Human Rights Watch (HRW) meluncurkan sebuah laporan yang berjudul “Aku Ingin Lari Jauh: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia” (18/03). Laporan setebal 130 halaman, berjudul “’Aku Ingin Lari Jauh’: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia,” mendokumentasikan bagaimana berbagai peraturan pemerintah mewajibkan anak perempuan dan perempuan untuk mengenakan jilbab, busana Muslim yang menutupi kepala, leher, dan dada. Peraturan-peraturan tersebut diterapkan di lingkungan sekolah negeri, lingkungan PNS dan kantor-kantor pemerintah. Laporan ini juga mengangkat kasus-kasus diskriminasi yang dialami oleh pelajar perempuan dan guru di berbagai wilayah di Indonesia. Laporan ini mendokumentasikan pengalaman seorang ibu yang putrinya bersekolah di sebuah SMP negeri di Yogyakarta. Ibu ini menuturkan, “Setiap ada pelajaran agama, dan kapanpun pak guru agama Islam menghampiri, dia bertanya kenapa anak saya tidak berjilbab.” Guru itu bahkan bertanya “Besok jilbabnya dipakai ya?” Putri saya hanya menjawab “Ya, baik.” Tapi begitu dia pulang, dia cerita pada saya soal ketidaknyamanannya, “Mengapa mereka seperti itu ya, Ma?” Saya menyadari bahwa pihak sekolah telah menekan para siswi untuk memakai jilbab meskipun kepala sekolah menyangkalnya.” Kasus lainnya dialami oleh seorang dosen kampus negeri di Jakarta yang mengundurkan diri pada tahun 2020. Ia melepaskan status pegawai negeri, karena tekanan berbusana yang dialaminya. Ia menuturkan, “Tidak ada aturan resmi buat dosen dan mahasiswi untuk pakai jilbab di kampus. Tapi tekanannya sangat kuat. Saya baca Kode Etik kampus. Hanya menyebut tata busana yang sopan. Saya selalu berpakaian sopan. Saya dapat komentar mengapa saya tidak menutupi rambut saya? Saya trauma akibat kejadian-kejadian itu. Kebanyakan orang di kampus ini menghakimi saya, langsung maupun tidak, hanya karena saya memutuskan untuk tidak memakai jilbab seperti yang mereka mau.” Dalam laporan HRW salah satu responden perempuan mengungkapkan diskriminasi yang dialaminya di bangku SMA. “Jika kami mencapai pelanggaran 100 poin, kami akan diminta mengundurkan diri dari sekolah. Kerudung haruslah tebal, tidak ada rambut yang terlihat, dan jilbab harus cukup lebar untuk menutupi dada. Baju harus cukup panjang untuk menutupi pinggul. Jika kerudung terlalu tipis atau terlalu pendek, guru akan [menggambar] tanda silang dengan spidol di baju atau jilbab. Begitu pula kemeja yang tidak menutupi pinggul akan dicoret.”, tutur responden di dalam laporan ini. HRW berpandangan bahwa aturan busana bagi perempuan dan anak perempuan di para siswi, pegawai negeri perempuan, dan para pengunjung perempuan yang datang berkunjung ke kantor pemerintah, merupakan bentuk diskriminasi. Menurut HRW, sejak tahun 2001 telah ada lebih dari 60 peraturan diskriminatif yang memaksa perempuan untuk berbusana muslimah. Peraturan semacam ini diterapkan di sekitar 300.000 sekolah negeri, terutama di 24 provinsi dengan mayoritas penduduk Muslim. Peraturan-peraturan ini telah mewajibkan pelajar perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab sejak Sekolah Dasar. Elaine Pearson dari Human Rights Watch menyatakan bahwa sejumlah peraturan dan kebijakan di Indonesia terkait aturan busana yang diskriminatif terhadap perempuan dan anak perempuan di sekolah dan tempat kerja telah melanggar hak mereka untuk bebas dari pemaksaan dalam beragama. Tindak diskriminatif yang terjadi di sekolah ini adalah bentuk pelanggaran HAM. Hukum internasional telah menjamin hak setiap manusia untuk menjalankan keyakinannya, hak atas kebebasan berekspresi, dan hak atas pendidikan tanpa diskriminasi. Perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki, termasuk hak untuk mengenakan apa yang mereka pilih. HRW mengimbau pencabutan aturan-aturan berbusana yang diskriminatif tersebut dan merekomendasikan pelaksanaan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang dibuat pada 3 Februari 2021 tentang Pemda dan Sekolah Tidak Boleh Wajibkan atau Melarang Seragam Beratribut Agama. SKB 3 Menteri ini melarang aturan busana yang sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap siswi serta guru perempuan di sekolah-sekolah negeri. Menurut HRW pelaksanaan SKB ini penting untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan dan anak. SKB 3 Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa siswi dan guru memiliki hak untuk memilih pakaian yang akan dipakai di sekolah, dengan atau tanpa “atribut agama”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadim Makarim mengatakan, bahwa sekolah negeri telah "salah menafsirkan" peraturan seragam sekolah tahun 2014. Sementara Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI menyatakan bahwa kasus Padang adalah “puncak gunung es” dan aturan wajib jilbab selama ini digunakan untuk “pemaksaan, diskriminasi, intimidasi” terhadap pelajar perempuan. Mengacu pada SKB tersebut, maka pemerintah daerah dan kepala sekolah diperintahkan mencabut semua aturan wajib jilbab sebelum 5 Maret 2021 dan sanksi akan mulai diberlakukan kepada kepala sekolah dan kepala daerah, yang tidak mematuhi keputusan itu hingga 25 Maret 2021. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diberi wewenang untuk menahan dana Bantuan Operasional Sekolah bagi sekolah yang mengabaikan keputusan tersebut. SKB ini hanya mencakup sekolah negeri yang berada di bawah pengelolaan pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia tak meliputi sekolah negeri dan perguruan tinggi Islam di bawah Kementerian Agama. Ia juga mengecualikan Aceh, yang memiliki otonomi lebih besar daripada provinsi-provinsi lain, dan merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia, yang resmi menjalankan syariat Islam. HRW menyatakan bahwa mewajibkan perempuan dan anak perempuan untuk menggunakan busana agama tertentu akan mempengaruhi perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Sementara Hukum internasional menjamin hak setiap manusia untuk menjalankan keyakinannya, hak atas kebebasan berekspresi, dan hak atas pendidikan tanpa diskriminasi. Perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki, termasuk hak untuk mengenakan apa yang mereka pilih. Laporan ini juga dilengkapi dengan lampiran yang menjelaskan berbagai aturan busana di Chechnya (Rusia), Prancis, Jerman, Iran, Arab Saudi, wilayah Suriah di bawah kekuasaan Negara Islam, Turki, dan Xinjiang di Tiongkok. (Abby Gina). Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |