Mahkamah Konstitusi Perintahkan DPR Ubah Batas Usia Minimal Perempuan Dalam UU Perkawinan14/12/2018
Pada Kamis, 13 Desember 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait batas usia perkawinan. Fokus dari gugatan tersebut adalah untuk menaikkan usia minimum menikah perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Gugatan tersebut diajukan oleh para pemohon yang merupakan korban perkawinan anak. Para hakim MK yang hadir di persidangan, Enny Nurbaningsih, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Manahan M.P Sitompul secara bergantian membacakan amar putusan di ruang sidang MK. Para hakim MK juga membacakan pertimbangan putusan yang menyatakan bahwa perbedaan batas usia perkawinan antara perempuan dan laki-laki merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan merugikan perempuan. MK juga menilai bahwa batas usia perkawinan bagi perempuan yang ada dalam UU Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak yang di dalamnya jelas tertulis bahwa yang disebut sebagai anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Dalam pembacaan pertimbangan, para hakim MK menyampaikan bahwa usia minimum batas perkawinan bagi perempuan dalam UU Perkawinan masih masuk dalam kategori usia anak, sehingga perkawinan yang dilakukan oleh perempuan dalam batas usia tersebut hanya akan menghilangkan hak mereka sebagai anak. Hal tersebut bertentangan dengan batas usia laki-laki yang diatur dalam UU Perkawinan, laki-laki masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan hingga SMA sedangkan perempuan tidak. Hilangnya akses pendidikan dalam pertimbangan putusan MK dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945 karena hak pendidikan merupakan hak konstitusional. MK juga mempertimbangkan bahwa perkawinan yang dilakukan oleh perempuan dengan batas usia minimum yang diatur dalam UU Perkawinan juga hanya akan memberikan ruang bagi kekerasan terhadap anak perempuan. Meski demikian, MK menyatakan bahwa mereka secara institusional tidak memiliki wewenang untuk melakukan perubahan batas minimum usia perkawinan dalam UU Perkawinan karena wewenang tersebut adalah milik pembuat undang-undang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, MK memutus untuk mengabulkan permohonan untuk sebagian dan menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa “usia 16 (enam belas) tahun” dalam UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki ketentuan hukum yang mengikat, serta ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perubahan sesuai tenggang waktu yang diputuskan dalam putusan MK tersebut. Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan kepada pembuat Undang-Undang untuk melakukan perubahan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dalam UU Perkawinan dalam jangka waktu 3 tahun. Apabila dalam jangka waktu tiga tahun pembuat Undang-Undang tidak melakukan perubahan maka batas minimal usia perkawinan akan diharmonisasikan dengan UU Perlindungan Anak yakni 18 tahun dan diberlakukan sama bagi perempuan dan laki-laki. (Bella Sandiata) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |