Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Indonesia Darurat Pernikahan Anak

19/2/2016

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
Praktik pernikahan anak sudah mencapai situasi darurat karenanya pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk mengatasinya, diantaranya dengan mengeluarkan Perpu dan Perda pencegahan pernikahan anak serta menghapus dispensasi perkawinan. Selain itu dibutuhkan juga kerjasama dan komitmen dari para pihak terkait untuk mencegah dan mengurangi pernikahan anak serta membangun kesadaran masyarakat atas dampak buruk pernikahan anak. Demikian kesimpulan Seminar Nasional “Praktik Perkawinan Anak: Mematikan Harapan dan Cita-cita Generasi Muda di Indonesia” yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (18/2). Acara yang diselenggarakan oleh Kalyanamitra, Jurnal Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia dan YLBH APIK ini dihadiri oleh sejumlah kalangan seperti pelajar, akademisi, LSM dari sejumlah daerah serta media.
 
Acara dibuka dengan sambutan oleh Konselor Politik dan Hubungan Masyarakat, Kedutaan Besar Kanada di Indonesia, Helene Viau dan Ketua Kalyanamitra, Listyowati. Helene mengungkapkan bahwa pernikahan anak merupakan pelanggaran hak asasi anak dan mengancam pendidikan serta membahayakan kesehatan anak perempuan. Kedutaan Kanada menanggapi isu ini dengan menggunakan sudut pandang hak asasi manusia dan pembangunan. Helene mengatakan Kanada mendukung upaya pencegahan pernikahan anak di tingkat nasional dan akar rumput dengan bekerja sama dengan LSM yang fokus di isu tersebut. Sementara Listyowati mengungkapkan bahwa pernikahan anak bukanlah isu baru, upaya advokasi sudah dilakukan sejak lama namun hingga kini pernikahan anak masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. 
 
Usai sambutan acara dilanjutkan dengan keynote speech oleh Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny Nurhayanti Rosalin.  Dalam paparannya Lenny mengungkapkan bahwa KPPPA telah melakukan sejumlah upaya untuk menghentikan pernikahan anak salah satunya diintegrasikan lewat program Kabupaten dan Kota Layak Anak. Lenny menjelaskan terdapat 31 indikator—yang dijabarkan dari konvensi hak anak—yang harus dipenuhi untuk menjadi kota layak anak. Salah satu indikatornya adalah angka usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun. Indikator lain adalah adanya Forum Anak, baik di tingkat kabupaten/kota, kecamatan maupun desa/kelurahan. Lewat Forum Anak, seorang anak diharapkan dapat menjadi pelopor, untuk memengaruhi peer group-nya, sekaligus pelapor atas praktik pernikahan anak yang terjadi di lingkungannya.
 
Seminar ini menghadirkan empat pembicara yang membahas pernikahan anak dari aspek yang berbeda, yakni Iklilah Muzayyanah (Pusat Riset Gender PPS UI), Maria Ulfah Anshor (Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Bhakti Pertiwi (Perwakilan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta) dan Dian Kartikasari (Koalisi Perempuan Indonesia). Dalam paparannya Iklilah mengungkapkan bahwa praktik perkawinan anak dipandang sebagai alternatif jalan keluar atas kekhawatiran terjadinya zina, atas mitos dan stigma, atas peralihan tanggung jawab amanah dan atas keamanan terutama dalam situasi konflik. Pandangan bahwa anak merupakan beban ekonomi ikut mendorong praktik pernikahan anak karena perkawinan juga berarti mengurangi biaya hidup, biaya kesehatan, biaya pendidikan, dll. Di sisi lain, pandangan bahwa anak merupakan aset ekonomi juga berkontribusi atas terjadinya pernikahan anak yang bentuknya dapat berupa kawin kontrak, kawin utang, kawin trafficking, kawin cina buta, dsb. Selain itu pandangan yang memosisikan anak sebagai penjaga nama baik juga mengakibatkan anak harus kawin ketika ia menjadi korban pemerkosaan, korban pelecehan seksual, korban inses, dicurigai telah berzina, hamil tidak diinginkan, dsb.
 
Sementara itu Maria ulfah mengungkapkan bahwa UU Perlindungan Anak (PA) secara tegas menyebutkan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun. Dalam pasal 26 juga disebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Lebih lanjut Maria mengutarakan bahwa teori hukum menyatakan undang-undang yang diterbitkan paling baru adalah yang wajib diterapkan dan menjadi acuan menggantikan undang-undang yang lama. Jika teori tersebut dilaksanakan, maka putusan MK mengenai penolakan judicial review UU Perkawinan tidak perlu dipermasalahkan karena UU Perkawinan sudah batal demi hukum, bisa ditinggalkan dan digantikan dengan UU Perlindungan Anak. Maria menambahkan dari aspek struktur hukum, aparat penegak hukum tidak menganggap perkawinan anak sebagai pelanggaran hukum. Ini dapat dilihat dari tidak adanya tindakan yang diambil penegak hukum terhadap orang tua yang menikahkan anaknya misalnya. Di sisi lain kesadaran masyarakat tentang hukum dan praktik perkawinan belum mengacu pada UU PA. Selain itu praktik perkawinan anak dianggap sebagai budaya yang dibenarkan oleh agama.
 
Meskipun demikian terdapat beberapa daerah yang telah mengupayakan sejumlah langkah pencegahan praktik perkawinan anak, salah satunya Kabupaten Gunung Kidul. Bhakti Pertiwi mengutarakan bahwa Pemkab Gunung Kidul telah mengeluarkan Perbup Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak. Adapun program yang dijalankan di tingkat kecamatan antara lain berupa penandatanganan kesepakatan bersama untuk pencegahan perceraian, pernikahan usia dini dan penurunan angka kematian ibu dan bayi. Ada juga pemberian penghargaan bagi desa-desa yang angka pernikahan anaknya nol, yakni Gedangsari Award. Selain itu semua kecamatan melaksanakan pendidikan pranikah bagi remaja dan pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa-siswi. Menurut Bhakti langkah-langkah tersebut telah berhasil menurunkan pernikahan usia anak dan perkara dispensasi kawin baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten.
 
Sementara itu di tingkat nasional, keberadaan Perpu Pencegahan dan Penghapusan Perkawinan Anak dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mengatasi lambannya perubahan hukum. Dian Kartikasari mengungkapkan Perpu dibutuhkan karena terdapat situasi darurat. Mengacu pada data BPS (Badan Pusat Statistik) tercatat sepanjang tahun 2014 terdapat 911.644 perkawinan anak. Sementara perkawinan di usia anak sesungguhnya merupakan fenomena gunung es, sehingga jumlah perkawinan di usia anak yang tidak tercatat jauh lebih banyak daripada jumlah perkawinan di usia anak yang tercatat. Situasi kegentingan juga ditunjukkan oleh dampak negatif perkawinan anak terhadap kesehatan anak, tumbuh kembang anak dan terhadap keluarga akibat lingkaran kemiskinan yang dihasilkan. Lebih jauh Dian menjelaskan draf Perpu yang pembahasannya difasilitasi oleh KPPPA ini secara tegas menyebutkan tiga poin penting yakni batasan usia perkawinan minimal adalah 18 tahun, menghapus dispensasi nikah dan mewajibkan kementerian dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan pencegahan pernikahan anak. (Anita Dhewy)
 



Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025