Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa
Warta Feminis

Dewi Candraningrum: Politik Memori sebagai Upaya Melawan Lupa

18/8/2014

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
Komunitas Penulis Perempuan Indonesia (KPPI) menggelar diskusi buku puisi Pulang Melawan Lupa karya Zubaidah Djohar dengan tajuk “Perempuan, Sastra dan Perdamaian” pada Jumat 15 Agustus 2014 di Balai Budaja Jakarta bertepatan dengan peringatan penandatanganan perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah Indonesia sembilan tahun silam. Dewi Candraningrum, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan yang menjadi salah satu pembicara membahas soal politik memori, amnesia sosial dan karya sastra sebagai pengungkap kebenaran. Ia mengatakan bahwa Politik memori perlu dibangun, karena ia berfungsi untuk merehabilitasi dan mengusahakan rekonsiliasi dalam situasi pasca konflik. Museum sebagai salah satu situs ingatan, tidak hanya mewujud dalam bentuk fisik, akan tetapi juga non fisik, seperti misalnya penulisan puisi, pembuatan film, penciptaan lukisan, dan lain-lain. Upaya penulisan sejarah lewat karya sastra ini menjadi penting. Mengapa karya sastra? Karena kesusastraan ibarat samudra yang bisa menampung semua, ada metafora, aporisma, juga hiberbola di dalamnya. 

Lebih lanjut Dewi mengatakan pengalaman-pengalaman perempuan yang mengalami perkosaan—seperti ditulis Zubaidah dalam puisinya Inikah Damai itu, Tuan?—tidak masuk dalam sejarah formal. Dalam hal ini kita bisa belajar dari Jerman, di negara tersebut, puisi-puisi semacam ini diajarkan dan dipelajari di sekolah. Tanpa memaksakan bahwa apa yang termaktub dalam karya sastra tersebut adalah sejarah, dengan membaca, mendengarkan, bagaimana puisi tersebut dibacakan merupakan sebuah jalan membangun retorika melawan kesewenangan dan ketakadilan zaman. Dengannya, pembaca memberikan telinganya untuk melakukan re-apropriasi bentuk sejarah baru yang lebih adil.  

Sementara Pande K. Trimayuni dari Indonesian Womes’s Literary yang juga menjadi pembicara mengupas soal konflik, dampaknya bagi perempuan dan peran yang seharusnya diambil negara. Ia memaparkan bahwa sejak Perang Dunia II paham yang berlaku adalah realis-positivis yang memandang perang sebagai keniscayaan. Bangsa-bangsa akan berjuang untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga perdamaian adalah hal yang tidak mungkin terjadi. Namun pada tahun 1980-an muncul pemikiran yang menentang, salah satunya dari kelompok feminis. Feminis percaya bahwa ada pilihan selain konflik. Kelompok feminis juga percaya bahwa konflik terjadi karena sifat-sifat maskulin lebih dominan. Sifat maskulin ini tidak hanya dimiliki laki-laki, tetapi juga perempuan. Bagi kelompok feminis, dialog adalah cara untuk mengakhiri konflik. Nilai-nilai perdamaian seperti mengutamakan dialog, adalah nilai-nilai feminin, yang ada pada laki-laki dan perempuan. 

Lebih lanjut Pande mengatakan dalam konteks Aceh, paham maskulin ini yang dominan. Dalam situasi konflik, perempuan rentan menjadi korban. Perkosaan menjadi isu yang sangat memprihatinkan dan dipakai sebagai teror, alat perang. Dan sayangnya sampai sekarang masih sulit membawa para pelaku ke pengadilan. Di Aceh belum pernah terdengar para pelaku disidang dan diadili. Di sisi lain, perempuan—yang banyak menjadi korban—kesulitan mengartikulasikan pengalaman kekerasan dan trauma yang dialami. Sehingga butuh upaya khusus untuk menuliskan dan butuh pendekatan personal. Di sini peran negara adalah memfasilitasi, memberi repatriasi dan pemulihan. Sehingga kejadian semacam ini dapat menjadi pembelajaran dan tidak terjadi kembali. Dalam konteks sastra menjadi tantangan tersendiri untuk mengangkat suara korban. 

Sementara itu Yenti Nurhidayat Ketua KPPI ketika membuka acara mengungkapkan bahwa semangat dari kegiatan ini adalah mengingat kembali semangat perdamaian dari perjanjian damai yang disepakati antara GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005 dan sekaligus menolak lupa atas kekerasan yang dialami perempuan dan anak yang menjadi korban dalam konflik Aceh. Selain Jakarta, acara sejenis juga berlangsung serentak di dua kota, Aceh dan Canberra. Lebih lanjut Yenti mengatakan dengan semangat melawan lupa pula KPPI memilih untuk menggelar diskusi di Balai Budaja mengingat gedung itu dulu pernah menjadi pusat aktivitas budaya dari para penulis dan penyair, seperti Chairil Anwar. Acara ditutup dengan pembacaan puisi oleh sejumlah penampil seperti Milastri Muzakkar, Olin Monteiro, Gayatri Muthahari, BJD Gayatri, dan lain-lain. (Anita Dhewy) 


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | yjp@jurnalperempuan.com
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa