Bedah Jurnal Perempuan 115: Urgensi Partisipasi Perempuan dan Kelompok Muda dalam Ruang Politik15/3/2024
Pemandangan perempuan turun ke jalan dalam rangka berdemonstrasi merupakan sesuatu yang sudah lazim di masa kini. Kelompok perempuan bersama dengan masyarakat lainnya berdemonstrasi dengan tujuan menuntut pemerintah untuk memenuhi hak mereka. Pemerintah kerap kali berselisih dengan kelompok perempuan dan masyarakat. Salah satu penyebab mengapa perselisihan ini terjadi adalah minimnya pelibatan kelompok perempuan dan masyarakat dalam proses politis seperti penyusunan kebijakan. Hal tersebut yang berusaha didiskusikan dalam kegiatan Bedah Jurnal Perempuan 115 yang mengangkat tema “Partisipasi Politik Perempuan dan Kelompok Muda dalam Demokrasi Indonesia” pada Jumat (8/3/2024) lalu. Kegiatan yang diadakan secara luring di Kedai Iboe Madam, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat ini dimoderatori oleh Eneng Maliyanasari (Anggota DPRD Komisi C Provinsi DKI Jakarta 2019-2024) dan menghadirkan Ikhaputri Widiantini, M.Si. (Dosen Ilmu Filsafat, FIB, Universitas Indonesia) sekaligus penulis riset JP 115 sebagai narasumber.
Ikhaputri atau yang akrab disapa sebagai Upi mengawali diskusi dengan pemaparan ringkas mengenai awal mula Hari Perempuan Internasional. Berdasarkan sejarah, Hari Perempuan Internasional dimulai dengan adanya protes dari pekerja tekstil perempuan di New York yang menuntut keadilan kondisi kerja dan hak yang setara bagi perempuan. Aksi demonstrasi oleh buruh perempuan ini beberapa kali diadakan pada tanggal yang sama, 8 Maret, di tahun yang berbeda-beda. Kemudian, pada Konferensi Internasional Buruh Perempuan kedua di Copenhagen, Clara Zetkin selaku pimpinan partai sosial demokrat di Jerman mengusulkan adanya hari peringatan perempuan. Hari tersebut adalah hari ketika perempuan berkumpul dan berparade untuk menyuarakan tuntutan-tuntutannya. Usaha perempuan untuk menyampaikan aspirasinya sesungguhnya merupakan respons terhadap kebijakan-kebijakan diskriminatif yang pembentukannya didukung oleh konsep keadilan yang masih bias gender. Menurut Upi, perempuan dengan berbagai serialitas dan keberagaman pengalamannya luput dilibatkan ke dalam ruang politik. Stereotipe patriarkis memandang perempuan tidak mampu atau tidak berhak untuk dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan. Padahal, hal tersebut tidaklah benar. Dalam Jurnal Perempuan 115, terdapat beberapa temuan yang menunjukkan bagaimana perempuan sebenarnya mampu untuk terlibat dalam proses politik. Perempuan muda memiliki peran besar dalam menginisiasi dan mengadvokasi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Selain itu, beberapa riset juga menemuka bahwa perempuan dan generasi muda sebagai pengguna media sosial memegang peran penting dalam proses distribusi informasi di internet. Sirkulasi informasi dan forum-forum diskursus online yang dapat diakses oleh masyarakat luas, termasuk perempuan dan generasi muda, merupakan kesempatan yang baik bagi mereka untuk dapat menyampaikan aspirasi dan menjadi terlibat dalam isu-isu politik terkini. Hal lain yang digarisbawahi dalam kegiatan bedah buku ini adalah pentingnya usaha kolektif yang membersamai perempuan. Keterlibatan perempuan dan generasi muda dalam ruang politik hanya dapat terwujud dengan adanya dukungan dari lingkungan selaku support system. Dukungan ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan terhadap kapasitas perempuan dan generasi muda untuk terlibat. Kehadiran dukungan yang memberikan kepercayaan dan rasa aman bagi perempuan dan generasi muda akan meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses demokrasi. (Nurma Yulia Lailatusyarifah) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
August 2024
Categories |