Jurnal Perempuan (JP) menerima penghargaan Kategori Kepeloporan dalam Memperjuangkan Hak Perempuan dalam Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang berlangsung pada Jumat (9/2/2018) di Kota Padang, Sumatera Barat. Pemberian Penghargaan yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo ini, diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap media dan insan pers yang selama ini dengan visi misinya, kegigihan, konsistensi dan kreativitasnya telah memelopori isi media yang menjalankan fungsi pers, terutama dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Penghargaan kepada Jurnal Perempuan yang diwakili oleh Direktur JP Atnike Sigiro diberikan oleh Penanggung Jawab Hari Pers Nasional 2018 Margiono dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di hadapan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Atnike mengungkapkan penghargaan Kepeloporan Media dalam rangka Hari Pers Nasional 2018 adalah bentuk pengakuan insan pers dan publik atas perjuangan untuk pencerahan dan keadilan bagi perempuan. “Jurnal Perempuan mengucapkan terimakasih kepada panitia HPN 2018, Sahabat Jurnal Perempuan, lembaga donor khususnya Ford Foundation, Dewan Redaksi, Mitra Bestari, dan semua pihak yang setia menemani perjalanan Jurnal Perempuan.” Selain penghargaan kepeloporan media, panitia HPN 2018 juga memberikan penghargaan khusus kepada tiga tokoh pers nasional yaitu, alm Djamaludin Adinegoro alias Datuak Maradjo Sutan, alm Rosihan Anwar dan alm Rohana Koedoes yang diterima oleh perwakilan keluarga/ahli waris. Penghargaan Pengabdian Seumur Hidup diberikan kepada wartawan senior Fikri Jufri sedang Penghargaan Pengabdian Seumur Hidup Bidang Pers masing-masing diberikan kepada Harjoko Trisnadi dan Bernard Soedarmara. Dalam Sambutannya Ketua Dewan Pers Yoseph Stanley Adi Prasetyo memaparkan Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia. Ketua Dewan Pers yang biasa disapa Stanley mengungkapkan saat ini Indonesia adalah salah satu negara yg memiliki media terbanyak di dunia, hal ini menjadi salah satu indikator bahwa Indonesia adalah negara yang menjaga kemerdekaan pers. Diperkirakan Indonesia saat ini memiliki 47 ribu media. Sebanyak dua ribu diantaranya adalah media cetak, 674 adalah media radio, 523 adalah media televisi termasuk televisi lokal, dan 43.300 diantaranya adalah media online atau media siber. Stanley mengungkapkan media saat ini sedang memasuki ambang transisi akibat kemajuan teknologi digital. Media cetak banyak yang tidak bisa terbit lagi karena kesulitan pendanaan dan merosotnya oplah penjualan. Para pemimpin dan pejabat tidak lagi bicara dengan pemimpin redaksi, mereka memilih bicara langsung dengan publik melalui media sosial. Media dan wartawan sepertinya mengalami kegamangan dan kehilangan peran. Beberapa media justru mengangkat topik perbincangan netizen di media sosial sebagai bahan liputan atau acara-acara di televisi. Lebih lanjut Stanley menyampaikan pertumbuhan media yang marak mengakibatkan terjadinya perekrutan wartawan dalam jumlah yang besar dari berbagai latar belakang akademis. Celakanya diantara mereka banyak yang tidak pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan jurnalistik. Hal ini ditambah dengan kualitas sebagian besar media siber yang dipertanyakan. Media-media ala kadarnya itu tetap eksis karena mendapatkan dana bantuan dari APBD. Hal ini menurut Stanley menjadi tugas dan pekerjaan rumah masyarakat pers. Menurut Stanley tugas utama jurnalis adalah menyampaikan kebenaran. Akan tetapi kebenaran yang disampaikan oleh kelompok profesi ini kini dicemari oleh maraknya berita-berita hoax. Fakta kebenaran yang diungkap media arus utama tertutup oleh berbagai berita hoax. Berita hoax ini bukan hanya membawa kebohongan tapi juga menebar kebencian, prasangka, sara, fitnah, dan juga ketidakpercayaan kepada badan-badan publik. Stanley mengungkapkan menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018, fenomena ini bukan tidak mungkin akan kian menguat, mengingat pengalaman pada tahun 2017 yang lalu. Stanley mengatakan selama satu tahun terakhir sejak HPN di Ambon 9 Februari tahun lalu, masyarakat pers dibantu berbagai pihak termasuk sejumlah kementerian dan badan negara secara intensif melakukan upaya untuk memerangi fake news dan berita hoax. Upaya yang disertai dengan media literasi ini berhasil mengurangi peredaran hoax karena masyarakat telah tahu cara untuk melakukan verifikasi atas kebenaran informasi yang mereka terima. Lebih lanjut Stanley mengatakan pers kita kondisinya cukup baik, ada diantara bebas dan agak bebas, angkanya ada di kisaran antara 65 sampai 70. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Stanley menegaskan bahwa pers nasional merupakan wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini yang harus melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional. Dalam menjalankan profesi, wartawan Indonesia juga bekerja berlandaskan moral dan etika profesi yaitu etika jurnalistik. Untuk itu pada kesempatan tersebut mewakili Dewan Pers, Stanley mengingatkan kembali bahwa pers dan wartawan Indonesia adalah bagian dari perjuangan membentuk dan menjaga nation state. Stanley menutup sambutannya dengan mengungkapkan bahwa platform media mungkin akan mengalami perubahan tapi jurnalisme akan terus eksis. Untuk itu tugas para insan pers, wartawan dan media saat ini adalah mengawal kebangsaan kita termasuk dengan menyampaikan kritik dan pandangan-pandangan yang independen. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |