Minggu (02/01), Lingkar Kajian Kota Pekalongan (LKKP) membuka tahun 2022 dengan menyelenggarakan sebuah seminar daring dengan tema ‘Renaisans 4.0: Pemikir Muda’. Seminar tersebut dihadiri oleh empat orang pembicara yaitu Muhammad Haidar Fikri Kurniali (LKKP), Abby Gina Boang Manalu (Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan), Cayekti Widigdo (Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan), dan Ribut Achwandi (Dewan Pakar LKKP). Acara ini turut dipandu oleh Winda Febriana S. (LKKP) sebagai pembawa acara dan Brillian Ravi A. (LKKP) selaku moderator. Pemaparan pertama dilakukan oleh Muhammad Haidar Fikri Kurniali. Perwakilan LKKP ini membawakan hasil pemikirannya yang berjudul Kebangkitan Ilmu Pengetahuan dalam Teras Bakar-bakar Tahun Baru. Haidar menjelaskan konsep Teori Dependensi yang didapatnya ketika pergantian tahun yang menurutnya sangat berkesan. Teori Dependensi terjadi dalam ketergantungan negara dunia ketiga dengan negara maju yang bersifat merugikan. Pasalnya, negara maju mengunakan negara dunia ketiga sebagai populasi untuk mengambil sampel riset yang kemudian akan menghasilkan teori-teori baru. Teori yang bermanfaat untuk khalayak ramai tersebut kemudian akan digunakan kembali oleh negara dunia ketiga yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan negara dunia ketiga dalam memahami potensi di sekitar mereka untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Sehingga, solusi permasalahan negara dunia ketiga sulit untuk didapatkan di daerah teritori mereka sendiri. Maka diperlukan adanya kesadaran akan kemampuan kita dalam menghasilkan teori argumentatif yang kritis agar tidak lagi saling bergantung dengan negara maju. Presentasi berikutnya berjudul Perempuan dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi oleh Abby Gina Boang Manalu, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan. Abby memiliki fokus pada kesenjangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh laki-laki dan perempuan. Walaupun isu gender memiliki pengaruh yang besar pada diskursus ilmu pengetahuan, riset dari The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menunjukkan bahwa peneliti perempuan di dunia hanya berjumlah sebanyak 30% saja. Meskipun ilmu pengetahuan terkesan netral dan setara, tanpa adanya fokus ke isu gender yang signifikan, penerapan ilmu pengetahuan yang merata pada praktiknya sulit untuk diwujudkan.
Ketimpangan gender tersebut turut terjadi pada bidang Teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Di Indonesia, misalnya, pengguna teknologi internet masih didominasi oleh laki-laki. Sehingga akses informasi bagi perempuan masih sangat terbatas. Ketimpangan gender digital ini disebabkan oleh empat kesulitan yaitu hambatan aspek mental, hambatan aspek fisik, hambatan aspek keterampilan, dan hambatan aspek yang berarti. Selain itu, kesenjangan gender dalam jaringan (daring) yang terjadi merupakan perpanjangan isu dari ketimpangan di luar jaringan (luring). Sebagai contoh, kekerasan gender yang seringkali terjadi secara luring di dunia nyata juga terjadi secara daring di dunia maya yang dikenal sebagai kekerasan berbasis gender online (KBGO). Akan tetapi, Abby juga memaparkan adanya peluang-peluang TIK dalam memajukan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan kesetaraan gender. Contohnya adalah peluang aktivisme digital, gerakan ruang digital yang aman bagi perempuan, adanya penyebaran ilmu pengetahuan yang humanis dan feminis, dan kampanye pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam. Sehingga perempuan semakin terlibat dalam partisipasi publik. Dengan keterlibatan perempuan, maka transormasi sosial yang mengarah ke keadilan gender dapat diwujudkan. Pemaparan yang ketiga berjudul Bisnis dan Ilmu Pengetahuan: Dua Entitas yang Berbeda yang Beriringan (Studi Kasus Kota Pekalongan) oleh Cayekti Widigdo, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan. Berbeda dengan dua narasumber sebelumnya, Cayekti memiliki fokus pada pembangunan kota yang menjadi tugasnya. Menurutnya, tiga hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan pembangunan adalah ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara ekonomi, Pekalongan berkembang dengan baik dari hasil batik, perikanan, dan pariwisata. Kesuksesan ini membawa kota tersebut hingga meraih penghargaan UNESCO sebagai jejaring kota kreatif utk kategori craft and folk art. Selain itu, penghargaan untuk Museum Batik dalam pelestarian batik sebagai warisan budaya tak benda juga menjadi prestasi Pekalongan lainnya. Tidak cukup sampai disitu, Cayekti menyatakan bahwa masih ada misi dalam meningkatkan kota Pekalongan yang lebih sejahtera, mandiri, dan relijius. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kolaborasi antar pihak di aspek kesehatan, pendidikan, sarana dan prasarana, ekonomi, dan kebudayaan. Selain itu, terdapat tujuh misi yaitu meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan SDM yang relijius, kompeten, dan produktif, mewujudkan lingkungan pemukiman yang nyaman, mewujudkan sarana dan prasarana yang baik, membangun ekonomi kreatif berbasis potensi lokal, melestarikan budaya, kearifan lokal serta mengembangkan tata kehidupan yang berakhlaqul karimah, dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien berdasarkan prinsip Good Governance dan Clean Government di Pekalongan. Pemaparan oleh Cayekti disepakati oleh Ribut Achwandi selaku Dewan Pakar LKKP. Ribut menekankan perlunya penerapan wawasan dari sejarah-sejarah kebudayaan di Pekalongan sebagai landasan hidup masyarakat setempat untuk membentuk identitas yang lebih kuat di masa yang akan datang. Dari pemaparan keempat pembicara dapat disimpulkan bahwa kemajuan di berbagai bidang perlu dilakukan agar dapat menopang kondisi serta perubahan di masa depan. Kesadaran akan ketergantungan terhadap negara maju dapat menjadi refleksi untuk berusaha menjadi mandiri dalam berpikir kritis di kemudian hari. Selain itu, kesetaraan gender merupakan hal yang harus diaktualisasikan dan benar-benar diperhatikan. Secara lokal, kita juga harus memerhatikan perkembangan yang terjadi di sekitar kita baik secara ekonomi, sosial, lingkungan, kita juga secara budaya. Dengan demikian, kemajuan di berbagai bidang dapat diwujudkan di masa yang akan datang. (Retno Daru Dewi G. S. Putri) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
January 2025
Categories |