Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Dewi Candraningrum: Kampanye Sosial tentang Pemasungan Orang dengan Gangguan Jiwa Penting Dilakukan

2/4/2016

 
PictureDok. Astuti Parengkuh
Menanggapi keprihatinan atas maraknya dan tingginya angka pemasungan terhadap difabel skizofrenia atau psikososial, biasa disebut Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Dewi Candraningrum, pemimpin redaksi Jurnal Perempuan mengatakan bahwa penting bagi kita untuk terus melakukan kampanye sosial. “Orang dengan gangguan jiwa, anak dengan autisme, serta anak difabel lainnya berbeda dengan anak-anak ‘normal’. Siapapun Anda perlu membukakan pintu untuk mereka,” ujar Dewi Candraningrum. Bercerita tentang pengalamannya sebagai ibu dari seorang anak dengan autisme, Dewi Candraningrum mengatakan bahwa dirinya banyak melakukan trial and error dan tidak pernah berputus asa. “Anak saya minta dibelikan piano. Setiap hari selama tiga bulan saya ajari sampai lancar. Anak saya belajarnya secara visual, dia lebih terampil membaca not balok daripada a,b,c,d,”imbuh Dewi Candraningrum dalam diskusi memperingati Hari Perempuan Internasional yang diselenggarakan oleh Komunitas Jejer Wadon bersama Silent Tears Australia dan didukung The Sunan Hotel, Minggu (27/3).
 
Acara yang bertajuk “Saatnya Perempuan Difabel Bicara” menghadirkan pula dua pembicara, Denise Beckwith dan Belinda Mason dari Silent Tears Australia. Denise Beckwith mengatakan bahwa difabel tergantung dengan keluarga dan orang tuanya. Dia diajarkan oleh keluarganya dengan filosofi baru dan bisa hidup seperti yang lain. “Difabel di sini (Indonesia-red) dipandang hal yang memalukan. Saya dan Belinda beruntung sebagai seorang difabel dewasa bahwa keluargalah yang harus berjuang bahwa anaknya memiliki difabilitas. Ini lebih pada penerimaan keluarga,” jelas Denise Beckwith. “Ini hari ketiga kami belajar tentang inklusivitas yang berawal dari pemberdayaan masyarakat. Ini menarik untuk saya sebagai seorang difabel dan bekerja untuk advokasi difabel. Hal terpenting dalam kerja hari ini adalah bagaimana orang-orang bekerja untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada,” kata Belinda Mason.
 
Utami, perempuan difabel pegiat Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Solo berbagi pengalaman hidupnya. “Dulu waktu kecil saya diasingkan oleh orang tua. Mungkin orang tua saya malu, lalu saya disekolahkan di Yogya. Setelah mengenal penerjemah, orangtua saya mulai percaya. Anggapan awam, tuli itu bodoh. Padahal tuli itu bisa melukis, memasak dan pekerjaan apa saja asal ada kesempatan. Anggapan masyarakat masih melekat. Stigma difabel masih menguat. Difabel masih dianggap ‘aib’,” ungkap Utami.
 
Menyinggung tentang kebijakan, Denise Beckwith menambahkan bahwa Australia memiliki sistem kebijakan yang bagus, “Sistem ini saya tidak menyangkal. Indonesia punya cara lain dengan dukungan dari komunitas-komunitas. Menjadi modal yang besar untuk menyuarakan kebutuhan yang besar. Komunitas akan lebih kuat. Sistem kebijakan yang bagus harus dimiliki. Indonesia sedang menyesuaikan cara pandang menjadi inklusi,” terang Denise. Dewi Candraningrum yang pernah tinggal dua tahun di Australia bersama anak dengan autisme membenarkan bahwa dukungan negara (komunitas) di Indonesia tidak sama dengan di Australia. “Saya bisa memahami bahwa orangtua di sini “sendiri”. Karena jaring sosial tidak seperti negara-negara maju. Saya hanya mampu membandingkan dengan keponakan, misal kalau lebaran tiba, bahwa tidak akan ada makanan dengan gula, tepung, karena kalau tantrum bisa dua jam lebih. Saya dan keluarga bergaya hidup orang desa yang tidak pernah jajan. Orang dengan difabilitas itu kondisional, kita orang tua menyesuaikan.”

Acara diskusi yang dimoderatori oleh Fanny Chotimah dan dihadiri oleh para pegiat difabel, perempuan dan anak serta kepemudaan dan lintas agama tersebut difasilitasi oleh The Sunan Hotel dengan program CSR. Retno Wulandari, selaku general manager The Sunan Hotel mengatakan bahwa pihaknya tidak hanya berpikir tentang keuntungan saja tetapi juga dampak sosial. “Acara seperti ini bisa menjadi edukasi publik,” pungkas Retno Wulandari. (Astuti Parengkuh) 


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025