dewi adanya resolusi 53/1 dapat dijadikan momentum untuk kita semua membuka ruang dialog bagi isu minoritas agama yang selama ini kasusnya belum bahkan sulit  terselesaikan. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama, yang hendaknya dilakukan oleh Organisasi Masyarakat Sipil dengan dukungan penuh dari pengampu kebijakan. (Iqraa Runi Aprilia)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025