Selasa (2/10) bertempat di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Cakra Wikara Indonesia (CWI) mengadakan acara diskusi dan peluncuran buku yang berjudul Menyoal Data Representasi Perempuan di Lima Ranah. Acara Tersebut dihadiri oleh Eva Kusuma Sundari (Anggota DPR RI), Hetifah Sjaifudian (Anggota DPR RI), Rahayu Saraswati (Anggota DPR RI), dan Ani Soetjipto (Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia). Anna Margret, Ketua CWI dalam sambutannya menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh CWI dilakukan guna mendokumentasikan data keterwakilan perempuan dan menunjukkan ketimpangan representasi perempuan dalam berbagai ranah yaitu ranah legislatif, Eksekutif, struktur kepengurusan partai politik, lembaga penyelenggara pemilu, dan birokrasi kementerian. Riset CWI menunjukkan, pada tahun 2014 keterwakilan perempuan pada ranah legislatif hanya sebesar 17,32% dan 82,68% diisi oleh anggota legislatif laki-laki. Sedangkan, pada ranah eksekutif CWI mencatat hanya ada 1 Gubernur perempuan yang memenangkan suara pada Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018. Sementara itu, pada ranah birokrasi kementerian di tahun 2016 terdapat 39,59% Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan dan sisanya diisi oleh PNS laki-laki. Ketimpangan seperti ini juga terjadi pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan presentase keterwakilan perempuan sebesar 22,6%. Dalam acara tersebut, Eva Kusuma Sundari mengungkapkan bahwa ia menyayangkan kehadiran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) yang belum dapat memberikan kontribusi terhadap keterwakilan perempuan di parlemen. Padahal menurutnya lembaga pemerintah tersebut dapat turut aktif mendorong partisipasi perempuan dalam ranah politik. Eva juga menyatakan perlu ada perubahan sistem yang masif agar hal tersebut dapat tercapai. Sedangkan Hetifah Sjaifudian mengungkapkan bahwa hasil riset yang telah dibuat kerap kali tidak dibaca oleh para pemangku kebijakan, artinya perlu ada kolaborasi sinergis antara akademisi, gerakan perempuan dan pemangku kebijakan agar isu keterwakilan perempuan dapat menjadi isu yang diperjuangkan bersama. Selain itu, Rahayu Saraswati, yang juga hadir sebagai narasumber menyatakan bahwa keterwakilan perempuan dalam parlemen merupakan hal yang penting. Namun menurutnya, sistem politik yang ada saat ini tidak ramah perempuan. "Terlalu besarnya modal yang harus dikeluarkan untuk bisa duduk ke bangku parlemen membuat perempuan memilih untuk tidak maju sebagai kandidat", ungkapnya. Rahayu Saraswati juga memberikan masukan bahwa riset yang dilakukan oleh CWI perlu diterjemahkan ke kebijakan partai. Agar partai bisa meletakkan kandidat perempuan pada Daerah pemilihan (Dapil) yang ramah kandidat perempuan. Menurut Ani Soetjipto, memenuhi kuota 30% caleg perempuan bukanlah hal sulit bagi partai-partai besar jika kaderisasi anggota partai perempuan berjalan baik. Selain itu Ani juga menjelaskan bahwa keterwakilan perempuan di parlemen tidak serta merta berarti keterwakilan kepentingan perempuan dalam kebijakan publik. Meskipun demikian, isu representasi adalah pintu masuk untuk mengakomodasi pengalaman dan kebutuhan perempuan. (Iqraa Runi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |