Di Indonesia, pertahun ditemukan 2 juta kasus aborsi tidak aman, dengan pelaku sebanyak 87% adalah mereka yang menikah dan 13% mereka yang belum menikah. Sebanyak 67% kasus aborsi merupakan upaya aborsi sendiri, dan sebagian berakhir dengan kematian. Sementara itu, 10%-50% angka kematian ibu (AKI) disebabkan karena aborsi. Data-data ini diungkapkan oleh Maria Ulfah Anshor, Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) saat mengajar kelas Kaffe (Kajian Filsafat dan Feminisme) yang diselenggarakan Jurnal Perempuan pada Kamis (16/6) di kantor JP. Maria membahas tema Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual terkait Aborsi dalam Paradigma Islam. Ia mengungkapkan bahwa terdapat stigma dalam masyarakat yang selalu menyalahkan perempuan yang mengalami kehamilan tak dikehendaki (KTD) dan kemudian melakukan aborsi. Perempuan dipersalahkan baik secara hukum, agama maupun norma masyarakat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa persoalan aborsi hanya dibebankan kepada perempuan, padahal seharusnya menjadi tanggung jawab pasangan dan Negara menyediakan akses untuk layanan pencegahan dan penanganan/kedaruratan aborsi. Maria juga mengungkapkan ketika dulu dirinya aktif di Fatayat NU, ia pernah menangani kasus seorang anak perempuan berumur 16 tahun yang hamil karena ayah tirinya. Situasi ini mendorong Maria untuk melakukan kajian literatur terhadap fikih yang mengatur soal aborsi. Maria menjelaskan dari aspek teologis Alquran menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah. Proses penciptaan/pertumbuhan janin dimulai dengan pertemuan sperma dan ovum (nuthfah), yang kemudian menjadi segumpal darah (alaqah), lalu segumpal daging (mudghah), dan menjadi tulang belulang yang terbungkus daging atau menjadi bentuk lain, yang ditafsirkan juga sebagai fase ditiupkannya roh. Sementara di dalam Hadis juga disebutkan proses pembuahan berlangsung selama tujuh hari. Hadis juga secara rinci menyebutkan proses setelah ovum dan sperma bertemu berupa nuthfah berlangsung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu yang sama yakni 40 hari dan kemudian menjadi segumpal daging, juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu malaikat diutus untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diutus untuk melakukan empat kalimat, yaitu mencatat rezekinya, usianya, amal perbuatannya dan celaka atau bahagianya. Lebih jauh Maria mengemukakan bahwa kontroversi di dalam fikih tentang boleh dan tidaknya aborsi terkait dengan interpretasi tentang roh, yakni waktu roh ditiupkan. Sampai sekarang kontroversi ini masih berlangsung karena hal ini terkait dengan keyakinan. Ada yang meyakini bahwa proses kehidupan dimulai sejak roh ditiupkan namun ada juga kelompok ulama yang meyakini bahwa kehidupan sesungguhnya sudah dimulai sejak proses konsepsi, sehingga sejak saat itu tidak boleh diganggu atau dirusak. Mengenai fase sesudah penyawaan (ba’da nafkhi al-ruh) ulama fikih memiliki pandangan yang sama yakni sepakat melarang aborsi kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam nyawa ibunya. Sementara terkait fase sebelum penyawaan (qabla nafkhi al-ruh), ulama fikih mempunyai pendapat yang beragam atau kontroversial, ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Maria juga menyatakan bahwa perubahan hukum Islam dapat dilakukan seiring terjadinya perubahan zaman, tempat, kondisi, niat dan adat/tradisi. Landasan perubahan ini merujuk pada tujuan pembentukan hukum Islam itu sendiri yakni untuk mewujudkan kemaslahatan umum, kaidah-kaidah fikih yang relevan dan pendekatan fikih yang kontekstual. Karena itu menurut Maria, hasil kajian sosial, studi lapangan dan pandangan Islam untuk menyelamatkan ibu serta bahaya aborsi tidak aman dapat dijadikan dasar untuk merumuskan kebijakan aborsi yang aman. Aman dari sisi agama artinya dilakukan dengan mengambil risiko yang sekecil mungkin, untuk menghindari bahaya dan/atau kondisi darurat, sebelum nafkhi al-ruh/kehamilan berusia 8 minggu (42 hari). (Anita Dhewy)
siti khuzamah
21/6/2016 02:06:27 pm
bagus sekali, saya senang membacanya
sita van bemmelen
29/6/2016 11:05:53 am
2 tahun yang lalu gabungan LSM di 8 propinsi di Sumatera yang bernama PERMAMPU melalukan penelitian tentang KTD dengan responden ibu-ibu dan remaja di lingkungan masing-masing (saya berperan sebagai research advisor). Dari hasil penelitian ini yang dapat diperoleh di website/kantor program MAMPU, terlihat bahwa penafsiran ibu-ibu, tokoh agama, pejabat tingkat pemda kab/kota adalah aborsi itu sama sekali tidak diperbolehkan. Hasil lainnya: kehamilan di luar nikah hanya dapat diatasi dengan menikahkan remaja putri, dan bila seorang ibu yang mengalami kehamilan yang beresiko, belum direspon dengan aborsi untuk menyelamatkan nyawanya, baru ada tindakan pas saat mau melahirkan. Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
January 2025
Categories |