Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Membicarakan Kecerdasan Buatan Ala Filsuf Feminis di KAFFE Agustus

15/8/2023

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Kehadiran kecerdasan buatan menjadi salah satu topik besar tahun ini dengan kedatangan mesin teks generatif seperti ChatGPT dari OpenAI. Dengan cepat penggunaan teknologi kecerdasan buatan hadir di keseharian, bahkan menjadi teman mengobrol orang-orang. Namun tak butuh lama bagi masyarakat untuk menyadari persoalan-persoalan baru yang meresahkan yang dibawa oleh penggunaan kecerdasan buatan ini. Berangkat dari dilema ini, LG. Saraswati Putri, atau yang akrab dipanggil Yayas, hadir pada kelas daring KAFFE Agustus (14/8/2023) untuk membagikan pemahaman terkait teknologi kecerdasan buatan dari sudut pandang filsafat dan keadilan gender.

     ​Ketika Yayas bertanya apakah peserta familier dengan ChatGPT dan sebagainya, para peserta menjawab sudah menggunakannya untuk beragam hal seperti membantu menulis dan menyunting surel, membuat takarir media sosial, atau bahkan hal sepersonal ucapan ulang tahun.

     ​Yayas ingin memulai pemaparannya dengan menceritakan sejarah kecerdasan buatan mulai dari masa Alan Turing memikirkan bagaimana mesin bisa memecahkan kode. Yang amat menarik, Yayas menghubungkan perkembangan teknologi ini dengan hasrat manusia untuk menciptakan sesuatu yang dapat berpikir seperti manusia, yang bahkan sudah dapat ditemukan pada mitos-mitos lampau. Misalnya mitos Pygmalion yang membayangkan ingin menciptakan seorang gadis ideal dari marmer.

     ​Kemudian Yayas membahas dua pandangan dalam memahami teknologi, yaitu melihatnya sebagai enframing, bahwa “Teknologi hanya dipakai, digunakan secara permukaan saja, tidak ada pandangan yang lebih mendalam, lebih holistik tentang suatu wujud dan sistem teknologi.” Sementara itu ada cara yang lebih esensial dan substansial, yaitu melihat bahwa ada subjek dan diri di setiap ciptaan manusia. Yayas kemudian mengajak kita memikirkan berbagai pertanyaan filosofis seputar kecerdasan buatan. Misalnya, bagaimana kita bisa jadi subjek yang otentik—siapa diri sesungguhnya di era teknologi digital yang begitu deras dengan misinformasi dan disinformasi.

     ​“Bagaimana cara menjadi jujur jika dorongan untuk menulis pun diserahkan kepada mesin yang berpikir?” tanya Yayas. Sebagai dosen pun, ia mengecek ZeroGPT untuk memeriksa apakah tulisan para mahasiswa ditulis dengan AI. Pada saat yang sama, ia juga meminta mahasiwa untuk berdiskusi dengan AI karena menurutnya AI dapat memberikan referensi buku, bahkan dapat berperan sebagai tutor.

     ​Pertanyaan selanjutnya yang Yayas bahas adalah terkait alienasi. Yayas menyampaikan bahwa banyak filsuf, termasuk filsuf cyberfeminist yang mempertanyakan mengapa AI menjadi momok di daerah maju saja. “Bagaimana dengan perspektif atau tatapan orang-orang yang tidak datang dari budaya Silicon Valley, misalnya? Ada keterasingan dalam artian ketimpangan, bahwa AI hanya bisa menguntungkan orang-orang yang punya akses. Ada problem aksesibilitas di sana.”

     ​Dari menyimak kuliah-kuliah oleh Yuval Noah Harari, Yayas sendiri mulai memikirkan bagaimana AI dapat memperkokoh struktur hierarkis dan ketimpangan yang ada. Sebagai filsuf yang memerhatikan isu lingkungan, Yayas juga mengajak berpikir terkait kemungkinan bencana besar yang sangat mungkin terjadi—bukan khayalan fiksi ilmiah belaka—dari pemanfaatan AI.

     ​Lebih lanjut mengenai ketimpangan, Yayas juga membahas bias data, bahwa data tidak dimunculkan secara seimbang oleh AI, berkaitan dengan bagaimana ketidakadilan gender pun dihadirkan oleh bias data. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa mesin-mesin tersebut dibuat oleh individu atau korporasi yang tidak punya semangat afirmatif terhadap berbagai macam perbedaan serta ragam pengetahuannya. Tak luput juga dibahas bagaimana mesin kecerdasan yang berkembang saat ini berada dalam lingkup korporasi, sehingga perkembangan ke depannya akan menggunakan logika korporasi.
​
     ​Yayas juga menyampaikan keresahannya terhadap penggunaan AI oleh negara-negara dengan ruang demokrasi sempit. Terkait hal ini, Yayas mengingatkan bahwa hak kita sebagai warga digital belum terpenuhi, sebab kita tidak mendapatkan transparansi dan akuntabilitas tentang bagaimana mesin-mesin itu dilatih, dan pertanggungjawaban bahwa mesin-mesin itu aman. Dengan posisi AI dalam korporasi, Yayas juga menyebutkan bahaya pemanfaatan AI untuk otomasi senjata militer, lalu kolonialisme baru atau kolonialisme data.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
Teks Feminis Seputar Kecerdasan Buatan

     ​Yayas kemudian membagikan bacaan-bacaan menarik seputar kecerdasan buatan, yang ditulis oleh para pemikir feminis. Misalnya Nina Shick yang membahas kebencanaan informasi yang terjadi karena begitu derasnya arus berita bohong, dan kebencian yang diamplifikasi di ruang digital. Nina Shick membahas misalnya bagaimana deep fake disalahgunakan untuk meniru wajah, khususnya perempuan, dalam video-video pornografi. Kemudian, Sadie Plant yang secara spesifik mengamati irisan antara teknologi digital dan gender. Dalam, bukunya Zeros + Ones: Digital Women + New Technoculture, Sadie Plant terpengaruh oleh perempuan pemikir dan pakar matematika Ada Lovelace. Plant membaca catatan-catatan Ada Lovelace, yang sudah memiliki gagasan tentang bagaimana memaknai kehadiran mesin yang berpikir.

     ​Konsep siborg oleh Donna Haraway (A Cyborg Manifesto) juga tidak luput dari paparan dosen Departemen Filsafat Universitas Indonesia ini. Menurutnya, teknofantasi dalam pandangan maskulin terobsesi pada disembodiment, yaitu untuk meninggalkan tubuh. Manusia ingin disembodied dari tubuh manusia yang banyak kekurangan dan keterbatasan. Ia memberi contoh teknofantasi dalam Mahabharata, yaitu hasrat menciptakan senjata superampuh yang bisa membinasakan. Hal ini berbeda dengan teknofantasi dalam pendekatan feminis. Misalnya pemikiran Sadie Plant menyoal embodiment atau kembali kepada tubuh, dan tubuh sendiri banyak ragamnya; tubuh satwa, gunung, bebatuan, lautan. Sadie Plant membayangkan kebertubuhan yang saling berkaitan, berhubungan, terpaut dengan lainnya. Yayas melihat pemikiran Plant juga memberikan ruang yang sangat banyak kepada gagasan queer, sebab ia juga terpengaruh pemikiran filsuf queer Monique Wittig. “Alam itu sangat queer dalam pikiran Sadie Plant,” ucap Yayas.

     ​Bacaan selanjutnya yang disebutkan adalah The Institute of Other Intelligence karya Mashinka Firunts Hakopian. Hakopian terinspirasi juga oleh The Feminist  Killjoy karya Sara Ahmed dan membayangkan apabila terdapat entitas seperti artificial killjoy. Hakopian mengajak pembaca membayangkan bagaimana jika di masa depan para kecerdasan buatan melakukan konferensi, lalu terdapat AI yang punya sensitivitas lebih terhadap keberagaman.

     ​Diskusi kemudian berlanjut dalam sesi tanya jawab. Para peserta menanggapi dengan berdiskusi soal bagaimana AI mengancam perempuan adat. Kemudian ada peserta yang menganggap teknologi membuat hidup perempuan jadi lebih baik, dan berharap mendengar pandangan optimistik mengenai AI. Ada juga yang menanggapi diskursus soal transhumanisme dan kedirian.
​
     ​Dari diskusi KAFFE kali ini, ada banyak PR yang perlu kita pikirkan mengenai kecerdasan buatan. Masalah-masalah yang dibawa teknologi baru ini bukan fantasi ilmiah, tetapi sudah memiliki konsekuensi-konsekuensi nyata yang perlu diatasi bersama. Sebagai feminis, kita perlu memikirkan secara kritis risiko pelanggengan ketimpangan oleh teknologi kecerdasan buatan, tetapi juga jangan sampai luput memikirkan cara-cara menjadikannya alat untuk meretas ketidakadilan. (Asri Pratiwi Wulandari)
​

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024