Selasa, 9 Agustus 2016, pameran karya instalasi “Kitab Visual Ianfu” dengan Kurator Dolorosa Sinaga digelar di Cemara 6 Galeri-Museum. Pameran karya instalasi yang melibatkan 12 perupa perempuan dari lintas generasi ini digagas oleh Komite Ianfu Indonesia dalam rangka sosialisasi Hari Peringatan Internasional untuk Ianfu atau International Memorial Day for 'Comfort Women'. Pameran ini merupakan bentuk kepedulian serta pengungkapan sejarah untuk Ianfu, perempuan korban perbudakan seksual oleh militer Jepang. Pameran ini akan digelar pada 9-23 Agustus 2016. Perempuan perupa yang berpartisipasi dalam pameran instalasi ini adalah Ade Artie Tjakra, AP Bestari, Putri Ayu Lestari, Ayu Maulani, Bibiana Lee, Dyah Ayu, Gadis Fitriana, Ida Ahmad, Indah Arsyad, Indira Natalia, Indyra, Nia Laughlin. Acara pembukaan pameran instalasi dilaksanakan pada hari pertama pameran ini, pukul 19.00 WIB di tempat yang sama. Terlihat lebih dari 30 tamu undangan yang hadir dari berbagai latar belakang yang menunjukan bahwa mereka peduli terhadap Ianfu. Acara ini diawali oleh sambutan Inda Noerhadi selaku sambutan direktur Cemara 6 Galeri. Dalam sambutannya Inda mengucapkan terima kasih dan sangat mengapresiasi acara pameran instalasi Ianfu ini. Selanjutnya acara disambung dengan sambutan dari Toeti Heraty. Ia mengungkapkan bahwa lama waktu penjajahan Jepang telah diramalkan, yaitu seumur tahun jagung. “Jagung itu kan matang ketika 3,5 bulan, tapi ramalan berkata seumur tahun jagung, jadi benar 3,5 tahun, meskipun waktunya singkat, tapi penjajahan Jepang sangat kejam”, tutur pemilik Galeri Cemara 6 Museum ini. Ia juga mengungkapkan pada waktu penjajahan Jepang, ia masih sangat muda dan pada saat itu ia hanya berbicara dalam bahasa Belanda dan Jawa pada orang tuanya, “ketika Jepang datang, kami semua tidak boleh bicara dengan bahasa Belanda”, ungkapnya. Lebih jauh ia menceritakan bahwa pada saat itu banyak anak remaja yang keluar rumah dengan mengenakan pakaian laki-laki, bertopi, memakai celana, agar terlihat seperti laki-laki, ia mengungkapkan bahwa remaja tersebut takut menjadi korban tentara Jepang. Toeti mengungkapkan bahwa pada waktu itu ia tidak pernah mendengar tentang Jugun Ianfu, yang ia hanya dengar Romusa, sama apa yang kita ketahui sekarang hanya Romusa. Dengan begitu ia menyimpulkan bahwa sebenarnya kita sangat jauh dengan sejarah perempuan, dimana perempuan ditindas dan tidak mendapatkan keadilan. “Saya berharap dengan adanya pameran karya instalasi ini, pengetahuan kita tentang sejarah perempuan dapat terbuka, bahwa sebenarnya Jugun Ianfu adalah perempuan korban perbudakan seks”, tutur Toeti di akhir sambutannya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan sambutan dari Dolorosa Sinaga. Ia sangat berterima kasih kepada para undangan yang hadir, “Ruangan yang penuh ini menunjukkan bahwa masih banyak yang peduli terhadap sejarah perempuan, kita semua peduli terhadap Ianfu”, ungkap Kurator pameran instalasi “Kitab Visual Ianfu”. Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa pameran ini merupakan karya kolaborasi yang melibatkan 12 perupa lintas generasi. “Kami mengambil judul kitab visual Ianfu, karena kita tahu bahwa kitab adalah pengetahuan, maka diharapkan pameran ini dapat memberikan pengetahuan baru tentang Ianfu setelah sekian lama terbungkam”, tutur Dolorosa. Melibatkan perupa muda menurut Dolorosa juga sangat menarik, karena pameran ini adalah percakapan dengan waktu, sehingga perupa lintas generasi akan menampilkan karya yang beragam bahkan ada yang melibatkan teknologi. Setelah Kurator, Eka Hindra, peneliti independen Ianfu Indonesia, memberikan sambutannya. Eka Hindra sangat terharu mengenang perjalanan panjangnya meneliti Ianfu. Menurutnya ini adalah penelitian sekaligus perjalanan yang 'menyakitkan' ketika mendengar eyang-eyang bercerita tentang pengalamannya. “Mereka hidup dalam kesepian karena sejarah yang salah, neagra yang absen dan stigma yang melekat, Ianfu bukanlah pelacur”, tutur Eka. Ia bercerita bahwa ada Ianfu asal Solo, yaitu Tuminah, yang pada tahun 1992 berani mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi, atas motivasi yang diberikan oleh orang-orang terdekat akhirnya Tuminah memutuskan untuk bercerita. Berkat keberanian dan pernyataan Tuminah, maka kita semua bisa melihat lebih dekat, dan membuka pengetahuan lebih dalam. “Setidaknya dengan pameran ini, kita bisa memberikan keadilan bagi Ianfu ketika negara abai”, tutur Eka dengan penuh haru. Setelah rangkaian sambutan, Azriana Rambe Manalu, Ketua Komnas Perempuan dipersilakan untuk memberikan sambutan sekaligus membuka pameran karya instalasi “Kitab Visual Ianfu”. Azriana sangat berterima kasih kepada penyelenggara, kurator, perupa yang telah memungkinkan pameran instalasi Ianfu ini terjadi. “Apa yang terjadi pada Ianfu membuktikan bahwa perempuan sangat rentan dalam kondisi perang atau konflik, Negara harus tahu dan peduli terhadap kasus kekerasan masa lalu dan tidak membiarkan impunitas terjadi”, ungkap Azriana. Ia juga mengungkapkan bahwa perbudakan seksual masuk dalam kategori kekerasan seksual dan Komnas Perempuan sedang mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar dapat disahkan segera. Menurutnya, sisitem hukum Indonesia harus mengenali berbagai bentuk kekerasan seksual bukan hanya saat konflik tapi juga di ruang-ruang domestik, sehingga UU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat diperlukan agar kekerasan tidak berulang di masa yang akan datang. Azriana mengakhiri sambutannya dengan membuka secara resmi pameran ini. Setelah rangkaian sambutan, acara dilanjutkan dengan dengan melemparkan kupu-kupu kertas berwarna kuning oleh seluruh tamu undangan. Kupu-kupu kuning menjadi simbol internasional untuk Ianfu. Pameran ini merupakan ruang untuk berinteraksi terhadap kepedihan-kepedihan, pada waktu, pada Ianfu. Karya yang ditampilkan sangat beragam, mulai dari lukisan, instalasi ruangan, instalasi pakaian kebaya transparan, topi-topi tentara Jepang hingga hologram. Pengetahuan tentang sejarah Ianfu perlu disosialisasikan dalam beragam bentuk dan media, karena Ianfu berhak mendapatkan pengakuan dan keadilan setelah sekian lama terpinggirkan dan hidup dalam kesunyian. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |