Kamis, 30 Maret 2017 Jurnal Perempuan mengadakan Pendidikan Publik di Kota Pontianak. Salah satu narasumber dalam kegiatan tersebut adalah Hairiah Wakil Bupati Kabupaten Sambas. Hairiah berbicara mengenai kebijakan publik khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan di kabupaten Sambas. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah salah satu indikator penting, jika IPM suatu daerah rendah ini artinya pemerintah harus bekerja lebih keras, ungkap Hairiah. Kabupaten Sambas berada di peringkat 6 dari 14 Kabupaten kota. Fakta tersebut menjadi landasan bagi Pemkab Sambas untuk meningkatkan IPM. Upaya peningkatan IPM di Kabupaten Sambas masuk di dalam rencana pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Hairiah menyatakan bahwa jika kita membahas tentang peningkatan IPM di Kabupaten Sambas, ini artinya kita tidak hanya bicara soal laki-laki atau perempuan saja, tetapi lebih jauh kita harus memikirkan bagaimana menghadirkan kebijakan publik yang dapat diakses oleh laki-laki dan perempuan. Salah satu target Bupati dan Wakil Bupati Sambas adalah meningkatkan indeks pembangunan manusia. Pemkab Sambas telah memilah prioritas dalam merancang dan menjalankan program pembangunan, pertama adalah ketersediaan infrastruktur, ini menjadi penting karena memberi dampak pada perekonomian rakyat. Menurut Hairiah, infrastruktur yang buruk berdampak pada rendahnya mutu kesehatan perempuan, contohnya seorang perempuan yang hendak bersalin namun berada di daerah yang jauh dari puskesmas, ia harus melewati jalan-jalan yang rusak dan membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mengakses fasilitas kesehatan. Kondisi demikian sangat membahayakan keselamatan perempuan. Penting bagi Pemkab Sambas membangun insfrastruktur yang proporsional. Pembangunan Infrastruktur juga harus diimbangi dengan pembangunan-pembangunan di bidang lainnya seperti kesehatan, pendidikan, budaya, sosial dan lainnya. Menurut Hairiah, Sambas sebagai salah satu daerah perbatasan mengalami sejumlah persoalan, salah satunya adalah penyelundupan narkoba. Pemkab Sambas membuat pemetaan mengenai persoalan tersebut dan mendorong perempuan untuk berperan di dalam masyarakat. Pemetaan tersebut mengelompokkan masyarakat dalam empat kelompok yaitu,kelompok perbatasan, kelompok pedesaan, kelompok pesisir, kelompok perkotaan. Pemkab Sambas mendorong program empat perempuan tangguh. Program pertama adalah perempuan tangguh di perbatasan. Hairiah menyatakan bahwa menjaga wilayah perbatasan adalah tugas TNI, namun demikian perempuan bisa berperan di dalamnya, asalkan mereka dilibatkan, sehingga penting untuk mengadakan kegiatan-kegiatan cinta negara bagi perempuan di perbatasan. Ini adalah program penguatan bagi perempuan di daerah perbatasan. Program kedua adalah perempuan tangguh di pedesaan. Persentase pertanian di Kabupaten Sambas cukup tinggi, cukup banyak perempuan yang berprofesi sebagai petani, sehingga penting diadakan program-program untuk memberdayakan perempuan petani. Program ketiga adalah perempuan tangguh di pesisir. Pemerintah Kabupaten Sambas melihat potensi pada perempuan pesisir. Banyak perempuan yang berjibaku di laut, menjadi nelayan ikan dan buruh penangkap ubur-ubur, ini adalah fenomena di kabupaten Sambas, sangat jarang ditemukan perempuan buruh penangkap ubur-ubur, namun ternyata pekerjaan tersebut mampu memberdayakan perempuan karena menguatkan ekonomi mereka. Program terakhir adalah perempuan tangguh di daerah perkotaan. Kabupaten Sambas seluruhnya adalah desa, namun banyak perempuan yang memilih bekerja di perkotaan. Mereka adalah perempuan pengusaha, perempuan yang berada di eksekutif, dan legislatif. Penting untuk mengomunikasikan dan mendorong kebijakan yang lahir dari kebutuhan masyarakat. Saat ini Pemkab Sambas sudah memiliki Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Sambas No.3 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Perempuan dan Anak. Kasus perdagangan perempuan tertinggi berada di Kabupaten Sambas. Ini adalah tugas bagi Pemkab untuk menghadirkan kebijakan-kebijakan yang mampu mencegah terjadinya persoalan tersebut. Keberadaan perda ini adalah contoh perda yang pro terhadap perempuan. Hairiah menambahkan bahwa selain perdagangan manusia, persoalan kekerasan terhadap perempuan dan perceraian menjadi perhatian Pemkab Sambas. Dalam rangka meminimalisir kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di Kabupaten Sambas telah dibentuk suatu wadah pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak pada tingkat kecamatan dan desa. Di tahun 2016 Kabupaten Sambas telah mencanangkan pembentukan P2TP2A pada setiap Kecamatan dan Satgas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak pada setiap desa dimana Kabupaten Sambas telah membentuk 2 kecamatan yang dijadikan proyek percontohan yaitu Kecamatan Pemangkat dan Kecamatan Teluk Keramat. Sambas adalah satu-satunya kabupaten yang memiliki tiga P2TP2A di Kalimantan Barat. Selain itu, Pemkab Sambas juga bersinergi dengan aparat Kepolisian dalam menyukseskan program CANTIK (Cegah Anak dari Kekerasan Seksual). Pemkab Sambas juga terus bersinergi dengan para Kepala Desa agar mereka membuat peraturan untuk penanganan kekerasan seksual berbasis desa. Anggaran keuangan Kabupaten Sambas juga dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan. Upaya lain untuk memberdayaan perempuan adalah dengan menjalankan pengarusutamaan gender. Keterwakilan perempuan di level desa harus ada. Perempuan di pedesaan harus didukung agar mereka dapat menyuarakan kebutuhan mereka pada Musrenbang ungkap Hairiah. (Abby Gina) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |