Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Feminisme Tetap Hidup di tengah Konservatisme Agama yang Menguat

27/9/2016

 
PictureDok. Chris Woodrich
​Menerbitkan Jurnal Perempuan adalah suatu tantangan akademis dan kultural yang sangat berat mengingat feminisme seringkali dituduh sebagai Barat. Padahal feminisme tumbuh dari budaya kita dan berasal dari bangsa kita. Pada Kongres Perempuan I tahun 1928 para perempuan yang berkongres ketika itu meskipun tidak memakai kata feminisme, tetapi mereka sudah mengatakan bahwa perempuan harus mandiri, poligami harus ditolak, perempuan harus berdaya, dan itu semua adalah feminisme. Pernyataan ini diungkapkan Gadis Arivia, pendiri Jurnal Perempuan saat membuka acara Konferensi Internasional tentang Feminisme dengan tema Persilangan Identitas, Agensi dan Politik yang diselenggarakan dalam rangka 20 tahun Jurnal Perempuan pada Jumat (23/9) di Ballroom Arion Swiss-BelHotel, Jakarta. Gadis menambahkan sebagai jurnal feminis yang selalu dianggap serupa liyan, keberadaan Jurnal Perempuan yang mampu bertahan hingga 20 tahun membuatnya merasa sangat bersyukur.
 
Gadis mengungkapkan Jurnal Perempuan terbit ketika Orde Baru berkuasa, kala itu penggunaan kata perempuan tidak diperbolehkan, terlebih lagi kata feminisme. Ketika reformasi bergulir yang diawali dari pergerakan aktivisme perempuan pada tanggal 23 Februari 1998 dengan demonstrasi Suara Ibu Peduli (SIP), wacana feminisme kemudian tumbuh subur, begitu pula dengan advokasi pemberdayaan perempuan. Namun ketika pintu demokrasi terbuka lebar, semua kelompok ikut masuk, termasuk kelompok konservatif, situasi inilah yang kita hadapi sekarang. Jadi ketika Orde Baru gerakan perempuan menghadapi negara yang represif, sementara saat ini perjuangan feminisme menghadapi konservatisme agama yang semakin menggerus dan merestriksi perempuan. Karena itu menurut Gadis perjalanan Jurnal Perempuan ke depan adalah melanjutkan cita-cita menegakkan HAM dan memperjuangkan kesetaraan untuk semua.
 
Sementara itu Renee Paxton, Sekretaris Bidang Kemiskinan dan Pembangunan Sosial Kedutaan Australia dalam sambutannya mengungkapkan kebijakan bantuan pemerintah Australia menetapkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai prioritas pembangunan serta menetapkan target yang ambisius yang mengharuskan delapan puluh persen dari semua bantuan pemerintah Australia ditujukan untuk mempromosikan kesetaraan gender. Strategi ini mengidentifikasi tiga bidang prioritas, yang pertama meningkatkan suara perempuan dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan dan menciptakan perdamaian. Kedua mempromosikan pemberdayaan ekonomi perempuan dan ketiga mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Renee juga mengungkapkan rasa senangnya karena dalam konferensi ini mitra MAMPU—atau Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan, yakni program bantuan Australia di Indonesia lewat pemberdayaan perempuan untuk penghapusan kemiskinan—turut mendapat kesempatan untuk mempresentasikan makalah. 

PictureDok. Chris Woodrich
​Konferensi Internasional Feminisme ini dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Susana Yembise. Dalam pidato pembukaannya Yohana mengatakan kehadiran Jurnal Perempuan telah secara signifikan memperluas cakupan masyarakat dalam memahami isu-isu gender dalam berbagai pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan, utamanya yang disusun oleh pemerintah dalam perspektif feminisme. Lebih lanjut Yohana mengutarakan mengajak laki-laki berjalan setara dengan perempuan bukan hal yang sepele, mengingat kita tumbuh dalam budaya patriarkal yang cukup kuat. Di sisi lain sudah terdapat beberapa komitmen global yang menjadi perhatian Kementerian PP-PA dan Indonesia terpilih menjadi salah satu negara yang akan membawa perempuan menuju Planet 50:50 tahun 2030. Sehingga tinggal 15 tahun lagi komitmen bersama tersebut harus diwujudkan. Yohana mengungkapkan tugas ini cukup berat dan pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri. Karena itu ia mengajak semua pihak yang hadir dalam konferensi, baik dari kalangan akademisi, NGO, dan lainnya, untuk bersama-sama pemerintah mengangkat kaum perempuan dan melindungi anak-anak perempuan sehingga dapat terwujud negara yang ramah perempuan dan layak anak.
 
Konferensi ini terdiri dari diskusi pleno dan diskusi panel. Diskusi pleno mencakup tiga sesi yang membahas tema Paradigma dan Pedagogi Feminis, Perubahan Iklim dan SRHR, serta Wacana dan Gerakan Feminisme di Indonesia dengan menghadirkan sejumlah pembicara dari dalam dan luar negeri. Sementara pada diskusi panel diisi oleh presentasi makalah dari sebagian peserta yang terbagi dalam 20 tema, yakni Agama dan Feminisme; Kebijakan Publik Berperspektif Feminis; Seksualitas, Tubuh dan Hak Reproduksi; Keadilan untuk Minoritas; Feminisme Lokal, Global dan Transnasional; Buruh dan Pekerjaan; Laki-laki Feminis; Tradisi dan Feminisme; Seni dan Sastra; serta Media dan Jurnalisme. Tercatat sebanyak 102 makalah masuk ke panitia dan sebanyak 64 terseleksi untuk dipresentasikan. Konferensi diikuti oleh 285 peserta dari berbagai daerah di Indonesia serta sejumlah negara seperti Thailand, Amerika, Australia, Hong Kong, Filipina, Belanda, Jerman, dan Malaysia serta sejumlah undangan yang mewakili relasi Jurnal Perempuan.
 
Dalam pembacaan laporan hasil konferensi, salah satu fasilitator Atnike Nova Sigiro mengungkapkan di dalam diskusi panel mereka menemukan bahwa perempuan memiliki kekayaan pengalaman yang bukan saja menyumbang kepada teori-teori feminisme di Indonesia tetapi juga mempunyai kekuatan dalam keterlibatannya di ranah politik. Perempuan dalam persilangan identitasnya adalah subjek dalam berbagai identitas, entah sebagai istri, pembuat kebijakan, lawmaker, policy maker, tetapi sekaligus juga sebagai minoritas di dalam masyarakatnya. Kekuatan perempuan terletak pada agensi perempuan untuk membangun interpretasi yang maskulin dan patriarkis. Perempuan membangun interpretasinya di dalam masyarakat melalui keterlibatan di dalam agensinya. Dia tidak hanya membuat interpretasi, tetapi juga terlibat untuk mengubah mindset laki-laki dan juga publik.
 
Sementara itu Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas dalam pidato penutupnya menyatakan sikap politik Kaukus Perempuan Parlemen RI senapas dengan apa yang sudah dibicarakan dalam forum Konferensi Internasional ini, oleh karena itu hendaknya dapat menjadi langkah bersama untuk mengegolkan lebih banyak lagi kebijakan yang progender. Hemas menambahkan saat ini kita harus bekerja keras untuk melakukan percepatan kesetaraan gender mengingat amanat SDGs sebagai komitmen lanjutan dari MDGs harus dapat diimplementasikan di Indonesia. Jika di tingkat dunia telah dilakukan kampanye 50:50 untuk kesetaraan gender dengan strategi He for She, maka hal ini perlu ditindaklanjuti di Indonesia dengan mulai melibatkan semakin banyak laki-laki dalam menyuarakan keadilan dan kesetaraan gender, sebab perubahan tatanan kehidupan yang adil gender hanya bisa dilakukan secara bersama-sama. (Anita Dhewy) 


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa