
Haryatmoko menjelaskan van Dijk tidak menggunakan istilah analisis wacana kritis melainkan studi wacana kritis dengan penekanan pada pendekatan sosio-kognitif. Mirip dengan analisis wacana kritis dari pemikir lain, pada studi wacana kritis juga terdapat hubungan antara yang linguistik dengan yang makro, antara bahasa dengan ilmu-ilmu sosial yang lain. Teun van Dijk memilih istilah studi wacana kritis karena studi ini tidak hanya melibatkan analisis kritis, tetapi juga teori kritis dan penerapan-penerapannya yang kritis. Studi wacana kritis berupaya untuk mempelajari bagaimana wacana mereproduksi dominasi sosial, yaitu penyalahgunaan kekuasaan oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain, juga bagaimana kelompok yang didominasi melakukan perlawanan terhadap penyalahgunaan kekuasaan itu melalui wacana juga. Jadi studi wacana kritis berangkat dari premis bahwa bahasa bisa menghasilkan dominasi dan ketidakadilan untuk itu studi wacana kritis berupaya membongkar ketidakadilan tersebut. Dengan demikian, studi wacana kritis memihak pada korban.
Lebih lanjut Haryatmoko memaparkan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan analisis wacana dari van Dijk serta langkah-langkah untuk melakukan penelitian studi wacana kritis. Selain menjelaskan tentang studi wacana kritis dari van Dijk, kuliah malam itu juga diisi dengan pembahasan penerapan analisis wacana kritis pada film dengan mengupas film Lost in Translation. Peserta yang terdiri dari berbagai latar belakang seperti mahasiswa, dosen dan praktisi media dipandu melakukan analisis wacana dengan mengikuti langkah-langkah yang ada. (Anita Dhewy)