Dalam rangka memperingati ulang tahun Saparinah Sadli--seorang aktivis feminisme, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dan Ketua Pertama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)--Komnas Perempuan bekerja sama dengan Toeti Heraty Gallery menyelenggarakan pameran Membatik Ketangguhan: Batik Saparinah. Pameran ini bertempat di Cemara 6 Galeri-Teoti Heraty Museum di Menteng, Jakarta Pusat, pada tanggal 22-25 Mei 2023. Saparinah Sadli sudah berusia 96 tahun. Namun, usia tidak meruntuhkan apa yang sudah ia lakukan bagi gerakan feminis di Indonesia. Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pemerkosaan massal 1998 ini menghidupi ketangguhan dan semangat juangnya dalam membela Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak perempuan. Ketangguhan dan semangat juang itulah yang menginspirasi peneliti batik dari Institut Pluralisme Indonesia (IPI), William Kwan Hwie Liong, dalam menciptakan Batik Saparinah.
William Kwan menerjemahkan perjuangan Saparinah dengan motif batik khusus: 9 burung hong dan anggrek bulan. “Ibu Sap adalah seorang ksatria,” ucap William Kwan dalam pembukaan pameran pada Senin (22/5/2023) lalu, “Sehingga kita perlu mencari motif yang dapat melambangkan semangat Ibu Sap,” tukasnya. Burung hong adalah hewan mitologi Tiongkok, pun begitu burung hong juga mengakar dari tradisi berbagai negara, termasuk Indonesia. Burung tersebut menggambarkan ketangguhan. Dalam mitologinya, burung hong yang mati akan menjadi abu, lalu dari abunya akan lahir kembali burung hong baru. Legendanya mirip seperti burung phoenix. Sementara anggrek bulan adalah bunga kegemaran Saparinah. Burung hong dan anggrek bulan diharapkan dapat menunjukkan bagaimana dedikasi, semangat, dan perlawanan yang dilakukan Saparinah selama bertahun-tahun lamanya pada isu perempuan. Selain berasal dari buah karya William Kwan, lahirnya Batik Saparinah tidak bisa dipisahkan dari inisiatif para aktivis perempuan Indonesia, yaitu Kamala Chandrakirana, Andy Yentriyani, Myra Diarsi dan Tati Krisnawati, dalam menyukseskan peluncuran batik ini. Ketekunan para perempuan pembatik dari komunitas William Kwan juga berperan besar. Oleh karena itu, para pembatik turut diundang dalam pembukaan pameran ini. Pameran dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Ia menyampaikan besarnya rasa kagum dan terima kasih atas jasa-jasa dari Saparinah. Tanpanya, tonggak perjuangan keadilan perempuan Indonesia akan sangat sulit digapai. Selanjutnya, Ketua Yayasan Cemara 6, Inda Citraninda Noerhadi, turut memberikan sambutan. Sebagai pegiat galeri dan penyuka seni, ia menyambut hangat kegiatan ini. Inda turut menyampaikan keindahan Batik Saparinah, yang dengan apik berhasil menangkap keuletan Saparinah sebagai seorang pejuang perempuan. Selanjutnya, Kamala Chandrakirana dalam pidato pembukanya, menyampaikan relevansi batik bagi perempuan Indonesia. Kain batik merupakan bagian dari keseharian perempuan Indonesia, sehingga mereka dengan mudah mengaitkan diri dengan kain batik. Selain relevansinya dengan akar budaya perempuan Indonesia, Batik Saparinah juga menunjukkan inklusivitas budaya serta pemihakan kepada para pembatik perempuan. “Harapannya, kain batik ini menjadi cara kita untuk merawat komunitas,” ujar Kamala. Pameran ini menampilkan 12 kain Batik Saparinah dengan masing-masing motif yang distingtif. Tidak hanya memamerkan kedua belas batik tersebut, pameran ini juga diisi oleh kegiatan lain. Pada Selasa, (23/5/2023), terdapat acara bincang-bincang bertajuk “Membatik Ketangguhan dalam 25 Tahun Reformasi Indonesia: Refleksi Batik Saparinah dari Berbagai Perspektif” bersama William Kwan, Melani Budianta (akademisi), dan Nia Dinata (pekerja seni). Hari Rabu, (24/5/2023) diisi dengan lokakarya Membatik Ketangguhan. Pemateri dari lokakarya ini merupakan para pembatik Batik Saparinah, yaitu Nurul Maslahah, Nur Aeni, dan Karsiyah. Mereka secara khusus datang dari Pekalongan dan Batang, Jawa Tengah, untuk mengajarkan seni membatik kepada peserta, yang terdiri dari para pelajar dan masyarakat umum. Pameran juga disemarakkan oleh pemutaran film dokumenter “Batik Our Love Story” karya Nia Dinata pada Kamis, (25/5/2023). Pameran ini diharapkan dapat menyampaikan pesan-pesan perjuangan kesetaraan gender melalui seni yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Batik juga menjadi media advokasi dan perlawanan perempuan, tidak hanya sebatas menjadi kain seni. Selain itu, diharapkan pula perjuangan dan warisan dari Saparinah akan terus lestari, sebagaimana keindahan bunga anggrek bulan dan burung hong yang akan selalu lahir kembali. (Nada Salsabila) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |