Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Etika Feminis, Tanggung Jawab Moral, dan Interseksionalitas

30/5/2023

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Gerakan feminisme merupakan gerakan yang bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam segala aspek kehidupan. Perjuangan kesetaraan ini telah dilakukan oleh para feminis sejak lama, tetapi sampai kini kesetaraan belum tercapai sepenuhnya. Adanya miskonsepsi dalam masyarakat mengakibatkan kaburnya makna  etika feminis. Salah satu bentuk etika dalam feminisme adalah etika kepedulian (ethics of care). Untuk itulah, Komunitas Mahasiswa Filsafat Universitas Indonesia (KOMAFIL UI) bekerja sama dengan Jurnal Perempuan dalam menyelenggarakan  diskusi publik mengenai  etika kepedulian, serta pentingnya kesinambungan antara teori dan praktik etika feminis. 

​

     Acara ini menghadirkan Dr. Gadis Arivia (Pendiri Jurnal Perempuan dan dosen di Montgomery College, Amerika Serikat) dan Dr. Abby Gina Boang Manalu (Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan) selaku punggawa feminis Indonesia. Diskusi publik ini berlangsung pada Kamis (25/5/2023) di Auditorium Gedung 4, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, Depok. Acara ini juga disiarkan melalui Live Streaming YouTube. Rafi Syabi dari KOMAFIL UI bertindak sebagai moderator dalam diskusi ini.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
      Diskusi dibuka oleh sambutan dari Fristian Hadinata, Kepala Program Studi Filsafat UI. “Saya mengenal feminisme secara lebih mendalam itu lewat Ibu Gadis. Salah satu magnum opus karya Ibu Gadis yang sangat penting untuk dibaca adalah Filsafat Perspektif Feminis. Bahwa sebenarnya, dalam setiap periode sejarah, selalu ada filsuf perempuannya. Namun yang kita terima selalu nama-nama filsuf laki-laki saja,” ujar Fristian menjabarkan.

     Sebelum memasuki pembahasan teoritis etika feminis, Gadis menyampaikan pada peserta, bahwa feminisme adalah perjuangan untuk mengakhiri penindasan yang seksis. Ini adalah hal yang sederhana, tapi pada umumnya orang-orang akan menganggap bahwa feminisme itu menakutkan dan lekat kaitannya dengan perempuan-perempuan yang tidak menepati moral masyarakat. Anggapan umum menstigma feminis sebagai perempuan yang sering mengenakan rok pendek, berwatak ugal-ugalan, atau pemberontak. Secara lebih luas, feminisme ialah perjuangan terhadap penindasan orang-orang marginal, baik marginal berdasarkan kelas sosialnya, gendernya, seksualitasnya, dan sebagainya. Diskusi ini didasarkan pada cara berpikir social justice atau keadilan sosial, yang artinya bukan saja memajukan kelompok tertentu, tapi memajukan semua kelompok. 

     “Secara global, kesenjangan gender itu sebesar 32%. Artinya, perempuan hanya memiliki nilai material sebesar 68% dibandingkan laki-laki. Jadi semisal Mba Upie belum memiliki rumah, Pak Frist sudah memiliki 5 rumah,” ujar Gadis. Feminis Indonesia ini melanjutkan, “Di Indonesia, bisa dilihat lewat data dari BPS atau dari indeks ketimpangan gender, di dalam 5 atau 10 tahun terakhir itu relatif ada perbaikan. Misalnya dari 146 negara, Indonesia ada di posisi sekitar 90-an.”

     Namun begitu, kita harus tetap kritis dalam melihat data. Meskipun peningkatan tersebut ada benarnya, tapi apakah peningkatan itu sudah mencakup bidang politik, ketenagakerjaan, pendidikan, maupun kesehatan? Gadis mengajak peserta diskusi untuk tidak hanya memikirkan kondisi dirinya, tapi juga kondisi kelompok lain yang mengalami beban berlapis.

     “Salah satu alasan indeks kesetaraan gender Indonesia menjadi rendah adalah partisipasi di bidang politik, yakni sekitar 0,1% atau 0,15% saja. Yang mana hal ini berdampak pada banyak aspek, seperti dalam pengambilan kebijakan, atau pembuatan produk-produk hukum yang tidak sensitif gender, dan lain sebagainya,” tambahnya lagi. 
Sebelum memasuki pembahasan lebih jauh, Gadis terlebih dulu menekankan perbedaan antara gender dan seks. Gender adalah konstruksi sosial, sementara seks adalah perbedaan berdasarkan jenis kelamin. Kedua hal ini dianggap sama dalam sistem masyarakat kita.

     Secara historis, wacana feminis selalu terpinggirkan. Hal ini bisa dilihat dalam filsafat Yunani, filsafat abad pertengahan, filsafat modern bahkan filsafat kontemporer. “Filsuf John Rawls mengatakan, bahwa untuk mengatasi kesenjangan gender adalah dengan melakukan distribusi secara equal,” ujar Gadis, mulai menjelaskan posisi feminisme dalam filsafat arus utama, “Namun, bukan saja equal, melainkan filsafat feminis seharusnya diposisikan sebagai suatu subjek. Begitu juga dengan gender. Gender biasanya selalu dijadikan studi add on dalam arti tambahan, yang ini merupakan problem,” jelasnya. Menurut Gadis, gender juga sepatutnya diperlakukan sebagai subjek, bukan hanya sekadar tambahan.

     Dalam filsafat, etika adalah bagian dari studi moralitas. Tujuan dari studi ini adalah untuk memahami dan menjustifikasi keyakinan moral manusia. Gadis menjelaskan, dalam ilmu filsafat, kita mengenal tiga jenis etika, yaitu metaetika, etika normatif, dan etika terapan. Etika kepedulian ini berada di etika normatif, sama seperti etika Kantian. 
Gadis melanjutkan, bahwa etika arus utama memang sudah maju dalam upaya memperjuangkan keadilan. Tetapi, keadilan saja tidak cukup, harus ada kepedulian. Dalam etika arus utama, prinsip equality menjustifikasi kedudukan laki-laki dan perempuan haruslah sejajar. Kendati begitu, di dalam feminisme hal itu tidaklah cukup. Sebab yang dibutuhkan orang perempuan adalah equity, atau keadilan.  Equality memberikan hak yang sama kepada setiap manusia, tetapi equity memenuhi kebutuhan kelompok marginal secara spesifik dan partikular.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
     Atas hal itu, kita harus up-to-date dalam memahami perkembangan etika feminis. Etika feminis interseksional adalah pendekatan terbaru dalam diskursus feminis yang dapat menjangkau jarak antara equality dan equity. Etika feminis interseksional melihat suatu hal dengan beragam irisan hal lainnya. Ini membuat kita bisa menghubungkan bukan semata gender, tapi melihat bahwa gender juga berhubungan dengan kelas, sementara gender berhubungan dengan etnis, dengan seksualitas, bahkan gender juga berhubungan dengan lingkungan. Pendekatan interseksionalitas dapat melihat secara komprehensif penindasan berlapis-lapis yang terjadi. Sebab etika feminis selama ini tidak dilihat keterhubungannya dengan yang lain. Etika feminis melihat persoalan feminis selalu berkaitan dengan gender, ras, etnis, kelas, nasionalitas, orientasi seksual, abilitas, dan disabilitas.

     Selain itu, etika feminis interseksional itu harus bersifat praksis, yang artinya bukan hanya dibicarakan di dalam kelas kuliah melainkan juga secara aksi ada gerakan untuk menumpas atau menyudahi ketidakadilan yang terjadi di lapangan. Demikian, feminis interseksional berkaitan erat dengan kerja-kerja aktivisme akar rumput yang dapat menjangkau berbagai kebutuhan dan kekhususan perempuan. Sebagai seorang aktivis, Abby Gina menyetujui perspektif tersebut. “Interseksionalitas itu melengkapi kita dengan lensa yang lebih luas untuk melihat bahwa individu bisa jadi punya berbagai ketidakberuntungan atau berbagai kerentanan dalam menghadapi permasalahannya. Ini menjadi penting, sebab dengan kita mengetahui lebih banyak informasi, berbagai ketimpangan, kita akan bisa merespons secara lebih tepat, lebih spesifik sesuai dengan kebutuhannya.” jelas Abby. 

     Contoh lain, misalnya dalam persoalan kerusakan lingkungan atau krisis iklim. Kelompok perempuan menjadi kelompok yang rentan menghadapi krisis lingkungan. Tetapi dengan lensa interseksionalitas, kita harus mempertanyakan kembali, perempuan mana yang lebih rentan? Apakah benar jika berhadapan dengan krisis iklim semua perempuan mengalami kerentanan? Begitupun dalam isu kesehatan reproduksi. Hal-hal ini tidak bisa dipukul rata, sebab setiap persoalan memiliki kekhasan dan butuh penanganan yang khusus dan detail. 

     “Untuk itulah mengapa etika feminis interseksionalitas penting, dia harus menjadi cara pandang kita dalam semua hal, baik di dalam relasi keluarga, relasi pertemanan, relasi kita terhadap negara, dan lainnya. Karena ketika kita tidak memakai lensa itu, kita akan cenderung tidak mengenali atau abai terhadap berbagai kekerasan yang sangat mungkin terjadi di berbagai kelompok, khususnya perempuan,” pungkas Abby.  Dengan mengaplikasikan etika kepedulian, kita dapat menjangkau dan menandai kelompok yang lebih rentan dibanding kelompok lainnya. Perbedaan kerentanan ini juga berdampak pada perbedaan fasilitas dan kebijakan yang lebih optimal.

     ​Kini, penerapan etika feminis tidak dapat dipisahkan dari perspektif interseksionalitas untuk menandai dan mengurai masalah. Paparan Gadis dan Abby menekankan pentingnya hal tersebut. Selain itu, pengakuan akan beban berlapis pada beberapa kelompok perempuan juga merupakan hal yang seharusnya dilakukan, terutama bagi pengampu kebijakan. Dengan demikian, keadilan gender dapat tercapai, sedikit demi sedikit. (Alfiyah) ​

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024