Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

KAFFE September 2023: Sastra sebagai Medium Kritik Feminis Atas Patriarki

4/10/2023

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan dan dominasi utama dalam berbagai peran di masyarakat. Patriarki menjelma menjadi berbagai produk yang diamini oleh masyarakat melalui banyak medium, salah satunya sastra. Dalam kelas Kajian Feminisme dan Filsafat (KAFFE) yang bertajuk “Sastra, Feminisme, Seks, dan Kesetaraan Gender”, pada Sabtu, 29 September 2023, Soe Tjen Marching selaku dosen di School of Languages, Cultures, and Linguistics, SOAS University of London, memberi materi soal bagaimana sastra dapat merepresentasikan posisi pemikiran perempuan, mendekonstruksi tatanan patriarkal, serta menempatkan penulis dan pembaca sebagai subjek utama.

     Soe Tjen memulai dengan mengungkit bagaimana sastra memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi yang beredar dalam masyarakat. Ia memberi contoh genosida pada masa kepemimpinan Soeharto di Indonesia. Lanjutnya, rezim Soeharto membangun konsep bahwa komunis layak dibasmi. Setelah konsep tersebut diterima oleh masyarakat, baru ia melancarkan pembunuhan massal terhadap tertuduh komunis. Masyarakat membiarkan hal itu karena telah terbentuk persepsi bahwa tindakan tersebut merupakan perbuatan heroik.
 
     Menurut Soe Tjen, pemerintah yang otoriter cenderung membungkam perkembangan sastra. Sebab sastra merupakan medium efektif untuk menyebarkan sebuah narasi dan konsep. Dalam sejarah perkembangan sastra di Indonesia sendiri, ia membaginya melalui tiga periode: sebelum Orde Baru (Orba), pada Orba, dan setelah Orba.
 
     Sebelum Orba, terdapat banyak nama sastrawan perempuan. Seperti Sujinah, Siti Rukiah, Sugiarti Siswadi sebagai sastrawan perempuan yang kemudian dipersekusi oleh Orba. Kemudian pada masa Orba, muncul nama-nama seperti Marga T., Ike Supomo, Mira W. Mereka menggambarkan perempuan hanya berperan memenuhi fungsi-fungsi domestik dan nilai yang terletak hanya pada kecantikan. Produk sastra mereka mengemas seolah penyelesaian masalah yang ideal bagi perempuan adalah menikah.
 
     Dalam KAFFE tersebut, Soe Tjen menghadirkan contoh sajak W.S Rendra yang menggambarkan istrinya sebagai putri duyung tawanan. Betapa perempuan digambarkan sebagai makhluk lemah ini berangkat dari ketakutan akan perempuan berujung pelemahan. Sebab hanya perempuan yang dapat melahirkan dan laki-laki berupaya mengontrol hal tersebut. Ini juga berhubungan mengapa pembahasan seks menjadi tabu bagi perempuan. Hal demikian membuat para sastrawan perempuan memberontak melalui tulisan-tulisan yang membahas soal seks.
 
     Pada tahun 1998, ada perubahan sastra di Indonesia. Muncul julukan Sastra Wangi karena dianggap berdekatan dengan sesuatu yang wangi. Julukan ini berasal dari laki-laki, sedangkan para penulisnya sendiri tak suka dengan sebutan tersebut. Soe Tjen menyebutkan, periode Sastra Wangi ini dimulai dari Ayu Utami dengan novelnya yang berjudul Saman. Menceritakan seorang perempuan yang sering melakukan seks dengan laki-laki, berujung tidak dihormati dan dimaki oleh ayah dan kakaknya.
 
     Beberapa sastrawan seperti Taufik Ismail dan Suwartini sebagai contoh sastrawan yang turut mengkritik penulis-penulis yang mengangkat tema seksual. Mereka dianggap memalukan dan tidak mencerminkan nilai-nilai dan budaya pada masyarakat. Soe Tjen mempertanyakan ulang, mengapa harus mengkerdilkan seks? Terlebih stigma besar yang dilekatkan oleh sastrawan perempuan yang menulisnya. Padahal tanpa seks, maka kita tak pernah ada.
 
     Polemik-polemik sastra dan perempuan tersebut tentu membawa dampak jauh. Sastra sebagai medium efektif berhasil menciptakan persepsi perempuan ideal dalam masyarakat. Bahwa perempuan harus lebih memperhatikan sikap serta kecantikan. Perempuan yang memilih untuk tidak menikah atau tidak ingin punya anak dianggap sebagai sebuah ancaman.
 
     Propaganda atau penyebaran paham patriarki tidak hanya mendarat pada pola pikir laki-laki tetapi juga perempuan. Berujung pada perempuan yang berperilaku mengikuti selera pasangannya atau mengikuti pasar yang berkiblat pada patriarki, tutup Soe Tjen. (Hany Fatihah Ahmad)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025